Setelah merasa yakin tak ada lagi sisa pekerjaan, seperti janji yang telah dirinya utarakan pada Ghea dan tak sabar untuk bisa menikmati waktu berdua, Yudhi mulai memacu mobilnya untuk bisa cepat pulang.
Kalau diingat-ingat lagi, baru pertama kali ini dirinya dan Ghea tidak bertukar pesan hampir seharian penuh.
Antara dirinya yang memang disibukkan dengan berbagai laporan evaluasi Expo kemarin, atau Yudhi yang memang tak ingin membuat dunia Ghea hanya selalu berputar tentang dirinya.
Sebenarnya tak ada firasat sedikit pun menghinggapi, hanya perasaan bungah dengan berbagai macam rencana akan apa-apa saja yang hendak dirinya lakukan dan kenalkan bersama Ghea.
Tentang coto Makassar favorit milik Pung Aman, kedai kopi milik Ahmad sebagai tempat dirinya dan keluarganya sering menghabiskan waktu bersama, warung bakso milik Pak Suwar yang tiada tandingannya, sampai Yudhi yang sudah tak ingin menunggu waktu lagi untuk memberikan satu buah kotak kado sengaja dirinya persiapkan sore ini.
Dirinya tak tahu pasti apakah Ghea akan dibuat senang dengan apa yang menjadi pemberiannya kali ini, namun Yudhi sudah bisa membayangkan akan bagaimana terkejut sekaligus tingkah lucu gadis itu kala membuka satu kotak kado yang kini tergeletak di kursi samping, bak penumpang istimewa yang harus dirinya jaga baik-baik.
Hingga tak butuh waktu lama kala dirinya membanting stir kemudi untuk memasuki kompleks perumahan dan menghentikan mobil tepat di depan rumah, Yudhi sempat dibuat bertanya kala mendapati adanya satu mobil sedan berwarna hitam mengkilap terparkir tak jauh disana.
Satu yang dirinya lihati, yakni plat mobil tersebut memang berasal dari sini, tapi Yudhi merasa tak pernah mengingati ada seorang tamu yang datang kemari membawa mobil semewah itu.
Bahkan pada tetangga-tetangganya sekalipun, seolah memang ada satu tamu penting datang kala mendapati pintu rumahnya terbuka, diikuti suara beberapa obrolan dari dalam sana.
Awal niat Yudhi hanya ingin sekedar berbasa-basi pada siapapun tamu yang datang sampai dirinya menjemput Ghea dan kembali pergi, namun kala langkah kakinya melewati ambang pintu dan mendapati sosok Ghea ternyata ikut terduduk ditemani satu koper besar berdiri di samping seolah sudah siap untuk berpamitan, sontak membuat Yudhi menatap bingung.
Namun tak hanya itu, Yudhi juga mendapati adanya seorang laki-laki yang berumur tak jauh dari Ghea ikut terduduk bersama.
Sontak Yudhi berpikir keras berusaha mengenali meski gagal. Dirinya tak pernah bertemu pada siapapun laki-laki yang nampak luwes untuk menjadi seorang artis seperti Ghea.
Dan tak terkecuali pula, Pak Irfan dan Bu Ning yang sedang menjamu sang tamu, nampak tak terkesiap dengan kehadiran dirinya seolah sudah mereka nantikan.
Di sisi lain Ghea yang masih belum siap dan sedang menyusun berbagai kalimat sulit untuk bisa dirinya ucapkan pada Yudhi meski selalu saja menemui kebuntuan, terperanjak tak sadar hingga mulai berdiri dari duduk dengan memberikan sorot tatap kekhawatiran dan panik, seolah lara besar sedang tergores dalam batinnya.
"Kenapa ini?" satu kalimat yang hanya bisa Yudhi ucapkan.
Dirinya tak ingin terus dibuat bertanya-tanya pada situasi yang ada. Namun bukannya jawaban yang Yudhi terima, namun tatap iba dari semua mengundang firasat bahwa sesuatu sedang terjadi.
Terlebih dari empat orang yang ada disana, fokus dan perhatian Yudhi selalu tertuju pada diri Ghea dengan tingkah lakunya menguatkan perasaan tak mengenakkan.
"Ghea, kok kamu bawa koper? Kamu mau kemana?"
"Aku... ijin mau pulang."
"Pulang? Katanya mau jalan-jalan sore ke Rindam? Hari ini aku udah pulang lebih awal."
KAMU SEDANG MEMBACA
Jatuh Hati, Aparatur Sipil Negara
RomanceGhea Soedartono -- harus menerima takdir dan fakta bahwa ia diarak oleh warga bersama Yudhi Irfan sebagai kepala divisi humas kantor walikota, sekaligus atasan tempatnya magang untuk dinikahkan secara paksa. Selagi dirinya berusaha untuk melupakan...