Selamat membaca✨
"Mami izinin." Rasi mengangguk antusias sambil menggeser kursi yang didudukinya agar berdekatan dengan Kai. "Mami nggak ingat kapan terakhir kali kamu minta izin buat ikut kegiatan diluar sekolah kayak gini, Kai. Maksudnya, kegiatan baru atas inisiatif sendiri bukan karena merasa wajib ikut buat menuhin papan nilai kamu di sekolah." Rasi meraih kertas yang Kai bilang harus ditandatangani oleh orang tua sebagai tanda bahwa mereka telah memberikan izin. "Kamu, kan, kalau kegiatan sekolah nggak ngaruh ke nilai akademis suka males-malesan buat join."
Kai meringis. Sebenarnya bukan karena dirinya malas, hanya saja baik di sekolah lamanya maupun di NIIS, urusan akademis selalu menyita lebih banyak waktunya. Dan Kai hanya mencoba untuk mendahulukan apa yang menurutnya lebih penting.
"Kenapa Zai sama Nai nggak ikut?" Mahessa berdiri di samping kursi yang Rasi duduki. "Mereka nggak tertarik? Zai udah pernah kan, ya? Dia nggak tertarik buat ikut lagi gitu?"
Kai mengangkat bahu. "Sebenarnya short-course ini diperuntukkan buat kelas sebelas, tapi kata temen aku ada beberapa slot tersisa, jadi dia ngajak aku."
"Teman kamu kelas dua belas juga? Satu kelas?" Tanya Mahessa.
Kai mengulum bibir, lalu mengangguk. "Iya, kelas dua belas. Nggak, kami nggak satu kelas, Pi."
"Teman beda jurusan?"
Kedua tangan Kai saling memilin di atas paha. Entah kenapa ia mulai deg-degan. "Iya," jawabnya kemudian.
"Temannya Nai atau Zai?" Karena menurut asumsi Mahessa kalau teman Kai itu berbeda jurusan, berarti hanya ada dua kemungkinan; teman Nai dari jurusan Seni atau teman Zai dari jurusan Bisnis.
"Teman... Zai."
Mahessa mengangkat sebelah alis, curiga. "Teman Zai yang mana? Papi sama Mami kenal? Anaknya siapa?"
Rasi menepuk perut Mahessa dengan punggung tangannya. "Jangan mulai. Semuanya aja kamu curigai, Mas. Yang ngurusin ini, kan, pihak sekolah udah pasti selain Kai dan temannya banyak murid lain yang ikut. Jangan nanya seolah-olah Kai cuma pergi berduaan, ya!"
Mahessa menatap Rasi tidak setuju. "Kamu ingat nggak aku pernah cerita tentang bocah yang—aw!" Rasi menyikut rusuk suaminya. "Sakit, sayang!"
"Ya makanya diem dong, Mas! Anak kita ini mau ikut kegiatan bermanfaat, harusnya kita dukung. Bukan malah ditanyain macam-macam."
"Aku nggak nanya macam-macam. Aku cuma nanya siapa temennya, masa gitu aja nggak boleh? Where is my right to freedom of speech in this case?"
"Kamu itu nggak sekali dua kali bersikap kayak gini. Nggak sama Kai, Nai, atau Zai... gini terus. Lama-lama anak-anak kesel tahu kamu gituin terus! We agreed to try trusting our girls, remember?" ucapnya geregetan. Entah harus berapa kali Rasi mengingatkan Mahessa tentang hal ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
Faradita; The Moment We Meet, We Fall.
Novela Juvenil[SEKUEL TRIPLETS SERIES #1 : EVERYTHING IN TIME] Kai benci mengatakan kalau kehidupan masa SMAnya akan berakhir seperti film-film bertema high school kebanyakan. Lingkungan pergaulan yang berlebihan, drama ini-itu, hingga terlibat dalam percintaan s...