Karena bab kemaren rame banget, aku kasih update-an cepet deh😜
Tidak, bukan ini jawabannya.
Bukan ini jawaban yang harus Kai tulis mengenai syarat-syarat terjadinya suatu revolusi secara sosiologis. Kai sudah berkali-kali membaca materi itu—lebih dari tiga kali bahkan, tapi otaknya seakan tidak bisa diajak kerja sama untuk mengerjakan soal paling mudah sekalipun.
Kai menggeleng, mencoba membuat dirinya kembali fokus. Entah untuk yang keberapa kalinya gadis itu mencoret kertas latihan soal essai sosiologinya di atas meja perpustakaan. Menulis ulang, berpikir keras... hanya untuk dicoret lagi. Suasana sepi perpustakaan tidak membantunya sama sekali, padahal biasanya hal tersebut bisa membuat otaknya bekerja dengan baik dengan lancar.
'Jangan menghindar lagi. Atau gue sendiri yang akan datengin kamar lo buat ngambil clue terakhir itu. Dan lo... gue pastiin, nggak akan bisa denial lagi.'
Baskara sialan!
Kai yakin Gish hanya asal menebak, tidak mungkin, kan, dia mengetahui dimana Kai menyimpan bunga plastik itu?
Dan ciuman itu...
Kai menjambak rambutnya kesal.
Seharusnya itu tidak boleh terjadi, sama sekali tidak boleh. Apa yang sebenarnya Gish pikirkan saat melakukan itu? Mencium Kakak dari mantan pacarnya sendiri?! Dasar gila. Entahlah, status mantan itu bahkan masih Kai ragukan karena sampai saat ini Zai belum sempat bercerita lagi padanya, klaim itu hanya datang dari pihak Gish.
'Gue nggak selingkuh. Zai sendiri yang minta putus. We're no longer a couple.'
Tapi tetap saja itu tidak membenarkan kelakuan seenak jidatnya!
Itu bahkan sudah satu minggu berlalu, tapi kenapa masih sangat jelas diingatannya?!
"Take a break. Asap yang keluar dari otak lo keliatan sampe luar, Kai," bisik seseorang di samping kanan Kai sambil mengulurkan minuman soda kaleng.
Kai menoleh, menatap minuman kaleng dan pemberinya bergantian. "Lo hobi banget ngasih gue minuman perusak fungsi hati gini, Ge."
"Lebih baik begitu. Dari pada gue kasih sesuatu perusak suasana hati, kan?"
Kai mengernyit ngeri. "Lebih baik fungsi hati gue rusak maksud lo?"
Gege memutar bola matanya ke atas. "Gue salah ngomong. Sori, yang tadi itu nggak ada romantis-romantisnya sama sekali."
Kai hanya menggeleng lalu beralih mengabaikan Gege.
"Kai... rooftop, yuk?" ajaknya tiba-tiba.
Kai menunjuk kertasnya dengan ujung jari. "Lo nggak liat gue lagi belajar, Ge?"
"Belajar mulu perasaan." Cowok itu melongokkan kepalanya ke arah kertas milik Kai, membuat gadis itu mau tidak mau memundurkan kepalanya agar kepala mereka tidak bertabrakan. "Belajar apaan corat-coret kayak gitu? Belajar nulis?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Faradita; The Moment We Meet, We Fall.
Novela Juvenil[SEKUEL TRIPLETS SERIES #1 : EVERYTHING IN TIME] Kai benci mengatakan kalau kehidupan masa SMAnya akan berakhir seperti film-film bertema high school kebanyakan. Lingkungan pergaulan yang berlebihan, drama ini-itu, hingga terlibat dalam percintaan s...