Sudah satu jam lebih sejak adzan isya terdengar, Yudhi masih tak menemui tanda-tanda diri Ghea akan kembali.
Sudah beragam cara termasuk dirinya melayangkan panggilan dan banyak pesan, namun masih tak mendapati respon.
Dan kini dengan mendapati jarum jam mulai menunjuk pukul delapan malam, perasaan Yudhi makin tak karuan hingga merasa tak betah untuk terus terduduk dan memilih untuk mondar-mandir seperti orang linglung.
Ingin sekali Yudhi mencari langsung keberadaan gadis itu, namun ketika dirinya menghampiri di supermarket Galeri seperti yang Ainun sempat katakan, Ghea sudah tak lagi ada disana dengan keberadaannya tak lagi diketahui.
Kota ini terlalu besar, dengan Yudhi yang tak ingin melewatkan momen dirinya benar-benar bisa melihati gadis itu kembali kemari dengan selamat, dan dirinya yang juga kian tak mampu menampung banyak pikiran buruk.
Bukan maksud Yudhi untuk berlagak berlebihan. Bagaimana kalau Ghea tersesat? Bagaimana kalau gadis itu salah jalan? Atau bahkan lebih parahnya, bagaimana jika gadis itu kenapa-napa? Yudhi lahir dan besar disini, jadi dirinya tahu bahaya apa saja yang mungkin menimpa.
Bahkan ketika dirinya menilik kembali notifikasi whatsapp yang ada, sudah lebih dari dua jam sejak terakhir kali Ghea membuka hape. Jika satu hal kecil saja terjadi pada diri istrinya tersebut, Yudhi benar-benar tak akan memaafkan diri sendiri.
Ya dirinya paham kalau Ghea memang sering tak ingin merepotkan, tapi tidakkah gadis itu bisa berpikir bahwa sosoknya sendiri sekedar pendatang, ditambah statusnya sebagai seorang publik figure terkenal?
Pak Irfan yang tadinya berniat hendak mengambil air minum dari arah ruang tengah, terhenti seketika tatkala matanya mendapati diri Yudhi nampak belingsatan seperti orang panik.
Dari gelagat yang ditampilkan, Pak Irfan merasa seperti orang yang baru mengenal diri anaknya yang bisa sedemikian khawatir.
"Kenapa, pah?" celetuk Ainun yang baru keluar dari kamar menuruni tangga, ikut penasaran pada diri ayahnya.
"Kenapa anak itu? Macam orang bingung."
"Yudhi? Masih coba nyariin Ghea kali?"
"Ghea? Emang kemana dia?"
"Loh, papa ndak tau? Ghea masih belum pulang dari tadi siang. Makanya waktu Yudhi sampe rumah dan nanyain Ghea tapi gak ada, makanya panik dari tadi."
"Ng-nggak, gak tahu apa-apa..." balas Pak Irfan bersikap polos padahal dirinya mulai berprasangka sendiri. Benarkah gadis itu mengiyakan semua ucapannya untuk mengambil jarak dari Yudhi dan keluarganya?
"...tadi bapak cuma nganterin dia sampe Galeri, udah. Langsung balik kantorji."
"Oh gitu—"
Ngiikk! Bunyi gerbang pintu yang terbuka dari luar, sontak membuat Yudhi yang berusaha untuk mencari info dari teman-teman terdekat apabila sempat mendapati diri seorang artis ibukota tersasar, menoleh cepat pada sosok Ghea yang akhirnya menampakkan diri begitu santainya.
Dengan satu pandangan menyisir, Yudhi berusaha memindai memastikan bahwa sosoknya baik-baik saja, diikuti Ghea yang menatapnya polos dengan watados alias wajah tanpa dosa.
"Yudhi, kamu ngapain disini? Nungguin ya?" tengil Ghea dengan Yudhi tak bergeming menatap lekat.
"Abis dari mana?"
"Dari... beli bahan makanan. Nih..." pamer Ghea pada kresek hitam di tangan.
"Beli dimana sampe malam-malam gini? Kamu kemana waktu aku jemput di Galeri tadi? Kamu kesana kan?"
"I-iya sih kesana, cuman tadi—"
"Kamu gak nyasar?"
"Gak kok, kan aku bawa hape. Nanti kalo nyasar kan bisa pake maps juga—"
KAMU SEDANG MEMBACA
Jatuh Hati, Aparatur Sipil Negara
RomanceGhea Soedartono -- harus menerima takdir dan fakta bahwa ia diarak oleh warga bersama Yudhi Irfan sebagai kepala divisi humas kantor walikota, sekaligus atasan tempatnya magang untuk dinikahkan secara paksa. Selagi dirinya berusaha untuk melupakan...