Skenario Janji Pada Mimpi #30

165 15 9
                                    

Terduduk manis di dalam mobil jeep offroad setengah terbuka siang hari ini, Ghea tak berhenti tertawa merasakan euforia hebat kala melintasi rute track kering namun dengan jalan yang terjal.

Tak kalah dari rombongan pula terdapat Desti, Akbar serta Pak Gun yang ada di depan mereka berseru seperti anak kecil karena adrenalin yang dirasakan.

Ghea sudah tak tahu berapa kali dirinya menepuk-nepuk lutut hingga perutnya kram karena tak tahan melihati bagaimana Pak Mahfud yang tadinya secara gagah dan jantan menyatakan tak sabar untuk menaiki mobil ini, kini dibuat lemas tak berdaya setelah beberapa kali memuntahkan isi sarapannya termasuk telur dadar dengan sayur lodehnya.

Yudhi yang melihati betapa kejam gadis itu menertawakan bapak-bapak seraya mengelus punggung Pak Mahfud di jok belakang, menggeleng tak habis pikir meskipun sesekali ia juga terkekeh tak tega pada karyawannya itu yang sudah seperti setengah koma.

"Pak... ini udah selesai belom?" lemas Pak Mahfud bertanya pada sang supir mengenakan kacamata hitam terlihat bodo amat pada penumpangnya sendiri.

"Hah? Kenapa?" balasnya saking asik mengemudi.

"Udah selesai belom—hueekkk."

"Pak Mahfud, muntahannya nyiprat sampe sini ihhh," protes Bu Fitri dari mobil di belakang mereka.

Menyadari betapa kacau keadaan, Ghea juga mulai menyerah karena perutnya benar-benar dikocok oleh adegan sitkom tepat di depan mata.

"Pak Mahfud, saya bawa antimo, pak! Mau gak?" seru Pak Gun menoleh ke belakang.

"Bawa golok gak, pak? Golok aja sini biar saya begal supirnya," ucapnya begitu lucu kini malah didengar oleh sang supir membuat semuanya tertawa.

"Hahaha, nahhh... kalo sekarang jalannya udah mulai lurus lagi, udah aspal semua," ucapnya bangga dengan Pak Mahfud yang dari tadi siaga mengeluarkan kepalanya ke samping mobil, sudah mampu terduduk dengan tenang.

"Alhamdulillah, kapok saya naik beginian. Ampun deh. Gak usah ketawa-tawa kamu, Ghea."

"Hahaha abisnya Pak Mahfud lucu banget sih, tadi katanya berani, penasaran terus pengen nyoba," balas Ghea pada pria itu yang menunjuknya.

"Kan saya gak tahu medannya hutan terkutuk kaya begini, Ghe. Mana sarapan saya udah keluar lagi, belum ada sepuluh menit di perut. Untung ada Pak Yudhi, maaf ya pak ya. Saya norak banget," ucap Pak Mahfud berterima kasih dengan menepuk-nepuk pundak laki-laki itu seolah lupa bahwa Yudhi adalah atasannya.

"Yang sabar, pak. Pertama kali emang ngagetin."

"Kalo mau ketawa gapapa, Pak Yudhi. Saya tahu kalo Pak Yudhi sama Ghea dari tadi emang pengen ngetawain saya, gapapa mumpung bisa. Hoek," jujur Pak Mahfud hingga bersendawa kecil dengan ekspresi seperti ingin muntah kesekian kali, sontak membuat Yudhi dan Ghea tergelak.

"Pak Mahfud, aman gak?!" seru Pak Slamet dari belakang.

"Aman, pak!" acung jempolnya membalas.

"Beneran? Soalnya ini ada cipratan muntahan bapak nempel di kaca mobil saya."

Trio bapak-bapak itu memang tak ada duanya dalam hal berbicara jujur hingga mengundang guyonan.

"Mas-mbak, ini satu kilometer ke depan udah masuk kawasan villa tempat mas-mbak menginap, kalo ada yang mau nyoba buat nyetir sangat kita perbolehkan."

"Loh terus bapak gimana dong?"

"Saya ikut rombongan supir lain yang jadi satu di belakang sana."

Ghea yang awalnya tak yakin karena mobil offroad ini memang bukan mobil sembarangan, mengedar pandang hingga mendapati Akbar di depan sana mulai berganti posisi dengan sang supir, diikuti Pak Slamet yang juga mengambil alih kemudi di belakangnya.

Jatuh Hati, Aparatur Sipil NegaraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang