Meski pemandangan serba hijau dengan banyak hutan pinus menjulang, hamparan persawahan dan banyak bunga tanaman indah di café yang mereka datangi tak kalah indah, namun perhatian Ghea masih tak bisa lepas dari sosok Yudhi yang terus saja menggenggam tangannya sejak mereka tiba di halaman parkir.
Bukan apa-apa, hanya saja masih tak terbayangkan di benak Ghea sendiri bahwa dirinya akan mengambil keputusan gila untuk bisa tiba kemari.
Melewati berkilo-kilo jauh jaraknya, melintasi lautan dengan banyak ombaknya, sampai tiba di negeri yang belum pernah dirinya singgahi, hingga akhirnya bertemu kembali dengan sosok laki-laki yang selalu mampu menggugah batinnya.
Tak ada rasa sesal sedikit pun dalam hati. Hanya rasa nyaman dan aman dimana pun Ghea berada jika bersama Yudhi.
Padahal dirinya sudah sekuat tenaga mencoba menahan secercah senyum-senyum sendiri karena tak ingin orang lain mengira dirinya gila, namun ledakan kebahagiaan tak dapat Ghea tahan.
Lihatlah, bahkan dalam sudut ini, laki-laki itu masih nampak begitu tampan mengenakan jaket krem dan batik birunya.
"Sayang, duduk sini aja," cekatan Yudhi menarik satu kursi dengan sesekali mengusap permukaan dengan telapak tangan.
"Hahah iya-iya, Mas Yudhi. Berasa apa aja deh dibersihin segala. Makasih loh."
"Sini-sini, biar aku bantu..." ikut laki-laki itu melepas tas kecil dari pundaknya.
Diperlakukan bagai ratu kerajaan, Ghea terkekeh kecil mengamati bagaimana lucu diri laki-laki itu.
"Hahah iya-iya, udah. Berasa tamu penting negara aja ya pak, dapat perlakuan spesial."
"Kan kamu juga tamu penting. Istri dari bapak negara tercinta."
"Idih, gombal haha. Tapi emang gapapa kamu ngajak aku kesini sekarang?"
"Jam pulang kantor aku kan jam tiga, sayang."
"Oh gitu, masa sih? Enak juga ya jadi PNS? Apa aku ikutan jadi pegawai negeri kaya kamu ya?"
"Kalo kamu jadi PNS juga, emang mau aku marahin tiap hari?"
"Perasaan kamu gak pernah marahin anak buah kamu deh."
"Emang gak, khusus buat kamu aja."
"Tuh kan..."
"Emang kenapa kamu tiba-tiba mau jadi pegawai negeri?"
"Gapapa, enak aja gitu kalo aku lihatin kamu kerja. Masuk jam setengah delapan, pulang jam tiga. Apalagi kalo masuk divisi humas, kerjaannya cuma liputan mulu, bikin berita mulu, ketemu sama pers mulu. Apalagi kalo ditambah bonus punya atasan yang ganteng, keren, baik, manis mirip karyawan staff kantor utama pak walikota, kata Mbak Desti ada yang bening-bening loh. Ya ampun, pasti tiap hari dibikin jatuh hati mulu deh ya."
"Ohhh, ya udah kamu pacaran aja sama staff kantor utama itu," cemberut Yudhi.
"Ih kok gitu? Kan aku udah punya kamu."
"Katanya lebih suka cowo ganteng yang mirip staff kantor utama kemarin. Ada tuh si Halim."
"Ya tapi bukan Halim sih. Dia mah udah biasa, tapi aku kenal sama satu staff kantor utama yang jauhhhh lebih ganteng, manis juga, pokoknya gampang bikin diabetes deh."
"Siapa? Heru?"
"Bukan."
"Pratama?"
"Bukan."
"Brahim?"
"Bukan juga..."
"Terus siapa?"
"...kamu."

KAMU SEDANG MEMBACA
Jatuh Hati, Aparatur Sipil Negara
RomanceGhea Soedartono -- harus menerima takdir dan fakta bahwa ia diarak oleh warga bersama Yudhi Irfan sebagai kepala divisi humas kantor walikota, sekaligus atasan tempatnya magang untuk dinikahkan secara paksa. Selagi dirinya berusaha untuk melupakan...