Padahal sudah berulang kali Yudhi mengatakan bahwa dirinya tak ingin merepotkan Ghea yang ingin mengantarnya bekerja, namun Ghea masih tetap bersikukuh untuk berada di balik kemudi mobil yang mulai memasuki halaman kantor gubernur.
Terlebih, Yudhi juga sudah tahu konsekuensi apa yang akan timbul jika ia membawa sosok Ghea Soedartono kemari. Dirinya hanya tidak ingin membuat huru-hara di kalangan karyawan yang ada.
Tapi Ghea tetaplah Ghea. Sudah cukup Yudhi melihati kegalakan dan rasa tak tega gadis itu yang telah rela menjaga dirinya semalaman penuh. Alhasil, kini ia hanya bisa terduduk pasrah di jok samping melihati atraksi gadis itu membanting stir memasuki halaman parkir gedung staff utama.
"Yudhi, ini gedung tempat kamu kerja? Gede banget ya. Wah, kamu hebat banget dong bisa jadi kepala staff kantor utama sekarang," kagum Ghea pada pemandangan yang disajikan.
"Iya, sampe harus dianter sama kamu sebagai ibu kapolda buat berangkat kerjanya."
"Hah? Kapolda apaan?"
"Kepala polisi dapur," balas laki-laki itu mengundang tatap heran Ghea.
"Dihh bisa-bisaaan ya bikin julukan. Tapi emang kenapa sih? Gapapa kan? Aku tuh cuma gak mau kamu kenapa-napa di jalan. Udah dua kali aku lihat kamu sakit, aku cuma mau pastiin kalo kamu bisa sampe kantor dengan selamat pake mata aku sendiri. Nih, kalo sama aku kan sampe kantor dengan selamat. Yuk keluar..."
Setelah menempati tempat parkir yang memang diperuntukkan bagi karyawan yang memiliki jabatan tinggi, Ghea mulai mematikan mesin dan melepas sabuk pengaman meski Yudhi masih tak bergeming di tempat membuatnya mengurungkan niat.
"...kok diem aja? Kenapa?"
"Ya tapi aku kan udah gak sakit lagi, sayang."
"Emang kenapa sih kamu gak mau aku anter? Malu ya?"
"Bukan sayang, aku gak mau repotin kamu aja sampe harus anter jauh-jauh kesini. Apalagi sampe nganter aku ke dalem naik tangga banyak."
"Ini tuh deket tahu, tapi... ya gapapa sih kalo kamu emang malu dianter sama aku. Maaf ya gak bisa ngertiin kamu," tertunduk Ghea lengkap dengan ekspresi memelas tak ayal membuat Yudhi mulai merasa bersalah.
"Aku gak malu, Ghe. Cuma—"
"Gapapa kok, kamu gak perlu bohong lagi. Pasti ada peraturan yang harus kamu ikuti dan ada hati karyawan lain yang harus kamu jaga ya? Ya udah abis ini aku langsung pesen taksi online aja buat pulang—"
"Ya udah iya," cegah Yudhi cepat kala Ghea hendak membuka hapenya.
"Iya apa?"
"Anter aku sampe ruangan."
"Gak mau ah. Katanya malu? Kalo malu biar aku pulang aja. Aku juga gak se-tega itu buat bikin kamu risih disini."
"Gapapa, sayang."
"Beneran? Yakin? Aduh gak usah deh, aku pulang aja ya, Yudhi. Kamu kan juga masih baru disini, aku gak pengen kamu kenapa-napa ke depannya—"
"Gak kenapa-napa, anterin aku sampe dalem ya? Plisss," tarik tangan Yudhi yang kini malah berbalik memohon.
Padahal tadinya Yudhi sudah berusaha teguh dengan pendiriannya untuk menolak kebaikan gadis itu, namun rasa sayang dan tak ingin membuat Ghea berkecil hati membuatnya benar-benar berubah pikiran.
Kini malah Ghea yang berusaha menolak tawarannya sendiri. Ini gimana coba?
"Yudhi, gapapa?"
"Gapapa, ayo. Mumpung masih agak sepi—"
"Ehhh bentar-bentar," cegah Ghea sebelum laki-laki itu melangkah setelah memegangi pergelangan tangannya.
Dengan satu sapuan lembut pada dahi Yudhi, Ghea berusaha merapikan rambut dan menatap manis pada suaminya yang nampak masyallah barakallah gantengnya tidak karuan mengenakan seragam ASN kremnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Jatuh Hati, Aparatur Sipil Negara
RomanceGhea Soedartono -- harus menerima takdir dan fakta bahwa ia diarak oleh warga bersama Yudhi Irfan sebagai kepala divisi humas kantor walikota, sekaligus atasan tempatnya magang untuk dinikahkan secara paksa. Selagi dirinya berusaha untuk melupakan...