Faradita - Bab 40

2.3K 433 72
                                    

Enjoy🌻

Kai belajar satu hal—tidak, penting selama bersekolah di NIIS

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Kai belajar satu hal—tidak, penting selama bersekolah di NIIS.

Belajar bahwa sekecil apapun aksi tidak biasa yang semua penghuni sekolah lakukan, selagi itu merupakan sesuatu yang menarik untuk dibahas—dibicarakan dari mulut ke mulut dengan konteks negatif, mereka akan dengan mudah tersebar.

Prinsipnya, tidak peduli benar atau salah, fakta atau bukan, akurat atau tidak... yang terpenting adalah halaman utama website Reports jangan sampai kosong. Hiburan jenis itu harus selalu ada, tidak peduli siapa korbannya atau apa motif dibaliknya.

Kai pernah menjadi korban hingga dua kali.

Yang pertama, alasannya tidak jelas. Sampai saat ini Kai tidak tahu apa maksud si pengunggah dengan postingannya yang tidak jelas itu. Mungkin hanya main-main, merasa terhibur dengan 'aksi heroik berlebihan si anak baru terhadap saudari kembarnya' atau 'keberanian si burung baru yang katanya salah menempati sarang itu'.

Entahlah, terkadang Kai tidak mengerti dengan jalan pikiran remaja-remaja seperti mereka.

Lalu yang kedua, motifnya juga hampir tidak Kai ketahui kalau kabar burung yang berterbangan di sekitarnya tidak membawa nama Gege. Kai mengira unggahan terakhir Reports mengenai dirinya dilakukan oleh orang yang memang kurang kerjaan saja. Orang yang tidak memiliki motif tertentu selain ingin menjadi si pelopor news of the month.

Tapi lagi-lagi nama Gege terdengar oleh telinganya. Entah dari mana awalnya, Kai dengar yang mendalangi berita mengenai dirinya dan Gish adalah cowok itu. Lalu cerita dari Zai dua hari yang lalu memperparah kabar burung tersebut.

"Gue nggak tahu pastinya gimana, yang bersangkutan juga dua-duanya bersikap biasa aja menurut gue. Tapi emang ada beberapa momen dimana setiap kali geng itu lagi ngumpul, Gish nggak sebebas biasanya. Depan Gege, apalagi! Ikut ngobrol emang iya, nimpalin juga iya, cuma ya... gitu. Kayak nggak pernah seantusias dulu."

Nai berdecak, menutup toples kacang mede di tangannya. "Itu karena sisa-sisa duka dia belum sepenuhnya ilang aja kali. Bukan karena dia ada apa-apa sama gengnya, specifically, sama si Gege."

Kai hanya diam mendengarkan. Sementara Zai menggeleng kuat-kuat, siap menentang muntahan opini dari Nai.

"Nai, lo nggak liat apa yang gue liat, sih. Beda kali aura orang berduka sama aura orang yang lagi sebel. Jelas banget dari matanya." Zai menjentikan jari di depan wajah Kai. "Lo pasti tahu sendiri, kan, Kai gimana tajemnya mata cowok lo itu kalau lagi nggak suka ngeliat sesuatu? Nah, kayak gitu!"

Kai meringis. Cowok lo, katanya.

Jujur, ia tidak begitu ingat bagaimana tatapan tajam Gish melayang pada seseorang, kalau otaknya tidak tiba-tiba memutar ulang ingatan saat cowok itu mengomeli Kavi di kolam renang dengan sorot mata tajam yang memancar tidak suka. Atau saat dia menatap lurus-lurus tidak ingin dibantah ketika menyuruh Kai segera mengganti baju renang hanya karena melihat tangannya keriput.

Faradita; The Moment We Meet, We Fall.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang