DIVE INTO YOU (CHAPTER 14 : IN MY ARMS)

46 6 31
                                    

Michael memandangi biang adonan roti yang dikeluarkan oleh Tuan Jang dari dalam kulkas tua di pojokan. Dia yakin adonan itu hanya campuran antara air, tepung dan mungkin ragi. Entah mengapa Tuan Jang bersikeras menyebutnya sebagai resep rahasia. Sebelah mananya? Yang namanya resep rahasia pasti memiliki keistimewaan hanya dengan sekali lihat. Atau ini sebenarnya untuk mengecoh penglihatan orang awam seperti Michael?

"Kami tidak pernah memakai ragi instan. Asal kau tahu saja, sudah turun temurun biang ini dikembangkan dan dilestarikan. Semua zat yang terkandung di sini bisa meronggakan, mewangikan dan membuat semua roti produksi kita terasa renyah."

Oke, sekarang penjelasannya masuk akal. Tapi bagaimana dengan efek emosional konsumen yang memakan roti-roti itu?

"Kau tidak merasakannya?" tanya Tuan Jung seolah dia tahu isi pikiran Michael saat ini.

"Maksudmu tentang kerenyahan roti?"

Dia tersenyum, menggelengkan kepala dengan maklum.

"Aneh juga kau tidak punya ikatan emosional dengan roti di sini, mungkin karena kau terlalu lama diam di Amerika dan merasakan tekstur roti yang jauh lebih kasar sekaligus modern mengikuti selera jaman."

Pemuda itu menggedikkan bahu.

"Sekarang kau harus belajar membuat roti sendiri. Ayahmu juga bukan pemilik yang hanya ongkang-ongkang kaki di belakang meja kerjanya. Dia sering berdiam diri di dapur, berkesperimen memadukan berbagai resep roti tapi tetap mempertahankan roti-roti klasik yang kita punya."

Tuan Jang berjalan menuju oven yang sudah berdenting. Michael mengikutinya, memerhatikan dengan seksama saat roti dalam oven dikeluarkan. Aromanya memang khas. Dia memindahkan roti ke atas nampan lalu memotong buntalan dengan pisau besar.

"Belum pernah coba yang fresh from the oven, kan?" dia menyodorkan sekerat roti pada Michael. "Ada rasa asam, kenyal dan sedikit berbeda dengan merek-merek di mal besar."

Pemuda itu mengunyahnya, lebih lambat agar bisa penuh meresapi.

"Bagaimana?"

"Enak, Paman."

"Nah."

"Tapi apa kau yakin, ini yang diincar oleh HeavenBake?"

Dia terkekeh. "Nilai komersialnya akan semakin tinggi karena mereka punya pangsa pasar besar."

"Lalu setelah itu?"

Tuan Jang menatap Michael. Tatapanny hangat dan bijak seperti punya appa.

"Dengar Youngjo, aku tidak tahu kau pernah punya masalah apa dengan Tuan Mingyu. Aku hanya bisa menyarankan bahwa dalam berbisnis, kita harus melihat skala prioritas. Toko ini memang memiliki nilai lebih, tapi apa gunanya kalau hanya segelintir orang yang mengenal kita. Anggap saja simbiosis mutualisme. Kau perlu mereka sebagai media memasarkan apa yang kita jual. Hasilnya? Selain pengembangan bisnis, kau juga membantu karyawan setia kita mendapat uang dengan jumlah lebih manusiawi. Mereka selama ini menghormati kebaikan ayahmu, makanya tidak pernah protes. Pasti akan berbeda ceritanya kalau kau yang memimpin. Jangan sampai lama-lama mereka jemu lalu pergi meninggalkan kita. Dunia sudah berputar terlalu cepat. Kita akan kalah tergerus modernisme. Kau... Jelas tidak berharap itu akan terjadi, apalagi kalau kau tahu seberapa berartinya toko ini bagi ayahmu."

Ucapan Tuan Jung membuat Michael termenung di dapur untuk waktu yang cukup lama. Pria itu sudah berbaik hati mau mengajarkan Michael cara membuat roti meski jelas gagal total. Barangkali dalam hal ini justru David lah yang lebih terampil. Dia yang lebih cocok jadi anak Tuan Kim, bukan Michael.

<Aku sudah di depan tokomu. Jangan bilang kau malah pulang.>

Michael membaca pesan dari Mingyu dengan malas. Walaubagaimana pun, saran Tuan Jeon ada benarnya. Lagipula kalau terjadi sesuatu yang buruk, setidaknya perjanjian merek sah atas nama hukum.

VERSELUFT || RAVN 🔞Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang