Dalam posisi menunggu antrian untuk bisa ikut menaiki kuda yang mereka sewa dalam perjalanan mengitari tebing-tebing dan bukit hijau pantai, Ghea tak mampu menahan tawa melihati Akbar yang ragu-ragu karena rasa takut bersentuhan dengan sang hewan.
Pun tak kalah Bu Fitri yang terus saja menggerutu kecil kala bersusah payah berusaha menaiki karena tubuhnya tak cukup tinggi.
"Desti... hahaha gue keren gak? Kok disitu aja? Gak bisa ikut lo?" ejek Akbar jtak sadar begitu jumawa mengejek Desti yang tak bisa ikut bersama karena kehamilannya.
"Dih, awas lo kena tendang kudanya baru tahu rasa!"
"Astaga ini gak ada cara lain lagi buat saya naik ya, mas? Ehhh topi saya nyangkut," masih bingung Bu Fitri begitu rempong memikirkan topi koboi nya.
"Bu Fitri kayanya lebih cocok naik kambing aja, bu. Gampang," sahut Pak Slamet berani bercanda mengundang tawa dari semua.
"Udah naik semuanya?" celetuk Yudhi yang datang entah dari mana nampak tampan mengenakan kaos hitam dan celana panjang serta topi menempel di kepala.
"Udah kok, tinggal... kita berdua ya? Tapi lihat deh Bu Fitri lucu banget gak bisa naik hahah," tertawa Ghea pada bagaimana mas-mas sang pemilik penyewaan kuda yang membantu harus sampai berlagak seperti sedang meminggul karung semen.
Ghea memang melihati bagaimana hiburan gratis tepat ada di depan matanya. Namun Yudhi yang juga melihati ada sosok manis di depan mata, menatap diri Ghea yang mulai nampak kepanasan dan silau dengan sesekali menengadahkan tangan di depan wajah.
Dengan cekatan dan penuh perhatian, Yudhi melepas topi yang dirinya pakai untuk bisa ia bantu kenakan pada kepala Ghea teduh.
Tak menduga datangnya bentuk kasih sayang yang Yudhi tunjukkan, Ghea sontak menoleh melihati bagaimana laki-laki di hadapan menatap dengan ekspresi silau dan tersenyum tipis padanya. Padahal Ghea juga tak memintanya namun dengan sukarela Yudhi rela melakukan.
"Biar muka kamu gak belang nantinya," ucap Yudhi dengan Ghea tersenyum tipis dan menurut saja kala laki-laki itu berusaha mengeratkan topi pada kepalanya.
"Permisi mas-mbak, ternyata temen saya yang satu gak bisa dateng kesini karena kudanya sakit. Jadi tinggal sisa kuda saya aja satu," datang mas-mas lain membawa kuda coklatnya dalam genggaman tali.
"Yah, terus gimana dong, mas?"
"Kalo... satu kuda buat berdua sih... masih bisa, mbak. Kalo boleh tahu, tinggal sisa berapa yang belum dapat kudanya?"
"Tinggal... saya sama Yudhi aja."
"Gak ada kuda pengganti lagi, mas?" sahut Yudhi.
"Waduh maaf gak ada, pak. Cuma tinggal satu ini dari grup kita."
Yudhi mulai berkacak pinggang dan melihati sekitar berusaha memutar otak untuk mencari alternatif lain, begitu pula Ghea yang tak sadar menggigit jemarinya karena tak mungkin ia akan bertingkah sok bermesraan dengan Yudhi yang notabene atasan magangnya sendiri. Akan seperti apa pandangan dari semua orang terhadapnya?
"Kalo kamu sendiri aja yang naik gapapa ya?" rela Yudhi kesekian membuat Ghea merasa tak enak.
"Ihh gak gitu tahu, masa udah jauh-jauh dateng kesini kamu gak ikut naik. Mas, gapapa deh kita satu kuda berdua aja."
"Aku gak ikut gapapa, Ghe."
"Gak boleh, pokoknya harus ikut. Mas, ini gimana deh? Nanti saya naik berdua tapi kudanya gak marah kan? Kuda, permisi ya kuda cantik, eh ganteng," tanpa sempat mendengarkan Yudhi berbicara lebih dulu, gadis itu sudah ugal-ugalan naik sendiri bahkan tanpa bantuan sedikit pun.
KAMU SEDANG MEMBACA
Jatuh Hati, Aparatur Sipil Negara
RomanceGhea Soedartono -- harus menerima takdir dan fakta bahwa ia diarak oleh warga bersama Yudhi Irfan sebagai kepala divisi humas kantor walikota, sekaligus atasan tempatnya magang untuk dinikahkan secara paksa. Selagi dirinya berusaha untuk melupakan...