Faradita - Bab 44

2K 295 59
                                    

Halloooo maaf baru nongol, kalo cerita udah mau tamat gini tuh suka susah nyari ide lagi hhuu

Jadiii, selamat membaca aja yaa🤗
Aku usahakan bab selanjutnya update cepet

Gish membuka pintu kamar Arga lebar-lebar saat kucing siamese cerewet di belakangnya berlari kecil mendahului

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Gish membuka pintu kamar Arga lebar-lebar saat kucing siamese cerewet di belakangnya berlari kecil mendahului. Kucing itu sangat berisik. Sejak pagi ribut sekali mencari perhatian. Padahal sejak pemiliknya pergi, dia sudah Gish berikan kebebasan berkeliaran di kamarnya. Menginvasi setiap sudut kamar, mengganggu waktu bersantainya, dan membuat berantakan barang-barangnya.

Secara keseluruhan, dia sangat merepotkan.

Tapi Gish tidak bisa benar-benar mengusirnya. Sedikit-hanya sedikit, dia mulai menyukai kehadiran hewan itu. Gish bahkan memberi makan dan membersihkan kotorannya sendiri. Mengajaknya jalan-jalan sore saat dia sedang luang.

"Nggak, jangan naik. Kasurnya baru dibersihin," monolog Gish pada kucing yang sedang mendongak menatapnya di samping tempat tidur yang kelewat rapi.

Kalau ada pemiliknya, kamar ini dipastikan jarang sekali terlihat rapi dan bersih. Selalu ada barang-barang yang berserakan di lantai, kemasan makanan ringan yang terlalu malas dibuang ke tempat sampah yang ada di ujung kamar, atau pakaian bersih yang bercampur dengan pakaian bekas pakai yang baunya sering Gish analogikan secara berlebihan sebagai bau sampah organik yang didiamkan selama berhari-hari.

'Beberes itu perlu waktu lebih dari satu jam. Gue nggak punya waktu buat itu, gue orang sibuk.'

Padahal saat itu Arga sedang rebahan setelah kembali dari liburannya menaklukan puncak gunung Rinjani.

'Lo tuh belajar baca situasi napa, Gish. Bibi selalu nggak enak kalo tugas dia buat beresin kamar lo selalu lo ambil alih. Gue nggak gitu, gue nggak mau bikin Bibi ngerasa nggak enak karena kerjaannya gue yang kelarin.'

Gish mengulas senyum tipis di ujung bibirnya.

Arga tidak pernah merasa perlu membiarkan kamarnya serapi ini kalau sedang ada di rumah. Dia seperti alergi pada kerapihan. Selalu ada jejak yang menandakan kalau seorang Arganta Baskara pernah atau sedang menempati suatu tempat.

Dan sekarang jejak yang khas itu sudah tidak ada.

Kerapihan di setiap sudut kamar hanya semakin menegaskan kalau eksistensi Arga tidak lagi ada secara fisik. Bibi yang tidak ingin Arga buat tidak enak hati itu benar-benar bertanggung jawab secara penuh atas kebersihan kamar yang tak lagi berpenghuni ini.

Meow

Gish menoleh ke arah si AB-Gish memanggil kucing Arga sesuai dengan inisial yang tertera di kalungnya, yang baru saja melompati meja kayu samping jendela dan menjatuhkan vas bunga serta bingkai foto. Bingkai foto yang sering ia perhatikan apabila sedang berkunjung ke kamar ini.

Faradita; The Moment We Meet, We Fall.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang