#9🌴

35 2 0
                                    

2 bulan telah berlalu, begitupula dengan luka Sella yang kian membaik, bahkan sekarang ia sudah tidak menggunakan perban lagi. Ini juga berkat Ken yang sudah merawatnya dengan baik, dan sekarang ia telah bekerja seperti biasanya. Dan tepat saat Sella sudah pulang, Ken akan selalu menjemputnya di depan gedung kantornya. Saat melihat mobil Ken tiba, Sella pun lalu masuk ke dalam mobil.

"Gimana keadaan kantor tadi? Lancar?" ucap Ken saat mobil telah dijalankan.

"Lancar, tapi otakku tidak. Entahlah rasanya pusing sekali seharian ini."
Ken mengernyit bingung.

"Kenapa? Apa ada proyek yang bermasalah?" ucapnya.

"Tidak, hanya saja.. Banyak meeting di kantor tadi, soalnya perusahaan aku mau bangun cabang di luar negeri."

"Perusahaanmu ingin buka cabang di luar negeri? Waw, itu.. sebuah pencapaian yang besar. Tapi.. mas kurang suka kalo keberhasilan kamu malah membuat kamu tersiksa begini." ucapnya dengan nada khawatir. Sella hanya bisa berdehem mengiyakan.
****
Mereka akhirnya sampai dirumah, dan seperti biasa Sella akan mandi terlebih dahulu kemudian disusul dengan Ken. Dilanjutkan dengan solat maghrib, membaca al-Qur'an, dan makan bersama. Ken dan Sella kini tengah duduk di sofa ruang keluarga. Ken merasa aneh melihat Sella daritadi hanya diam, karena penasaran ia pun bertanya.

"Sella? Kamu kenapa sayang?" mendengar itu Sella langsung menoleh heran mendengar panggilan 'sayang' yang terdengar menggelikan untuknya.

"Nggak ada, memang kenapa? Dan kenapa mas manggil aku dengan sebutan 'sayang', terdengar lebih horor daripada bisikan setan sekalipun." Ken tertawa sebentar mendengarnya.

"Kamu samain mas sama setan?" tanyanya dengan nada cemberut.

"Kalo masnya nganggap gitu sih gak papa aku mah cuma bilang aja." ucap Sella santai seperti tak ada dosa. Ken yang mendengar itu hanya bisa pasrah melihat istrinya itu.

Tin.. Tin..

"Eh mas, kayaknya ada tamu." ucap Sella sembari beranjak ke pintu depan. Dan setelah dibuka, itu adalah tante Rasya, istri dari om Raska beserta putra mereka yang bernama Rasyid.

"Tante, dek Rasyid?" tanya Sella dan dibalas senyuman oleh tante Rasya.

"Iya, kamu ini loh, nikah kok dak bilang2." ucapnya agak kecewa.

"Iya nih kakak jahat, harusnya sih aku ngambek loh tadi, tapi karena aku kangen pengen liat kakak jadinya aku gak jadi marah." sahut Rasyid. Sella hanya menghembus nafas pasrah mendengar untaian kalimat dari tante dan adik sepupunya itu.

"Kita bicara didalam aja." ajak Sella kedalam rumah. Namun Rasya mengernyit heran melihat penampakan bagian dalam rumah itu.

"Kalian mau teh?" tawar Sella.

"Eh, kami-"

"Gak usah Sella." ucap Rasya yang membuat Sella dan Ken yang baru menyusul agak terkejut.

"Ada sesuatu yang salah tante?" tanya Ken lembut, namun dibalas tatapan tajam dari Rasya.

"Iya, dan itu adalah kamu." Ken lalu mengernyit heran sementara Sella terlihat masih bingung.

"Memang ada apa dengan saya tante?"

"Pake nanya lagi, liat ini rumah kamu kecil banget. Udah gak ada pos satpamnya, taman juga gak ada, gimana coba ponakan saya bisa bahagia dengan penampilan rumah kamu yang pas2 an gini." ucapnya dengan nada merendahkan.

"Apa kamu gak punya uang buat beli rumah yang lebih layak? Gak harus dua lantai, tapi setidaknya punya halaman luas terus rumahnya bagus kayak orang berkelas, kalo gini mah mending kamu gak nikah aja sekalian dengan Sel-"

"Mah, cukup mah, kasian suami kak Sella mama gituin terus. Menurut aku rumah ini bagus kok." potong Rasyid cepat seraya melihat rumah itu yang memang bisa dikatakan lumayan bagus. Namun beda pandangan dengan Rasya, yang menganggap bahwa rumah ini tidak lebih bagus dari rumah Sella dahulu. Ken berusaha meredam emosinya lalu berkata kepada Rasya.

"Maaf jika rumah ini tidak sesuai dengan ekspektasi tante, alasan saya tidak mencari rumah lain karena ini adalah rumah peninggalan ibu saya yang sudah meninggal 2 tahun yang lalu. Dan saya merasa enggan untuk menjualnya, karena banyak kenangan saya dengan keluarga saya disini." ucap Ken setenang mungkin, namun Sella dapat melihat kesedihan dari ucapannya. Namun Rasya tak berhenti merendahkan Ken.

"Halah kamu alasan, bilang aja kamu gak punya uang ya kan? Kamu-"

"Cukup! Tante, jika tante hanya ingin merendahkan suami Sella lebih baik tente pulang. Sekarang sudah malam, Sid, kita bisa bicarakan soal perusahaan besok pagi." Rasyid paham kenapa Sella melakukan itu dan akhirnya membawa Rasya pulang. Saat mobil sudah menjauh dari rumah, Sella dapat melihat Ken yang terdiam. Merasa jika Ken terluka oleh tantenya itu, akhirnya membuat Sella mendekat ke arahnya.

"Jangan pikirkan perkataannya, dia memang gitu." ucapnya sembari memegang kedua bahu Ken. Pria itu lalu mengangkat kepalanya,

"Tidak apa Sella, mas merasa dia ada benarnya juga kok. Mungkin memang seharusnya mas tidak menikah dengan kamu, kamu berasal dari golongan orang berada. Sedangkan mas orang-"

"Orang apa?" Ken tidak menjawabnya dan tiba2 terdengar suara adzan menginterupsi mereka.

"Sudahlah, kita solat dulu." meski merasa tidak puas, namun Sella tetap mengikutinya. Dan setelah solat isya, Ken terlihat sedang termenung di sofa ruang tamu sembari merenungkan kata2 tante Rasya. Tanpa diketahuinya, Sella datang dari belakang dan dengan ragu menggenggam tangan Ken dan berlutut didepannya. Kan hanya mengernyit heran.

"Sudah aku bilang jangan pikirkan kata2 nya."

"Entahlah Sella, semakin mas coba lupain, semakin mas ingat momen tadi."

"Mas memang bukan dari keluarga berada, namun dari keluarga yang luar biasa hebatnya. Karena mereka telah mendidik seorang putra sesabar dan sebaik mas. Dan aku bangga punya suami seperti kamu mas." ucapnya dengan lembut membuat Ken tersenyum, ia lalu mencium kening Sella lama.

"Terimakasih Sella, aku beruntung punya istri kayak kamu. Maaf bila mas gak punya harta banyak untuk kamu, karena sebelumnya mas menyumbangkan semua uang mas untuk pengobatan ibu. Tapi-"

"Jangan diingat lagi mas, justru mas telah membuat diri mas terluka dengan mengingat mereka. Aku paham luka mas, karena aku juga sama."

Fyi: Ken adalah anak yatim, karena sang ayah meninggal diusianya yang ke-8 tahun dan semenjak itu ibunya bekerja keras untuk Ken. Kemudian saat Ken telah menjadi seorang polisi, ibunya jatuh sakit dan Ken akhirnya menggantikan diri menjadi tulang punggung ibunya. Namun 1 tahun setelah pengobatan, nyawa ibunya tak tertolong, karena kanker paru2 yang sudah sangat parah. Ken sangat terpuruk saat itu, karena itulah ia tidak pernah ingin menjual rumah itu.

"Sudah, sekarang sudah jam setengah 9, ayo kita tidur." ucap Sella sembari menggenggam tangan Ken dan membimbingnya ke kamar tidur, sementara Ken hanya mengikutinya.

Kisah Sempurna BersamamuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang