Kalimat Yang Tak Sampai Untuk Diutarakan #15

251 21 2
                                    

1 bulan yang lalu.

Seperti inilah realitanya apabila dunia yang Ghea kenali hanya perkotaan dengan gedung-gedung besar, pusat perbelanjaan megah, dan semua pra-sarana ada hingga membuatnya tak tahu harus bagaimana kala melewati perkampungan kecil dengan beberapa rumah saling berdempetan.

Mana dirinya juga harus mengekor pada Yudhi yang meninggalkan motornya jauh di belakang sana.

Hari mulai sore dengan langit kian gelap, Ghea tak serta merta membawa diri saja, ada satu buah kamera dengan strap ia kalungkan mulai terasa mencengkram pundak serta lehernya.

"Awas hati-hati," perhatian Yudhi kesekian hari ini dengan menawarkan tangan bagi Ghea untuk melompati beberapa genangan air kotor.

Tentu dengan senang hati Ghea menerima uluran tangan atasannya itu dan melemparkan senyum tipis sebagai tanda terima kasih. Mana dirinya juga sedang memakai sendal jepit yang terasa seperti ingin putus.

Namun lebih dari itu, sesekali Ghea memperhatikan bagaimana lucu dan tampan diri Yudhi kini.

Ya Ghea memang tak menampik fakta bahwa Yudhi memang pribadi yang menyenangkan dibuktikan dengan bagaimana centil emak-emak dan perempuan dari divisi sebelah yang gemar untuk menggodanya.

Tapi ingatkan diri Ghea lagi bahwa mereka baru beberapa minggu berkenalan, dan sampai detik ini pula, tidak ada gejolak perasaan yang berlebihan.

Hanya sekedar dua orang yang saling berkenalan, dan akan saling melupakan setelah Ghea menuntaskan misi magang selama tiga bulannya dengan mendapat nilai yang layak.

"Tapi kita masih jauh ya? Udah mulai sore loh."

"Kalo dari tempat yang diceritain emang di sekitar sini."

"Lo sendiri belum pernah dateng kesini gitu?"

"Belum," balasnya polos.

"Tuh kannn... kalo kepala divisi harusnya paham tau!"

"Ini juga proyek dari Pak Walikota, dan yang biasa upload beritanya juga Akbar."

"Lagian si Akbar kemana sih..." gerutu Ghea yang dibalas tatapan ingin tertawa dari Yudhi, "Dih, ngapain senyum-senyum? Seneng banget lihat orang menderita ya?"

"Emang kenapa kalo udah sore? Kamu takut kalo lihat bulan bikin kamu berubah jadi serigala?"

"Ya gak segitunya juga kali," terkekeh mereka pada percakapan kecil, "Tapi lucu juga ya? Kalo gue jadi serigala, orang pertama yang bakalan gue buru itu lo!"

"Emang bisa?"

"Ya bisa dong. Radar serigala itu kuat, bisa ngejar mangsa dari jarak jauhhh banget."

"Gapapa kalo kamu jadi serigala, aku rela dikejar-kejar."

"Ihh Yudhi, mupeng banget deh ya!" tampol Ghea tak ia tahan-tahan lagi pada sosok laki-laki yang ikut berjalan berdampingan dengannya menyusuri rumah-rumah warga yang mulai terang oleh lampu.

"Tapi daripada jadi serigala, kenapa kamu gak pengen berubah jadi hewan yang lebih berguna?"

"Apaan tuh?"

"Babi ngepet. Bisa dapat duit."

"Yudhi lama-lama gue tampol masuk rumah sakit beneran ya! Hiihhh!" kesal Ghea disambut Yudhi menghindar cepat.

"Eits, gak kena!"

"Ngeselin banget deh ya—eh tapi... kalo lo bisa jadi hewan, lo pengen jadi apa? Bentar-bentar, gue tahu jawabannya, lo...pengen jadi singa?"

Yudhi menggeleng.

"Ehm... harimau? Beruang? Elang?"

Tolak Yudhi dengan menggeleng pada semua tebakan Ghea. Melihati gadis itu yang kesal sendiri padanya, bagai candu membuat Yudhi tak mampu menahan senyum.

Jatuh Hati, Aparatur Sipil NegaraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang