Seperti biasa, jangan lupa tinggalkan jejak sebanyak-banyaknya💃
"Lo bisa bikin kepala dia bolong dengan tatapan laser lo itu, Gish." Kirei merebahkan tubuhnya di atas salah satu kursi tribun lapangan basket. Dari posisinya kini, ia bisa melihat dengan jelas punggung tegap Gish serta kemana kepala cowok sedang mengarah. "Kenapa, sih? Gue liat-liat kayaknya ada yang nggak beres antara lo sama si Kai."
Gish yang sedang duduk di kursi lain samping Kirei, menolehkan kepalanya ke arah gadis itu. "Maksud lo?"
Kirei, dengan dua jarinya, menunjuk ke arah mata Gish dan arah dimana jogging track berada secara bergantian. "Daritadi lo melototin jogging track. Lebih spesifiknya lagi, daritadi kepala lo nggak bisa diem liatin satu murid yang lagi bolak-balik lari di sana; Kaina. Lo naksir sama dia?"
Gish melempar jaket olahraga miliknya ke arah Kirei. "Sembarangan."
"Bau keringet, bangke!" Kirei melempar balik jaket itu ke pemiliknya. Ia bangun dari posisi berbaring dengan sebelah tangan menutup hidung; pura-pura terganggu dengan bau khas parfume Gish yang lebih mendominasi dibanding bau keringat itu sendiri. "Tapi serius, Gish. What's wrong?"
"Nothing." Gish mengalihkan pandangan ke arah lapangan basket yang masih diisi penuh oleh teman-temannya yang lain.
Proses penilaian baru saja selesai, tapi jam pelajaran olahraga masih tersisa beberapa menit lagi. Di sana, dua grup basket laki-laki sedang bertanding, sisanya ada yang memilih duduk di tribun seperti dirinya sekarang, ada yang ke kantin, ada juga yang berdiri di sisi lapangan menyemangati grup-grup tersebut.
Salah satunya Zai. Gish beralih memperhatikan gadis itu.
"Sekarang adiknya?" Kirei mendesah malas. "Lo kalo suka sama cewek serius dikit bisa nggak, sih?"
Gish menyangkal, "gue lagi nggak suka sama cewek manapun."
"Lo mau gue percaya sama omong kosong lo itu, big boy? Enam bulan belakangan ini lo lagi usaha deketin si Zai—jangan nyela," Kirei menutup mulut Gish dengan telapak tangannya, "—semua orang di kelas udah tau—lo memperlakukan dia dengan cara yang berbeda, jelas kita sadar. Cuma orangnya sendiri kayaknya yang nggak sadar. Heran gue sama si Zai, sinyal sekenceng itu masih aja lempeng. Tapi akhir-akhir ini gue perhatiin lo kayak ke-distract sama Kakaknya. Pindah haluan lo?"
Gish mendengus, menjauhkan wajahnya dari jangkauan tangan Kirei. "Gue bilang jangan ngomong sembarangan."
"Ngomong sembarangan bagian mana? Bagian lo yang beberapa bulan ini lagi deketin si Zai?"
"Bagian gue yang ke-distract Kakaknya."
"Jadi?" Kirei menyeringai, kepalan tangannya meninju bahu Gish. "Bagian lo yang lagi deketin adeknya itu bener?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Faradita; The Moment We Meet, We Fall.
Teen Fiction[SEKUEL TRIPLETS SERIES #1 : EVERYTHING IN TIME] Kai benci mengatakan kalau kehidupan masa SMAnya akan berakhir seperti film-film bertema high school kebanyakan. Lingkungan pergaulan yang berlebihan, drama ini-itu, hingga terlibat dalam percintaan s...