Sudah menjadi insting dari seorang ayah kala tak melihati anaknya meski sedetik, Pak Andika Soedartono mencari ke seluruh sudut rumah hingga akhirnya menemukan sosok Ghea nampak terduduk sendiri di taman atas rumah dengan wajah termenung seperti abege baru putus cinta.
Apalagi Ghea, anak bungsunya itu yang selalu cerewet dan heboh sendiri namun malam itu tak sedikitpun terdengar suaranya membuat Pak Andika cemas.
"Dicariin dari tadi ternyata ada disini," celetuk ayahnya membuat Ghea menoleh kilat dan berlagak tak terjadi apa-apa.
"Papah tumben banget kesini?"
"Iya dong, biasanya selalu denger kamu ngoceehh mulu di meja makan tapi tadi gak ada. Papa kira kamu belum pulang, tapi Bi Inem bilangnya kamu di kamar, eh dicariin di kamar juga gak ada, ternyata ada disini. Udah makan belum?" ikut terduduk Pak Andika di samping.
"Udah kok, tadi makan di luar. Tapi harus banget ya yang diinget dari aku tuh selalu ngoceh sama cerewetnya? Gak ada hal lain lagi?"
"Ya apa lagi coba yang mau diinget soal kamu kalo gak cerewetnya? Dari kecil loh, dari masih bayi yang selalu beol sembarangan kamu selalu jadi yang paling rame di antara yang lain."
"Di antara yang lain itu siapa aja emang?"
"Kamu sama Agam."
"Ya iya dong, di keluarga ini kan cuma aku sama bang Agam sebagai anak papah. Gimana sih?"
"Haha iya-iya, tapi gapapa sih kalo kamu cerewet dan ngocehhh mulu, papa malah seneng."
"Idih, karena rame ya? Biar rumah gak kerasa sepi-sepi banget? Gitu?"
"Bukan, karena cara kamu yang gak pernah berhenti ngomong itu, bikin papa selalu inget sama mamah kamu..."
Ghea yang mendengar Pak Andika tanpa aba-aba mengungkit tentang mamahnya, membuat Ghea tak harus menjawab dengan apa.
"...persis banget, dari cara kamu ngomong, dari cara kamu ngomelin papah sama abang kamu—"
"Tapi kalo mamah gak pergi, pasti papa sama bang Agam gak akan pernah berantem seperti sekarang kan?"
Hela nafas Pak Andika dan memperhatikan jari-jemari sendiri tak memiliki jawaban pada pertanyaan Ghea.
Mungkin Ghea sedikit menyesali dengan mengungkit kembali apa yang terjadi antara dua laki-laki di rumah ini, namun sudah berbagai cara mediasi coba dirinya lakukan namun tak menemui hasil.
"Kenapa sih, pah? Gak ada cara lain ya? Kasihan loh bang Agam, Ghea juga kasihan sama papah."
"Kan papa cuma mau bantu Agam aja, gak ada salahnya juga kan?"
"Tapi emang gak ada cara lain lagi? Bang Agam sama Kak Felicya juga udah lama loh. Gak semudah itu tiba-tiba pisah gitu aja."
"Ya maka dari itu papah coba bantu Agam dengan cara-cara yang gak akan nyakitin baik itu ke Agam sendiri atau pacar abang kamu itu."
"Apa salahnya sih, pah? Bang Agam sama Kak Felicya juga—"
"Biar abang kamu itu gak ngulangin kesalahan yang sama seperti papah," terus terang Pak Andika, "Dari dulu, di antara kamu sama Agam, selalu aja dia yang paling susah dikasih tahu. Gak pernah sedikit aja dia dengerin. Bukan maksud papah buat berlaku jahat dengan pisahin Agam sama pacarnya, tapi papa udah pernah ada di posisi yang sama. Dan papa gak mau itu terulang lagi sama dia. Tapi cara papah mungkin salah ya? Mau gimana lagi, papah juga udah kehabisan cara, Ghe."
Rasanya sudah cukup lama Ghea tak berbincang berdua bersama ayahnya seperti ini. Pak Andika berkata jujur dapat terlihat dari ekspresi kesedihan yang bersarang disana.
![](https://img.wattpad.com/cover/343833397-288-k379462.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Jatuh Hati, Aparatur Sipil Negara
RomantikGhea Soedartono -- harus menerima takdir dan fakta bahwa ia diarak oleh warga bersama Yudhi Irfan sebagai kepala divisi humas kantor walikota, sekaligus atasan tempatnya magang untuk dinikahkan secara paksa. Selagi dirinya berusaha untuk melupakan...