Padahal Rama sedari tadi benar-benar terdiam tanpa mengucap sepatah katapun karena disibukkan membalas setiap pesan yang datang. Tetapi bagaimana Ghea ikut terduduk di samping menatap tersenyum sampai berpangku tangan, membuatnya sedikit bergidik ngeri.
Di antara banyaknya ornamen dan furnitur maupun orang-orang yang datang ke café malam ini, gadis itu lebih memilih untuk menginspeksi dirinya mulai dari menatap mata, alisnya, hidung hingga bibirnya seolah berusaha meyakini bahwa dirinya bukanlah seorang hantu.
Mana gadis itu juga terus berusaha menempel duduk dengannya meski sudah berulang kali Rama menarik diri dengan Ghea yang mendekatkan wajah seperti orang posesif akut.
"Kenapa sih, Ghe? Daritadi ngeliatin terus? Kangen banget?"
"Nggak, ge-er banget yeuuu."
"Terus kenapa?"
"Heran banget, masa bentukan cowok kaya kamu gini bisa menangin hati aku ya? Aneh banget."
"Hahah emang aku sejelek itu?"
"Aku gak bilang begitu loh ya. Kamu tuh ganteng loh, serius. Ganteeenggg banget. Mana rambutnya sekarang bisa keren gini mentang-mentang udah Letda ya," acak rambut Ghea karena rasa gemas yang tak tertahan pada betapa rupawan diri Rama malam ini meski mengenakan kaos santainya.
"Ya biar pantes aja."
"Pantes gimana? Kamu pake gaya rambut apapun tuh pantes-pantes aja tahu!"
"Biar pantes kalo aku jadi pacar kamu," serangan balik Rama membuat Ghea menggigit bibirnya merasa ingin berteriak kecil. Boleh makan orang karena rasa gemas gak sih?
"Dasar, gombal banget deh ya," colek Ghea membuat Rama sempat syok karena betapa centil pacarnya itu.
"Hahaha, kenapa? Mau cerita apa?" letak hape Rama kini sengaja membalas tatap dengan menyilangkan tangan di atas meja.
"Gak mau cerita apa-apa. Mau lihatin kamu aja. Perasaan kamu tambah putih bersih aja deh sejak lulus dari angkatan. Di jogja emang udah jadi kutub ya?"
"Aku biasa aja sayangku Ghea. Kamu tuh yang sekarang tambah susah dikenalin karena udah saking terkenalnya."
"Gak ada hubungannya ya Rama haha."
"Kalo kamu gak pengen cerita apa-apa, terus gimana kamu bisa tiba-tiba magang di kantor pemerintahan gitu?"
"Ya ceritanya panjang sih, jadi... sekarang kan aku udah skripsi dan tinggal selesaiin satu bab akhir aja. Nilai aku udah pada keluar sih cuman aku belum memenuhi syarat buat ikut wisuda karena aku belum ambil kurikulum magang yang harusnya aku ambil dua tahun lalu. Ya udah deh sekarang kepaksa, padahal udah coba mohon-mohon ke Pak Adi lagi. Oh ya, Pak Adi itu dosen aku yang paliiiinggg jahil dan ngeselin, ada aja tingkahnya dia itu..."
"Hmm... terus?" sikap Rama mendengar dengan seksama.
"...ya mau gak mau aku ambil kurikulum magang sekarang dimana banyak perusahaan lagi gak buka lowongan buat mahasiswa, apalagi yang udah semester tua kaya aku. Ya udah deh aku ikutin kata dia buat magang di kantor sekretariat walikota. Mana isinya banyak bapak-bapak, ada Pak Gun, Pak Slamet, Pak Mahfud, dan Bu Fitri. Emang sih ada Mbak Desti sama Akbar yang umurnya gak terpaut jauh, cuma ya aku ngerasa gak enak buat bercanda lebih jauh, apalagi ke Mbak Desti yang lagi hamil nanti sifat nyablak aku malah nular ke bayinya kan bahaya. Tapi mereka semua baiiikkk banget deh..."
"...terus ada juga Pak Yudhi, dia jadi kepala divisi humas di umurnya yang masih dua puluh delapan loh. Ya gak heran sih dia lulusan kedinasan top. Awalnya sih kita saling diem-dieman gitu waktu pertama ketemu, terus ada kejadian dimana aku sama dia—"
KAMU SEDANG MEMBACA
Jatuh Hati, Aparatur Sipil Negara
RomanceGhea Soedartono -- harus menerima takdir dan fakta bahwa ia diarak oleh warga bersama Yudhi Irfan sebagai kepala divisi humas kantor walikota, sekaligus atasan tempatnya magang untuk dinikahkan secara paksa. Selagi dirinya berusaha untuk melupakan...