Dua Orang Dewasa

2.3K 49 3
                                    

Hujan mengguyur perumahan elit di salah satu kota yang ramai akan penduduk. Suara dentuman hujan yang lebat disertai petir yang saling bertautan menggelegar. Sosok anak laki-laki yang memandang diam keluar jendela, menutup kedua kupingnya agar tak mendengar yang ada di sekitarnya. Anak itu bukan takut pada petir dan angin yang saling bertahutan. Tapi suara pecahan gelas, pecahan kramik dan kaca lainnya lebih terdengar menakutkan daripada petir.

Suara orang dewasa tidak mengalahkan suara petir yang ada di luar rumah. Anak lelaki itu pikir harusnya dia berada diantara hujan dan petir di luar sana daripada harus mendengar suara makian saling menyahut antar orang dewasa yang ada di rumahnya. Tapi semakin kuat ia berusaha untuk tidak mendengarkan suara dari orang dewasa, semakin ingin juga hatinya untuk tau apa kabar perdebatan mereka. Apakah sudah selesai? Saat ia merenggangkan tekanan tangannya di telinga, saat itu ucapan mereka terus menggema. Ahh ternyata masih.

Kata yang mereka ulang terus terdengar sampai ia akhirnya lelah dan membuka pintu kamarnya. kedua orang dewasa itu terdiam sesaat ketika ia keluar dari kamar. Laki-laki dan perempuan dewasa berada di hadapannya. Dengan raut wajah yang panas memandangnya tanpa membuat wajah tersenyum. Kemana wajah yang selalu ia lihat saat masa kecilnya. Sepertinya mereka bukan orang yang sama dengan orang dalam kenangan masa kecilnya. Mereka hanya terlihat mirip.

"Nan," ucap yang perempuan padanya. 

"Aku hanya ingin minum. Tak akan mengganggu kalian." ucapnya gugup namun suara berat menghentikan langkahnya meninggalkan kedua orang dewasa itu berdebat dan memaki.

"Nan, ayah mau bicara." Anak laki-laki itu membalikkan badannya dengan gelisah. Iya tau. Iya sudah menerka apa yang akan di ucapkan oleh orang dewasa di hadapannya.

"Mau bicara apa?" seharusnya jangan kata-kata itu yang terucap. harusnya menolak bicara dengan alasan haus atau apapun. 

"Kamu harus ikut ayah pindah."

"Pindah?"

"Tidak. Nan harus denganku. Nan tidak akan pernah bisa jauh dari mamanya! Tidak akan ku berikan anakku padamu." Kata-kata yang keluar dari mulut perempuan dewasa itu sedikit membuat jantungnya berdetak lebih keras. Ia memang tidak pernah jauh dari mamanya namun jika di lihat setahun belakangan, mamanya sering keluar kota dan meninggalkannya di rumah sendirian. Si laki-laki dewasa tidak menjawab ucapan perempuan itu. hanya memandang Nan sang anak yang melihat bergantian pada mereka. 

"Nan, mau ya sama ayah? Kita pindah Nan." ucapannya menggunakan suara yang halus. Membujuk sang anak agar mau pindah dengannya. perempuan dewasa menatap padanya. Matanya yang tadi terlihat bara, kini seakan banjir sebelum jatuh. 

"Kenapa Nan harus pindah?"

"Nan tidak perlu pindah. Nan sama mama di sini terus ya."

"Terus kamu tinggal? Nan sendiri di rumah ini. Selama ini dia sendiri. Kamu sibuk sama urusan kamu. Tidak becus jaga anak."

"Heh. Daripada aku kasih ke kamu yang tukang selingkuh, padahal istri dan anak ada di rumah,,," ucapan itu terpotong.

"Di rumah kamu bilang. Kapan? Kapan kamu ada waktu buatku, buat Nan? Coba kamu pikir sendiri. Kapan?" Perempuan itu terdiam. Karena memang dalam masa-masa ini dia mengabaikan semua hal tentang Nan atau suaminya sejak tau suaminya berselingkuh. Dia sangat sibuk dengan pekerjaan barunya. Proyek besar menantinya. Dia sadar belum punya waktu untuk bersama Nan dalam kedepannya. Tapi suaminya berselingkuh. Mereka akan berpisah dan Nan akan mendapat ibu baru. Dia tidak terima itu. Tapi dia bekerja demi hidup Nan nantinya. Agar jika suaminya punya anak dari orang lain, Nan tidak perlu mengemis harta sang ayah.

Bagi Nan yang melihat perdebatan itu, sepertinya Nan sudah cukup tau bagaimana akhirnya mamanya akan melepaskan Nan.

Bagi Nan yang melihat perdebatan itu, sepertinya Nan sudah cukup tau bagaimana akhirnya mamanya akan melepaskan Nan

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Kapan pindahnya?" Ucapan Nan membuat air mata yang tertahan di pelupuk mata perempuan dewasa, terjatuh. Terjun di antara kaki jenjangnya.

"Secepatnya Nan. Besok bisa kita siap-siap."

"Nan mau pindah. Tapi Nan ada janji dengan teman-teman sekelas Nan. Mereka mau liburan karena sudah selesai ulangan umum kemarin. Nan ingin ikut. Bolehkah tunda pindahnya?"

"Teman kamu yang mana?" tanya perempuan dewasa.

"Apakah mama mengenal teman Nan jika Aku beri tahu yang mana ma?" ucapan sang anak kembali membuat tetesan air mata terjatuh.

"Kapan kamu perginya?"

"Sebentar lagi. Ini sudah jam satu malam. Kami berangkat jam lima subuh."

"Mama antar ya?"

"Apa kamu bisa untuk tidak pergi Nan?"

"Jika aku harus pindah setidaknya aku ingin perpisahan dengan teman-temanku."

"Pergi berapa lama?"

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Pergi berapa lama?"

"Kata mereka sepanjang hari libur ayah." Percakapan ini seperti percakapan biasa jika tidak ingat sebelumnya ada pertengkaran hebat.

"Terlalu lama Nan. Ayah harus pindah secepatnya."

"Bagaimana jika ayah urus semua barangku. Nanti Nan akan menyusul ayah. Jika sudah di izinkan Nan mau minum dulu. Haus" Ia pergi meninggalkan kedua orang dewasa yang dipanggilnya ayah dan mamanya. Sulit untuk memanggilnya ayah dan mama karena semuanya berubah. Cinta yang mereka berikan padanya, pandangan yang mereka miliki, senyuman yang tak pernah lagi ada di rumah besar ini semuanya telah berubah, Nan sendiri.

Dia membuka lemari es yang besar dengan sedikit tenaga. ingin rasanya marah dan melampiaskan kekesalannya pada apapun yang di depannya. Saat lemari terbuka, dinginnya masuk ke celah pori-pori kulitnya. mengalahkan dinginnya hujan diluar sana. tapi masih dingin hatinya yang saat ini terdiam di hadapan botol dingin yang berjajar.

Dia tersadar telah berbohong. mengarang cerita sedemikian rupa secara spontan. Dia tidak ada rencana liburan bersama teman. Nan tidak punya teman dekat. Dia mulai menjauhi satu persatu temannya sejak setahun belakangan. Nan sering menyendiri saat itu. Lalu apakah dia akan pergi nanti sesuai ucapannya pada mereka?. aku hanya harus berkemas. Ucap Nan pada dirinya sendiri.

Rainbow MistTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang