Bonus✨
Yuk, semangatin lagi sama vote dan komen kalian yang macem-macem itu\(^o^)/Gege menurunkan standar motornya di pelataran parkir. Cowok yang semalaman ini masih mengenakan seragam sekolahnya itu melepas helm lalu menyimpannya asal di atas jok motor. Gantungan kunci kontak berputar-putar di pangkal telunjuk kanannya selagi berjalan menaiki undakan tangga rumah. Siulan nyaring ia gumamkan di sepanjang ruang depan hingga ruang makan yang malam ini telah terisi penuh oleh semua anggota keluarganya.
Gege nyengir saat Nirina—sang Ibu, menatapnya tajam karena dengan tanpa rasa bersalah dia langsung duduk di salah satu kursi meja makan yang kosong. Saat sebelah tangannya terulur untuk menyomot udang goreng tepung yang menggugah selera, telapak tangan Nirina langsung menggeplaknya keras.
"Aw, Ma! Sakit."
"Naik dulu ke atas! Mandi, bersih-bersih yang bener abis itu turun buat makan. Kamu nggak sadar badan kamu bau asem gitu?!"
"Bau rokok juga," cicit sebuah suara di kursi sebrang.
Nara—salah satu adik kembar Gege, berkata pelan tanpa mengalihkan perhatian dari makanan di atas piringnya. Gege menunggu anak SMP itu mendongakkan kepala agar dia bisa memberinya pelototan peringatan. Namun Nara masih menunduk seolah-olah tidak sadar dengan apa yang sedang Abangnya itu lakukan.
"Cabut, Ge, ih! Mual gue nyium bau rokok di meja makan gini," sahutan yang lebih keras datang dari kakak perempuannya. Nahla. Ia bahkan sudah menutup hidungnya terang-terangan.
"Lebay lo. Siapa juga yang abis ngerokok," jawabnya pada Nahla. Lalu tatapan Gege beralih pada adik kembarnya yang lain, tersenyum manis pada adiknya yang lebih pengertian itu. "Nira, emang iya abang bau rokok? Nggak, kan?"
"Nggak, Abang nggak bau rokok." Nira menggeleng, terlihat serius. "Tapi bau asbaknya."
Suara tawa Nahla terdengar yang paling keras. Nara terkekeh sambil memberi Nira high-five karena kali ini mereka di sisi yang sama. Nirina hanya menggeleng sabar dan di ujung meja, kepala keluarga Tranggana berdehem tegas.
"Bersih-bersih dulu, Ge," singkatnya dengan nada berwibawa.
"Aku lapar, Pa. Makan dulu aja, ya? Minimal aku bakal cuci tangan sampe kinclong, deh."
Gian menggeleng. Tangannya sedang bertopang di atas meja menunjuk ke arah tangga. "Sekarang, Ge. Kamu duduk tepat di sebelah Mamamu, bau bekas asap nikotin kecium jelas sama dia. Kamu tega?"
Tidak ada nada tajam, tidak juga suara dengan intonasi tinggi. Gian Tranggana hanya berujar santai dan sama sekali tidak mempermasalahkan kelakuan putranya di luar sana. Ia hanya memikirkan kenyamanan istrinya, dan itulah yang membuat Gege selalu patuh tanpa berpikir untuk melawan lagi. Respectnya pada kelembutan sang ayah pada keluarganya, terlebih pada istrinya sendiri, sangat tinggi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Faradita; The Moment We Meet, We Fall.
Ficção Adolescente[SEKUEL TRIPLETS SERIES #1 : EVERYTHING IN TIME] Kai benci mengatakan kalau kehidupan masa SMAnya akan berakhir seperti film-film bertema high school kebanyakan. Lingkungan pergaulan yang berlebihan, drama ini-itu, hingga terlibat dalam percintaan s...