Enjoy🌹
"He's gonna be fine." Zai melipat kedua tangannya di depan dada saat berdiri tepat di samping Kai yang sedang melamun—menatap ke satu titik di ujung koridor kelas bisnis.
Mereka baru saja kembali dari kantin dan sudah hendak berpisah saat Kai tiba-tiba saja menghentikan langkahnya di sisi koridor yang memotong jalan menuju gedung bisnis dan sosial. Kai bahkan sampai menyingkir hingga tubuhnya menempel tembok untuk bisa melihat lebih jelas ke arah titik itu.
"Selain belum terlalu banyak ngobrol basa-basi, dia masih Gish yang biasa gue lihat di kelas. Aktif saat guru nanya, nggak cuek saat ada yang minta jelasin sesuatu. Meskipun seadanya, dia jawab ramah saat ada orang yang ngucapin bela sungkawa. Nggak tiba-tiba jadi cuek dan menutup diri, kok. Temen-temennya juga selalu ngajak dia ngobrol atau bercanda, kayak sekarang gitu tuh." Zai mengedik ke arah tatapan Kai.
Ke arah dimana Gish dan teman-teman dekatnya sedang berkumpul di meja panjang koridor dan terlihat asyik membahas sesuatu. Win terlihat heboh bercerita sambil menambahkan gerakan-gerakan tangan dramatis yang membuat Aby dan Gege tergelak, Kirei menutup mulutnya menahan tawa. Sedangkan Gish yang tengah melipat kedua tangan di depan dada, bersandar dan memperhatikan Win dengan senyum yang terulas kecil. Responnya tidak seheboh yang lain tapi jelas keadaannya sudah jauh lebih baik dari empat hari yang lalu saat Kai menemuinya.
Zai tersenyum kecil saat menatap Kai yang masih berdiri diam. "Lo sekhawatir itu sama dia, Kai?"
"Lo juga akan sekhawatir ini kalau ada di posisi gue empat hari yang lalu, Zai. Lo akan sekhawatir ini kalau liat gimana keadaan dia saat itu," ucap Kai tanpa menoleh.
"Separah itu?"
"Buat gue; ya. Gue nggak pernah lihat seseorang berduka sedalam itu."
"Lo udah nyoba ngobrol lagi sama Gish?"
Kai menggeleng. Gish baru masuk sekolah lagi hari ini. Komunikasi secara langsung semenjak hari itu belum, tapi komunikasi online sebatas pesan singkat sempat beberapa kali Kai lakukan. Itu pun tidak sering dan tidak terlalu intens, karena balasan singkat Gish terkadang membuat Kai selalu ragu melemparkan pertanyaan apakah cowok itu baik-baik saja atau sedang membutuhkan teman untuk mengobrol atau tidak.
"Belum sempet." Kai menatap Zai dari samping. "Menurut lo, gue harus nyoba ngobrol lagi sama Gish? Mastiin kalau dia emang udah baik-baik aja?"
"Kalau itu emang bisa ngurangin kekhawatiran lo, go on. Gue dukung. Karena jujur, Kai." Zai terlihat meringis. "Gue agak terdistraksi sama sikap lo beberapa hari terakhir ini. Kayak... kurang fokus aja gitu. Nai juga sempet ngomong, dia bilang lo nggak kayak Kai yang biasanya."
KAMU SEDANG MEMBACA
Faradita; The Moment We Meet, We Fall.
Fiksi Remaja[SEKUEL TRIPLETS SERIES #1 : EVERYTHING IN TIME] Kai benci mengatakan kalau kehidupan masa SMAnya akan berakhir seperti film-film bertema high school kebanyakan. Lingkungan pergaulan yang berlebihan, drama ini-itu, hingga terlibat dalam percintaan s...