Faradita - Bab 20

2.4K 435 57
                                    

Ayo tinggalkan jejak sebanyak-banyaknya✨

Ayo tinggalkan jejak sebanyak-banyaknya✨

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Kapan?"

"Jum'at kemaren setelah jam makan siang, yang pas gue nemenin lo makan di kantin bisnis itu."

Kai bersila di atas kasur. Ia menatap Zai lurus-lurus. "Setelah gue cabut dari kantin banget?"

Zai mengangguk. "Gila, kan? Gue nggak tahu apa yang sebenarnya ada di otak pinter dia, Kai. Tiba-tiba aja dia nyamperin gue sebelum jam pelajaran kedua dimulai dan bilang kayak gitu. Gue nggak ngerti. Maksud gue—" Zai menghela napas tanpa melanjutkan kalimatnya. 

Kai mengangkat sebelah alis, menunggu Zai menyelesaikan kalimatnya. "Maksud lo—?"

"Maksud gue... gue nggak percaya dia punya perasaan semacam itu. Selama ini kita di kelas biasa aja, nothing special. Seperti apa yang pernah gue bilang dulu, dia baik ke semua orang. Dan gue nggak pernah ambil pusing masalah itu."

Kecuali ke gue. Kai berdehem singkat.

"Kalau faktanya sekarang dia berani buat confess, berarti dia nggak baik ke semua orang. At least khusus buat lo, kebaikan dia punya motif. Lo masih menolak percaya sama fakta itu? Masih mau denial?"

Zai menatap salah satu dinding kamar Kai agar tidak harus menatap langsung mata si pemilik kamar. Ia memaku pandangan ke sebuah bingkai foto yang di dalamnya ada mereka bertiga saat berlibur ke Jepang beberapa tahun lalu. "Denial lebih masuk akal buat gue."

"Buat saat ini, berhenti ngukur perasaan pake akal sehat," ujar Kai dengan gemas. "Cinta itu kebanyakan nggak masuk akalnya, Zai. Ini bukan pertama kalinya lo di tembak cowok, kenapa masih bingung coba gue tanya? Kalau lo mau gue jabarin lebih jelas, pengalaman lo di bidang ini lebih banyak daripada gue. Gue bahkan nggak bisa ngitung ada berapa jumlah mantan lo sampai saat ini. Dengan gue yang mau merepotkan diri ngomong panjang lebar masalah ginian sama lo... lo tahu tandanya apa?"

"Tandanya lo mulai sadar kalau have fun dengan punya cowok sama asiknya sama belajar?"

"Tandanya gue lagi mau menyadarkan orang bego kayak lo!"

Zai menyandarkan tubuhnya pada pinggiran meja belajar Kai saat tertawa. "Lo tanya kenapa gue bingung, Kai? Let's say, karena gue nggak punya perasaan yang sama. Atau anggap aja gue lagi nggak niat punya hubungan romantis sama temen sekelas, terlebih di tahun-tahun sibuk kayak gini." 

Kai menelengkan kepalanya. "Bullshit. Lo nggak akan sebertanya-tanya ini kalau nggak punya perasaan yang sama. Kalau lo bingung, artinya lo punya pertimbangan. Kalau lo punya pertimbangan, artinya lo mikirin kemungkinan adanya jawaban 'iya'. Nggak punya perasaan yang sama? You should've straight to the point saying no. Tapi nggak, kan? Kemaren lo jawab apa?"

Zai menggeleng. Tangannya terjulur memainkan hiasan bunga mawar plastik di atas meja belajar Kai. "Gue bahkan nggak ngomong apa-apa. Gue... langsung cabut."

Faradita; The Moment We Meet, We Fall.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang