Faradita - Bab 22

2K 417 93
                                    

Bacanya pelan-pelan aja, biar awet

Gish memarkirkan mobilnya di salah satu area basement yang kosong

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Gish memarkirkan mobilnya di salah satu area basement yang kosong. Saat mesin mobil mati, ia memutuskan untuk tidak langsung keluar. Diam sejenak seolah tengah memikirkan sesuatu.

Ini masih pagi. Proses belajar-mengajar belum dimulai dan bel masuk pun belum terdengar tapi... kepalanya seolah sudah penuh. Terpakai oleh sesuatu yang bukan urusannya, bukan kewajibannya, dan jelas-jelas bukan tugasnya. Dia hanya remaja yang bahkan belum menyentuh usia 18, tapi tanggung jawabnya seolah setara dengan pria paruh baya dengan satu anak remaja yang merepotkan.

Helaan napas kasar lolos dari bibirnya. Tangan yang pagi ini belum terbalut blazer itu meraih ponsel yang tadi dia taruh asal di dalam cup holder, lalu bergerak mencari kontak yang semalam ia coba hubungi berkali-kali.

Percobaan pertama, nihil. Tidak ada jawaban persis seperti semalam.

Kedua, Gish masih tidak mendapat jawaban yang ia inginkan.

See? Sangat merepotkan.

Kalau percobaan ketiga masih tidak ada jawaban... ah, sialan!

Gish menutup teleponnya, menyerah. Ia kemudian meraih tas dan blazer dari kursi penumpang dengan kasar. Membuka dan menutup pintu mobil sama kasarnya sebelum masuk ke dalam lift dan memutuskan untuk mengurus masalah ini lain waktu.

Tapi saat dirinya baru melangkahkan kaki keluar dari lift setelah tiba di lantai tujuan, panggilan dari Arga masuk. Berdecak, cowok itu menyingkir ke area yang lebih sepi di dekat gedung seni.

"Good morning!" Sapaan bernada riang itu Gish terima saat mengangkat telepon. "Di sana pagi, kan? What's up, brother? Miss me already?"

Gish menahan luapan amarah begitu samar-samar mendengar suara musik dengan beat keras menjadi latar panggilan mereka. Seriously? Di saat dirinya lagi-lagi dijadikan pelampiasan ketidakpuasan Astrid Baskara terhadap urusan akademis anak sulungnya itu?

"Lo udah nggak waras! Seriously... clubbing, Arganta? Lo nggak liat histori panggilan dari gue semalam?"

"Gue liat, tapi gue nggak mau jawab. Gue tau lo-" ucapannya tertahan cegukan dan erangan panjang seolah Arga tengah menyadarkan dirinya sendiri dari efek mabuk,"-mau ngomong apa. Menyampaikan pesan cinta dari bu Astrid, kan?"

Gish mendengus. "Do you intend to run away from your fucking responsibilities? What are you... Seven?!"

"Ya, ya, ya. Classic Gish, the mature one. M-hm. Adik kecil gue yang pintar dan bertanggungjawab! Cheers, fellas!"

Gish memijat tulang hidungnya. Dengan suara rendah, ia mengabaikan ucapan tidak jelas Arga, "lo angkat telepon dari Mama, jelasin ada masalah apa sama paper lo itu. Jangan nyusahin gue. Lo tau sampe jam berapa gue dilarang keluar dari ruang kerja karena masalah lo? Jam tiga pagi, sialan! Jam tiga!"

Faradita; The Moment We Meet, We Fall.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang