Terduduk dalam sunyi di salah satu kursi ayunan taman, Ghea tak tahu harus menuruti kata hati yang memuji bagaimana nampak indah gulungan ombak pantai disana dengan pantulan rembulan malam, atau seribu kali memikirkan alasan mengapa Yudhi yang masih tak satu kalimat pun berbicara padanya mengenai kepindahan laki-laki itu.
Tentu menjadi kabar mengejutkan bagai petir di siang bolong kala Ghea mendengar kenyataan itu. Bukan tentang bagaimana Yudhi yang akan berjauhan dengannya, namun tentang alasan laki-laki itu yang tak ingin terbuka.
Dalam sayup-sayup sendiri, Ghea masih bisa mendengarkan bagaimana Pak Gun, Pak Mahfud dan Bu Fitri yang masih asik bernyanyi di ruang tengah vila tanpa henti sejak kejutan ulang tahun Desti tadi. Lagu apalagi yang mereka nyanyikan kalau bukan lagu khas jaman mereka yang tak Ghea kenali.
"Lagi mikirin Rama ya?"
Ghea yang tadinya sibuk dengan pikir sendiri, dibuat mendongak pada kehadiran Yudhi di samping begitu tiba-tiba tanpa terdengar satu suara langkah.
Ini Yudhi yang datang seperti setan dengan terbang atau memang Ghea yang keasikan melamun sendiri?
"Gak, biasa aja. Sok tahu banget," balas Ghea berusaha untuk bersikap biasa meski pikiran kesal mengenai laki-laki itu masih mengganggu.
Yudhi yang menyadari perbedaan sikap dari gadis itu malam ini, mulai menyesali kedatangannya yang rasanya tak tepat.
"Boleh duduk gak?"
"Ya udah duduk aja. Gak ada yang nyuruh bayar juga."
"Lagi marah ya?"
"Gak, biasa aja."
"Oh..."
Sungguh, Ghea tahu sikapnya amat sangat menyebalkan terlihat dari respon Yudhi yang sampai terbungkam sendiri. Namun Ghea yang ekspresif juga tak mampu untuk menutupi apa yang sedang dirinya rasakan.
"Udah makan?"
"Belom."
"Kok belum? Udah malem juga."
"Masih kenyang."
"Kenyang makan roti?"
"Ya kenyang aja, emang harus tahu banget gitu aku kenyang karena makan apa?" hardik Ghea.
"Ya udah, nanti kalo kamu laper—"
"Mau sampe kapan sih kamu mau terus bohongin aku?!"
Yudhi yang tadinya hendak beranjak dari sana membiarkan Ghea memiliki waktu sendiri, sontak mengurungkan niatnya kala gadis itu menoleh padanya dengan pandangan berkaca-kaca dan nada bicara yang sudah siap meledakkan emosi.
"Bohongin... soal apa?"
"Bahkan dengan pertanyaan se-sederhana itu kamu masih gak mau berterus terang?"
"Terus terang soal apa?"
"Hah, plis deh Yudhi. Kamu pikir aku masih se-polos itu ya? Sampe kapan kamu mau aku terus berpura-pura kalo aku gak tahu kamu ngajuin pulang ke Makassar?"
"Kamu tahu—"
"Tahu kok. Aku juga tahu rasanya gimana jadi orang paling bodoh dan ngerasa gak berguna di antara semua orang yang ngerti soal kamu mau dimutasi pindah tugas, aku juga tahu gimana rasanya jadi orang paling gak berguna karena orang yang paling aku percaya ternyata nge-bohongin diri aku selama ini."
Sejenak Yudhi berpikir cepat meski sikap tertegun tak dapat dihindari, "Aku gak bermaksud buat bohongin kamu—"
"Ya terus?"
"Aku cuma nunggu waktu yang pas aja."
"Nunggu waktu yang pas itu kapan? Waktu kamu udah mau pindah? Waktu kamu udah sampe rumah kamu di Makassar? Waktu kamu udah ketemu sama orang baru lagi dan lupain semua orang yang ada disini?"
![](https://img.wattpad.com/cover/343833397-288-k379462.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Jatuh Hati, Aparatur Sipil Negara
RomanceGhea Soedartono -- harus menerima takdir dan fakta bahwa ia diarak oleh warga bersama Yudhi Irfan sebagai kepala divisi humas kantor walikota, sekaligus atasan tempatnya magang untuk dinikahkan secara paksa. Selagi dirinya berusaha untuk melupakan...