Haiii!
Seperti biasa,Enjoy🌹
Gish pernah berkali-kali membayangkan dirinya berada di posisi saat ini. Berandai-andai kapankah hari ini akan datang sehingga dia bisa merasakan kebebasan yang sejak kecil ia damba. Tidak perlu banyak, seperlunya saja. Hingga tali kekang yang biasa terasa menyesakkan bisa sedikit melonggar.
Gish ingat, dulu ia pikir rasanya akan sangat menyenangkan. Rasanya akan membuat dia tersenyum lebar dan meneriakkan kata 'akhirnya' keras-keras. Bersiul dan berjalan penuh keringanan.
Delapan belas tahun.
Gish menghabiskan waktu seumur hidupnya itu untuk menuruti perintah Astrid. Mengikuti arahan Wildan untuk jangan sampai banyak protes dan mengeluh pada Ibunya itu. Semua demi masa depan Gish sendiri, katanya.
Gish menurut.
Sejak memasuki jenjang pendidikan Taman Kanak-Kanak, dia sudah memiliki jadwal aktivitas terorganisir selama seminggu penuh. Berbagai macam aktivitas permainan edukasi Gish tempuh pada usia itu. Belajar sambil bermain. Namun dengan intensitas yang berbeda dengan anak seusianya hanya karena ia dilabeli sebagai anak cerdas. Terdengar melelahkan, namun sebenarnya menyenangkan. Karena pada saat itu Gish terlalu kecil untuk menyadari kalau ternyata Ibunya sedang mencoba merakit robot yang bisa berguna untuk Januar Baskara.
Lalu cara yang sama Astrid terapkan saat Gish mulai masuk jenjang pendidikan yang lebih tinggi. SD, SMP, lalu sekarang SMA. Astrid melakukan pola yang sama dengan intensitas yang lebih sering dan bobot yang lebih berat dari jenjang sebelumnya. Gish menghabiskan total waktu puluhan jam selama seminggu hanya untuk belajar. Di sekolah, di rumah, di tempat les, di kegiatan after-school, ekskul... pokoknya Astrid selalu memastikan setiap detik waktu Gish terisi oleh hal-hal yang menurutnya perlu dilakukan. Tidak peduli anak itu bersedia atau tidak. Membuat Gish jarang mendapatkan waktu istirahat lebih dari lima jam sehari dan waktu untuk bersenang-senang selayaknya remaja kebanyakan di akhir pekan.
Dan lagi, itu semua demi masa depannya, katanya.
Lalu sekarang, tiba-tiba ada narasi yang mengatakan kalau dia boleh membatalkan satu-dua jadwal les atau after-school eventnya kalau dirasa semua itu terlalu memberatkan. Terlalu membuat waktu satu minggunya penuh.
Dan narasi yang terdengar mustahil itu, dan yang seharusnya terasa menyenangkan, baru saja keluar dari mulut Ibunya yang beberapa hari ini selalu bungkam.
"Student led, entrepreneurship, les Sastra, Fisika... Kamu boleh membatalkan semua itu. Saturday event juga kalau kamu mau, Mama bisa diskusikan dengan kepala sekolah agar kamu tidak perlu ikut," tambah Astrid pelan dengan tatapan lurus menatap cangkir teh miliknya yang kosong.
Tatapannya terlihat murung, lengkap dengan lingkaran hitam yang mengelilingi kedua matanya. Kelopak matanya turun, seakan terlalu berat untuk ia angkat meski hanya untuk satu detik saja.
KAMU SEDANG MEMBACA
Faradita; The Moment We Meet, We Fall.
Fiksi Remaja[SEKUEL TRIPLETS SERIES #1 : EVERYTHING IN TIME] Kai benci mengatakan kalau kehidupan masa SMAnya akan berakhir seperti film-film bertema high school kebanyakan. Lingkungan pergaulan yang berlebihan, drama ini-itu, hingga terlibat dalam percintaan s...