Enjoy✨
Suara lemparan kertas yang beradu dengan meja kaca ruang tengah membuat Gish memejamkan matanya malas. Kepalanya mendongak menghadap langit-langit, membiarkan tubuhnya bersandar lemas di atas sofa empuk yang biasa ia jadikan tempat singgah sebelum naik ke kamar tidur.
Cowok itu juga tidak mau repot-repot membuka mata dan melihat siapa yang baru saja melempar kertas itu ke atas meja. Itu sudah jelas, Gish sudah memprediksi hal ini akan terjadi bahkan sebelum masuk ke rumah.
"Sudah cukup main-mainnya, Irgi. Yang ini..." Astrid menunjuk kertas—foto berisi Gish dan seorang gadis yang tidak ia kenal, yang dia lempar ke atas meja. "...sudah keterlaluan. Mama tidak peduli kamu mau main-main sama gadis manapun selain Kirei... Mama tidak ingin tahu. Tapi, kalau kamu sembrono seperti ini dan mencoreng nama baik Baskara dan nama baikmu sendiri... kamu perlu pendisiplinan."
"Itu ulah Gege. You can ask Tante Nirina to discipline her son instead. Privasiku nggak ada hubungannya sama coreng-mencoreng nama baik kalau Gege nggak bikin ulah," jawab Gish sambil menutup matanya dengan lengan.
"Mama serius, Irgi." Astrid menarik lengan putranya agar dia bisa serius memperhatikannya. "Beberapa bulan lagi kamu lulus, menjaga attitude dan behaviour itu penting untuk final report. Jangan macam-macam."
Gish meringis saat tarikan lengannya menyenggol pelipis dan sepanjang pipinya yang memar. Yang ini juga ulah Gege, setelah sebelumnya Gish memberi fakta yang sepertinya sulit untuk cowok itu terima.
"Lo pikir lo doang yang nggak bisa liat orang yang lo cinta sedih, Ge? Lo pikir lo doang yang punya perasaan? I met her for much longer than you know. I fell in love with her long before today. Lo nggak tahu apa-apa. Jadi berhenti ngerasa berhak ngatur siapa yang lebih pantas untuk siapa." Gish menunjuk Gege. "Lo nggak lebih dari sekadar pengecut, Ge. Pengecut yang nggak berani mengakui perasaannya, pengecut yang berlindung dibalik kata-kata 'his loved ones' happiness is everything' dengan ngelakuin hal banci gini sama Kai. Kirei nggak pantes dapetin rasa cinta yang picik kayak gitu dari lo. She deserves much better than that. She deserves someone better than you."
Setelah itu, yang Gish dengar hanyalah langkah kaki cepat dan suara pukulan mengenai pelipisnya. Dia yang belum siap sempat limbung dan menerima satu pukulan lain lagi di bagian pipi.
Mendadak Gish merasakan emosinya naik, tersulut dengan mudahnya. Bukan karena pukulan Gege, melainkan karena otaknya memunculkan ingatan saat Kai menatap hampa layar ponselnya yang menampilkan barisan komentar negatif yang tidak pantas gadis itu terima. Emosinya naik saat ingatannya memunculkan bayangan netra basah Kai karena takut kejadian itu akan membuat orangtuanya kecewa.
Dan semua itu karena cowok tolol di bawah pukulan tangannya ini. Karena Gege dan gagasan konyolnya tentang 'harus menyatukan Gish dan Kirei' tak peduli apa konsekuensinya. Karena Gege yang saat ini Gish buat terkapar di atas lantai.
KAMU SEDANG MEMBACA
Faradita; The Moment We Meet, We Fall.
Novela Juvenil[SEKUEL TRIPLETS SERIES #1 : EVERYTHING IN TIME] Kai benci mengatakan kalau kehidupan masa SMAnya akan berakhir seperti film-film bertema high school kebanyakan. Lingkungan pergaulan yang berlebihan, drama ini-itu, hingga terlibat dalam percintaan s...