Jika keadaan berbeda, tanpa perlu diminta Fina akan senang membantu bagaimana Rifan sedang bersiap mengemasi barang untuk ia bawa ke kantor. Bahkan pada setiap pertanyaan letak benda yang selalu laki-laki itu lupakan, Fina akan membantu mencarikannya.
Rasanya baru beberapa hari lalu mereka masih tertawa bercanda bahkan pada hal remeh temeh, namun kini semua berbeda dengan Rifan yang sudah mempersiapkan semuanya sendirian, sarapan yang laki-laki itu siapkan sendirian, bahkan minuman teh yang tak pernah absen untuk ia seruput juga laki-laki itu buat sendiri.
Fina tahu diri jika Rifan sudah tak lagi ingin bersamanya, namun sebelum surat yang laki-laki itu berikan bisa dirinya tanda tangani dengan ketukan palu hakim terdengar, Fina masih menjadi istri sahnya.
Fina tidak tahu lagi apa yang harus dirinya lakukan seolah semuanya serba salah, meski dirinya berusaha untuk mencari-cari topik atau hal yang bisa dirinya gunakan untuk memulai pembicaraan dengan Rifan.
Hingga ketika Fina mendapati ada satu badge kesatuan laki-laki itu yang nampak terlepas dari seragam dan tertinggal di atas meja, dengan cekatan Fina meraih dan berusaha mengejar sampai tak sadar mereka hampir bertabrakan di depan pintu.
Rifan yang sudah bersiap mengambil kunci motornya berniat untuk segera pergi, ikut terperanjak kaget kala Fina muncul di hadapan dengan begitu tiba-tiba.
"Mas Rifan... udah mau berangkat ya?"
"Iya, ada rapat lagi di Kodam," balas Rifan kini dengan nada bicara terdengar datar seolah tanpa ada satu pun perasaan laki-laki itu sematkan pada tiap kalimatnya.
"Oh gitu, ini... badge kesatuan sama tanda pangkat seragam kamu kayanya lepas deh."
"Masa—"
"Iya, sini biar aku bantu ya."
Belum sampai Rifan menilik letak posisi seragamnya, Fina memutuskan untuk memasang kembali aksesoris yang dimaksud. Begitu dekat hingga mereka saling bisa merasakan deru nafas masing-masing.
Bukan maksud Fina untuk sok modus atau mencari muka di hadapan Rifan, namun dirinya hanya tak ingin laki-laki itu terkena masalah kedisiplinan nantinya.
Dalam posisi yang amat sangat dekat itu, Fina sesekali mencuri pandang pada bagaimana Rifan yang juga melirik mengamatinya.
Tolong, tidak bisakah waktu untuk berhenti meski sejenak saja? Fina masih ingin merasakan hangat diri laki-laki itu dan ikut merasakan detak jantungnya dari telapak tangan yang ia sentuhkan pada dada bidangnya kini.
"Biar aku bantu—"
"Bisa kok, ini cuma... nah, udah," percepat Fina kala Rifan membuyarkan harapannya.
Lengkungan senyum tipis coba Fina tunjukkan melihati bagaimana tampan dan gagah diri suaminya di hadapan.
Memang tidak salah apabila banyak orang mengatakan betapa beruntung diri Fina bisa mendapatkan laki-laki se-keren Rifan. Namun sayangnya Fina terlalu serakah untuk bisa melihati itu semua.
Pun Rifan nampak sedikit menghela nafas berusaha untuk tak larut dalam momen yang selalu dirinya sukai ketika mereka bersama. Sudah tak ada harapan lagi dalam benak Rifan meski sisa-sisa rasa itu masih ada dan menghuni diri.
"Makasih udah ingetin, aku perg—"
"Tapi kayanya badge di seragam kamu udah mulai gampang lepas lagi ya, mas? Sama... baju dinas lapangan kamu yang hijau juga udah mulai pudar. Besok aku coba tanya ke koperasi deh ya buat penggantian seragam kamu," celetuk Fina mencegah niat Rifan untuk beranjak.
Sebentar saja, untuk sebentar saja Fina masih ingin berbicara berdua dengan laki-laki itu.
"Gapapa kok, gak perlu repot-repot. Nanti biar aku tanya ke Pak Hanif, dia jadi kepala koperasi dan SDM."
KAMU SEDANG MEMBACA
Jatuh Hati, Aparatur Sipil Negara
RomanceGhea Soedartono -- harus menerima takdir dan fakta bahwa ia diarak oleh warga bersama Yudhi Irfan sebagai kepala divisi humas kantor walikota, sekaligus atasan tempatnya magang untuk dinikahkan secara paksa. Selagi dirinya berusaha untuk melupakan...