Magang #4

395 22 6
                                    

1 bulan lalu.

Dalam perjalanan menuju kantor sekretariat daerah, Ghea tak henti mencemberutkan wajah terlebih pada Agam yang suka rela mengantar hanya karena ingin lebih lama mengejek dirinya.

"Jangan cemberut mulu ah. Jelek! Ntar mau ketemu senior-senior magang lo," ucap Agam walaupun fokus menyetir namun tetap mencuri pandang pada sosok Ghea yang nampak kumel di jok samping.

"Daripada lo gak ada hal baik yang bisa diobrolin, mending lo diem. De-i di, e-m em, diem!"

"Hahah kan udah gue bilangin dari awal, kalo semua mahasiswa di kampus tanpa terkecuali itu wajib ambil kurikulum magang buat ngelihat sejauh mana mahasiswa itu paham sama materi yang udah dijelasin. Lo sih ngeyel, seneng banget jadi biduan."

"Biduan-biduan pala lo peyang! Gue itu mu-si-si! Lagian... huaaa masa gue magang di tempat bapak-bapak PNS? Ntar gue ketemunya sama orang-orang seumuran papah dong?"

"Maka dari itu udah gue bilangin juga dari kemarin, lo belajar candaan bapak-bapak biar kalo lo ngobrol sama mereka itu jadi nyambung."

"Hih, jadwal gue rekaman lagu jadi tertunda dong."

"Terus manajer lo gimana tuh?"

"Siapa? Bang Asran? Ya... gak gimana-gimana, dia ngerti kok. Untungnya sih dia gak keburu-buru gitu, jadi tur buat promosi lagu baru gue bisa ditunda."

"Terus... pacar lo si Rama tuh gimana?"

Mendapati nama itu kembali terucap dan terdengar, Ghea tak mampu menutupi rasa mencelos. Kertas di tangan yang berisi alamat kantor sekretariat pemerintah yang akan dirinya tempati nampak diremas pelan.

"Ya... gak gimana-gimana. Emang kenapa?" lempar pandang Ghea ke luar jendela.

Agam yang paham akan perubahan situasi dan suasana hati adiknya itu lebih memilih diam hingga mobilnya berhenti di depan gerbang besar kantor.

"Ya udah gak usah sedih gitu, noh udah nyampe. Buruan temuin bapak dan ibuk kedua lo selama tiga bulan hahaha," coba hibur Agam dengan Ghea yang sekarang mampu mengendus kesal.

"Gak usah bikin gue kesel siang-siang gini ya. Udah cuaca panas jangan bikin gue tambah panas."

"Ya udah salim dulu. Sebagai terima kasih kalo gue udah nganterin lo."

"Dih, emang siapa lo?"

"Yee, setelah mama pergi kan yang terus nganterin lo juga gue," ungkit Agam akan segala hal dalam sehari ini untuk kesekian kali.

Ghea tidak yakin pasti, namun rasanya seperti masih ada amarah besar mengingat hal itu semua. Perpisahan itu cukup menyakitkan hingga di titik Ghea tak lagi marah pada keadaan, namun pada diri sendiri.

"Gak usah ungkit-ungkit soal mamah lagi bisa gak?"

"Ya udah, lo salim sama diri gue sendiri aja karena udah jadi kakak yang baik hati dan tidak sombong serta rajin beribadah."

"Dih, ogah! Bye!"

"Heh, sama orang tua cium tangan!" seru Agam yang tak terdengar kala Ghea menutup pintu mobil kakaknya itu dengan sedikit hentakan.

Padahal sudah beberapa hari dan minggu berlalu Ghea mampu untuk tak sedikit pun mengundang kembali memori tentang mamanya, kini dirinya sampai harus berusaha mempercepat langkah memasuki kantor dengan pelataran amat sangat luas dan sesekali menggelengkan kepala kecil untuk menghalau kebencian yang ternyata masih bersarang disana.

Tapi tunggu sebentar, ini dirinya tidak salah kan? Pak Adi tidak salah memberinya alamat untuk memasuki kantor sekretariat daerah dimana menjadi satu dengan kantor walikota?

Jatuh Hati, Aparatur Sipil NegaraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang