Kebingungan Perasaan #5

363 25 2
                                    

1 bulan lalu.

Ghea tahu untuk kesekian kali, dirinya celingukan sendiri mengamati ruang kepala divisi humas seperti anak kecil.

Meski dirinya benar sedang duduk berhadapan dengan diri Yudhi, namun masih tak ada sepatah kata pun keluar dari mulut mereka selama lima menit belakangan. 

Terlebih pada laki-laki itu yang malah entah sibuk mengerjakan apa dari laptopnya. Hanya sayup suara obrolan dari Mbak Desti dan Akbar yang tertawa di luar serta gemuruh suara AC.

Atau malah jangan-jangan Yudhi sedang tidak ingin berbicara dengannya? Sedangkan Ghea ada disini hanya formalitas semata setelah pertemuan mereka yang malah mengundang tanya seisi ruang kantor.

Tapi gimana lagi coba? Ghea juga benar-benar tidak tahu bahwa laki-laki yang dirinya tubruk hingga menumpahkan satu gelas penuh mochachino ke seragam putihnya beberapa waktu lalu adalah sosok Yudhi di hadapan.

Padahal kan dirinya sudah meminta maaf dan berbaik hati untuk mencucikan baju seragamnya.

Pantas saja firasat Ghea meraung hebat kala mengingati bahwa ia seperti mengenali sosok bernama Yudhi sebagai atasan yang mereka bicarakan tadi. Tuhan, skenario apa yang sedang dirimu rajut untuk hambamu yang lemah dan bermental Yupi ini?

"Masih... marah ya?" sejenak tatap Ghea pada diri Yudhi.

"Gak, biasa aja," balas Yudhi seadanya dengan logat khas Makassar-nya.

"Jadi... lo kepala divisi humas ya?"

"Iya."

"Tuh kan jawabnya jutek gitu."

"Ya... biasanya kalo ngomong gini," balas Yudhi datar kini berani menatap Ghea balik.

"Ya maap kalo masih marah. Namanya juga gak sengaja, kan kemarin gue juga udah baik hati nawarin seragam lo buat di-laundry, lo nya gak mau. Lagian kenapa sih lo ada di belakang gue, kan pas balik badan gue jadi nubruk lo."

"Sekarang mau ngaku kalo kamu yang nabrak?"

"Ng-nggak ngaku juga sih, tapi intinya gue udah minta maaf dan kalo lo gak mau maafin itu masalah lo."

"Terus?"

"Tuh kan... Pak Yudhi, plis dong jangan marah-marah terus, gue beneran minta maaf. Jangan cuekin gue dong," rengek Ghea secara tiba-tiba seperti anak kecil sampai memegangi lengan Yudhi.

Menyadari perlakuan Ghea tentu sempat membuat Yudhi tersentak kecil. Mana gadis itu juga seperti tak tahu malu karena merajuk sendiri.

"Siapa yang nyuekin kamu?"

"Lo kan, masa dari gue masuk kesini gue terus-terusan dicuekin. Lo gak mau ngomong sama gue. Lo jutekin gue. Segitu marahnya?"

"Saya dari tadi diem karena bingung mau kasih kamu jobdesk apa karena jurusan kamu juga gak linier sama kerjaan kita, makanya daritadi saya nanya ke Adi tapi belum dibalas," jelas Yudhi panjang membuat Ghea merasa ge-er sendiri.

"O-oh... gue kira... ya tapi ngobrolin apa kek, jelasin apa kek, kan tiga bulan ke depan juga kita bakalan ketemu terus tiap hari. Emang mau terus-terusan diem-dieman gini? Gak kan?" cerewet Ghea yang mulai membuat Yudhi bisa membayangkan akan sepening apa kepalanya nanti.

"Ya ngobrolin apa? Terakhir dan pertama kali kita ketemu juga gak enak kejadiannya."

"Ya udah, kita kenalan lagi aja," ulur tangan Ghea dengan Yudhi memperhatikan sejenak sebelum membalas jabat tangan di antara mereka.

"Ghea Soedartono, anak magang baru bapak disini selama tiga bulan. Jadi plis jangan jutek, jangan galak, dan yang terpenting jangan pelit nilai karena di akhir magang nanti, bapak yang ngasih nilai buat gue."

Jatuh Hati, Aparatur Sipil NegaraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang