Faradita - Bab 23

2.1K 404 93
                                    

Enjoy🌹

Gish mengenal sahabat-sahabatnya sudah cukup lama

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Gish mengenal sahabat-sahabatnya sudah cukup lama. Awalnya dengan Kirei, mereka berdua bisa dibilang tumbuh besar bersama di lingkungan yang sama pula. Kedua orangtua mereka saling mengenal dan tak jarang agenda dari para orangtua itu mengharuskan Gish dan Kirei berada di ruangan atau di tempat yang sama. Secara otomatis hubungan persabatan keduanya terjalin karena intensitas pertemuan itu.

Lalu dengan Gege, Gish berteman dekat dengan cowok itu terhitung sejak mereka menginjakkan kaki di Elementary School yang sama. Berawal dari memiliki hobi yang serupa yaitu menginvasi perpustakaan hanya untuk meminjam banyak buku atau sekadar membaca hingga lupa waktu. Dan dari sanalah cerita persabatan mereka tercipta dengan mengikutsertakan Kirei di dalamnya.

Kemudian Aby. Gadis itu merupakan murid pindahan saat ketiganya menginjak kelas 5. Percaya atau tidak, saat itu Aby merupakan ikon dari gadis kecil si biang onar. Nakal, namun pintar. Keonarannya itu baru bisa mereda saat Gish yang tidak terima waktu belajarnya di kelas selalu terganggu, berkata tajam; 'kamu diem, kalau nggak bisa diem keluar. Jangan sekolah di sini. Sekali lagi kamu berisik, aku bisa nyuruh seseorang ngeluarin kamu dari sekolah. Ngerti?' Setelah itu, Aby tidak banyak bertingkah lagi. Tidak instan, namun lumayan berkurang. Dan Gish beserta Gege juga Kirei, selalu mengawasi gerak-gerik Aby jaga-jaga kalau dia kembali berulah, sehingga tanpa sadar mereka semua menjalin sesuatu yang lebih dari sekadar 'pengawasan'.

Dan yang terakhir adalah Win. Gish maupun yang lain tidak menemukan Win, tapi Win sendiri yang menemukan mereka. Tahun pertama memasuki Middle School, mereka berlima menempati kelas unggulan yang sama. Tanpa basa-basi, dengan jiwa ekstrovertnya yang menggebu-gebu, Win mengajak mereka berteman. Melabeli pertemanan mereka dengan geng smartass yang tidak tersentuh, tidak bercela, dan pastinya sempurna.

Konyol. Tapi kalau tidak konyol bukan Win namanya.

Seperti saat ini.

Gish menatap Win—yang tengah menyandarkan tubuhnya di salah satu pilar koridor, dengan raut jengah. Apa yang barusan dia katakan, Gish rasa sangat konyol.

"Saran gue cuma satu; jangan double date, bahaya. Nanti ketuker. Berabe kalau lo pada susah bedain mana pacar masing-masing—itupun kalau lo jadi jadian sama Kai, Ge. Gue kok ngerasa PDKT-in yang ini bakalan susah, ya, buat lo?" Win mengerling pada Gege, menggodanya.

Ketuker, katanya. Kai dan Zai mungkin memiliki wajah yang sama, tapi jelas sekali gaya mereka jauh berdeda. Gish ingat, Zai terlihat lebih feminim daripada Kakaknya itu. Kai tidak tomboy, hanya saja tingkat kefeminiman gadis itu berada satu tingkat di bawah Zai. Kalau Gish sering melihat Zai memadu-madankan warna-warna manis di aksesoris yang dipakainya, lain hal dengan Kai. Setiap kali melihat Kai, Gish hanya memikirkan satu warna. Biru. Bermacam-macam warna biru. Entah itu biru langit, biru laut, biru pudar, biru-buru lainnya... yang penting biru.

Faradita; The Moment We Meet, We Fall.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang