Di antara banyak benda dalam rak-rak toko yang dirinya kunjungi di bilangan salah satu mall, Fina masih tak menemukan satu barang menarik perhatian untuk bisa dirinya jadikan hadiah.
Untuk alasan apapun, Fina tak akan pernah lupa kapan hari ulang tahun Rifan dan dirinya tak pernah sekalipun absen untuk memberi laki-laki itu kejutan. Namun sudah hampir setengah jam berlalu, dirinya masih tak mampu menemukan benda yang mungkin akan membuat laki-laki itu tersenyum sumringah.
Tapi benarkah laki-laki itu akan menerima baik hadiah darinya? Mengingat bagaimana hubungan mereka kian hari terasa semakin berjarak dengan laki-laki itu yang bahkan berbicara dengannya jika sedang membutuhkan saja.
Ingin hati Fina memberikan laki-laki itu jam tangan, namun dirinya sudah memberikan hadiah yang sama tahun lalu. Ingin hati Fina memberikan dompet atau aksesoris seperti handbag, namun dirinya juga sudah memberikannya kala peringatan hari pernikahan mereka tahun lalu.
Sudah setahun lamanya ya sejak mereka masih bisa tertawa bahagia dengan Fina masih bisa merasakan bagaimana sukacita itu? Begitu cepat waktu berlalu dan kini hubungan mereka berbalik seratus delapan puluh derajat dengan Fina sendiri tak tahu harus memperbaikinya dengan apa.
Dalam pencariannya yang kesekian di toko yang selalu menjadi langganannya itu, mata Fina tertuju pada salah satu sling bag hitam keren yang Fina yakini mungkin akan Rifan sukai.
Namun baru saja tangannya berusaha meraih benda tersebut, datang tangan perempuan lain yang juga ingin meraihnya sontak membuat mereka terkejut satu sama lain.
"Eh sori, mau ambil ya?"
"Yah, cuma sisa sat—loh, Fina? Fina, kan?" panggil sosoknya membuat Fina sempat terdiam hingga mengenali wajah cantik itu.
"Eh Tanti, kok lo ada disini sih?"
"Ya ampun Fina, udah lama banget gak ketemu. Iya gue lagi nyari barang buat hadiah suami gue. Lo gimana kabarnya?" ucap gadis yang ia kenali sebagai sahabat masa SMA membuat senyum sumringah Fina mengembang.
"Baik kok, lo sendiri nih makin cucok aja sih."
"Halah-halah, tumben banget lo muji-muji gitu. Biasanya lo nyinyir dari dulu hahaha," terkekeh mereka dengan Fina tiba-tiba menyadari satu hal.
Benarkah dirinya senang memuji sekarang? Fina mengenali sifatnya sendiri yang memang senang mengejek dengan maksud bercanda, tapi... dari mana kebiasaan senang memuji orang lain ini datang?
"Hahah, udah lama banget deh ya kita gak ketemu."
"Sejak kita maba gak sih, Fin? Kita pernah daftar kampus yang sama, lo diterima gue nya kagak. Pisah deh."
"Udah gapapa. Kan lo juga dapet kampus yang lebih top malah haha. Lo kesini nyari hadiah buat suami lo?"
"Iya Fin, tapi gue bingung. Kalo mau gue kasih dompet, gue udah pernah ngasih. Kalo mau gue kasih aksesoris lain buat suami, udah juga semuanya. Bingung mau apa."
"Ya sama. Gue juga gitu, kayanya semua hadiah udah gue kasih juga ke suami. Masa mau dikasih tas gambar peri kan gak mungkin juga."
"Hahaha sebenernya boleh dicoba tuh, biar cucok. Eh tapi lo masih... sama Rifan kan? Rifan suami lo bukan sih namanya?"
Fina yang masih ikut tertawa perlahan terdiam dengan mengangguk kecil. Masih suami ya?
"Iya, masih kok. Masa gonta-ganti."
"Nah bener, soalnya pertama kali gue kenal sama suami lo juga kan pas resepsi doang."
"Masa sih?"
"Iya, lo sih sibuk mulu. Mentang-mentang udah jadi ibu persit."
KAMU SEDANG MEMBACA
Jatuh Hati, Aparatur Sipil Negara
RomanceGhea Soedartono -- harus menerima takdir dan fakta bahwa ia diarak oleh warga bersama Yudhi Irfan sebagai kepala divisi humas kantor walikota, sekaligus atasan tempatnya magang untuk dinikahkan secara paksa. Selagi dirinya berusaha untuk melupakan...