Dia Yang Datang Membawa Hati #73

168 18 3
                                    

Setelah menanda tangani akta kesepakatan penarikan dokumen perceraian di kantor pengadilan, selagi menunggu Rifan kembali dari toilet sebelum mereka mengajukan dokumen izin untuk kembali tinggal bersama sebagai suami-istri lagi di kantor Mabes, Fina menyempatkan diri terduduk mengagumi indah taman belakang kantor.

Tidak dapat dijelaskan bagaimana haru dan senang, bercampur menjadi satu kala pengadilan benar-benar telah menyetujui dokumen perceraian mereka untuk bisa ditarik, dengan Fina yang juga sudah tak sabar untuk kembali memadu cerita di setiap harinya bersama Rifan.

Banyak hal yang ingin dirinya tunjukkan pada laki-laki itu, dan banyak cerita yang ingin dirinya tuturkan pada diri suaminya pula. 

Meskipun ada satu-dua hal yang mungkin akan berbeda nanti, namun Fina akan selalu berusaha memperbaiki.

Termasuk fakta bahwa dirinya dan Rifan yang sudah menerima dengan lapang dada dan legowo, bahwa sampai kapan pun mereka tak akan bisa memiliki momongan. 

Jika pun bisa, kemungkinan hanya nol koma satu persen dan mereka pun tetap akan menerima.

Tak ada salahnya juga menghabiskan hidup berdua hanya dengan Rifan, bahkan membayangkan cinta laki-laki itu terbelah untuk anak mereka nanti saja sudah membuat Fina cemburu duluan. Ya gimana dong, dirinya memang sudah se-bucin itu dengan suaminya sendiri.

Tentu ini semua menjadi berita yang baik, dengan Fina tak sabar ingin memberitahu semua cerita yang ada pada Ghea.

Mungkin setelah ini, dirinya akan mengundang Ghea untuk menyaksikan akad nikah dan janji pernikahan antara dirinya dan Rifan yang kedua kali, dengan harap Ghea akan ikut merasa senang dengan hubungan mereka berdua yang sama-sama sudah berbahagia. Dirinya bersama Rifan, dan Ghea bersama Yudhi.

"Tante, Abel mau duduk disini."

Baru saja Fina meraih hape untuk bisa menghubungi Ghea, tiba-tiba dirinya dibuat terkejut pada kedatangan seorang anak perempuan berumur empat tahun mengenakan seragam sekolah nampak kesusahan ingin ikut terduduk di kursi samping.

"Halo, Abel mau ikut duduk? Sini-sini, tante bantu ya?" angkat Fina lembut, dan melihati bagaimana gadis perempuan tersebut begitu santai mengeluarkan satu buah es krim, bertingkah seolah Fina bukanlah orang asing yang baru gadis itu kenali.

Sontak Fina mengedar pandang ke segala arah, mencari kemungkinan bahwa siapapun orang tua dari anak ini memang ada disini, atau membiarkannya bermain kesana-kemari tanpa pengawasan.

Tapi mungkin terbiasa bermain di sekitar lingkungan Mabes, membuatnya begitu mudah percaya dengan orang sekitar yang ada. 

Lagipula, siapa yang akan berbuat jahat sekalipun terhadap anak kecil di lingkungan markas besar TNI coba?

"Makasih, tante. Mau es klim gak?" tawarnya begitu pede.

"Iya sama-sama, buat Abel aja yah. Es krim nya beli dimana?"

"Di kopelasi sana, tante benelan gak mau es klim nya? Enak loh," ucapnya kini malah pamer.

Sontak dalam hati Fina berteriak gemas karena ternyata anak itu menawarkan es krimnya hanya untuk berbasa-basi saja. Dasar!

"Hahah gak usah, buat Abel aja ya semuanya. Abel baru pulang sekolah? Papa-mama Abel ada dimana sekarang?"

"Tuh disana," tunjuknya mengarah pada ruang kerja sosok sang Marsekal Pertama.

Rasanya Fina tak perlu heran lagi mengapa Abel yang notabene anak berumur empat tahun, sudah terlihat begitu cerdas dan pede ketika berbicara dengannya yang jelas-jelas adalah orang baru di lingkungan ini.

Orang tuanya saja sosok terpandang di kalangan Mabes TNI AU ini.

"Oh disana, es krimnya rasa apa? Enak gak?"

Jatuh Hati, Aparatur Sipil NegaraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang