34. Terciduk lagi?

4.8K 426 14
                                    

Nismara menatap takjub pada seekor lobster berukuran sangat besar yang saat ini tergeletak di atas kitchen counter. Iya, seperti perkataan Cakka kemarin malam, pada akhirnya laki-laki itu mengajak Nismara untuk membeli aneka seafood pada pagi buta. Selain lobster yang mencapai berat 3 kg lebih yang sudah Cakka pesan seminggu sebelumnya, mereka juga membeli aneka kerang dan abalone, udang, ikan bahkan cumi-cumi serta gurita—yang untungnya kali ini ukurannya cukup normal.

Sebenarnya Nismara tidak menyangka kalau Cakka akan membeli sebanyak ini. Dibandingkan acara makan dua orang, Cakka makan seperti ingin mengadakan hajatan. Tak peduli seberapa rakusnya Nismara, dia tidak mungkin bisa menghabiskannya. Di samping itu Nismara juga tidak cukup berpengalaman untuk memasak seafood sebanyak itu. Gimana kalau hasilnya tidak memuaskan?

"Aku udah telpon Mama sama Abah, katanya mereka bakalan kesini," ujar Cakka sembari mengeluarkan kantung plastik tambahan berisi kepiting. Sontak saja membuat Nismara membeliak ngeri. Yakinlah, apartemen yang semula beraroma harum kini sudah berbau amis.

"Ini gimana masaknya anjir?!"

Cakka menaikkan kedua alisnya. "Kan mau pakai bumbu pecel lele?"

"Ya, enggak sebanyak ini juga dong, Cakka. Kapan beresnya."

Seakan menyadari kalau mereka membeli 'terlalu banyak', Cakka menatap sekitaran dapurnya dan meringis pelan. "Simpan aja sisanya terus nanti kasih Emak kamu."

Mendengus, Nismara memilih untuk mengambil pisau dari rak khusus dekat westapel kemudian bergerak untuk membersihkan sisik ikan terlebih dahulu. Cakka mengekor tak lama setelahnya. Sebaliknya laki-laki itu meraih sekotak kerang dan abalone, sepertinya sih ingin ikut-ikutan membersihkannya. Tapi bukannya si kerang yang bersih tapi malah jari Cakka yang teriris dua kali.

"Enggak guna banget lo, anjir!"

Cakka mengerucutkan bibirnya mendengar hinaan Nismara. Namun tak ayal dia tetap menurut untuk mengulurkan tangannya saat Nismara memplester lukanya.

"Udah, kamu potong bawang aja sana. Biar aku yang urus ini," usir Nismara.

"Tapi aku mau bantu kamu."

Nismara menyentil kening Cakka gemas kemudian menunjuk tangan kiri Cakka.  "Yang ada nih tangan diamputasi entar. Udah sana ahh."

Meski enggan Cakka masih menurut patuh. Laki-laki itu melimpir ke pinggir meja counter dan mengerjakan apa yang Nismara suruh, mengupas kulit bawang.

Selama hampir satu jam Cakka menatap bosan ke arah istrinya yang masih anteng membersihkan hewan-hewan laut itu. Yah, Cakka harus akui dalam hal keterampilan dapur Nismara jauh lebih hebat darinya.

"Kamu punya kapak?" Tanya Nismara tiba-tiba.

"Buat?" Cakka malah balik bertanya.

"Potong cangkang lobsternya lah."

Cakka menggeleng dan raut Nismara langsung berubah nelangsa.

"Terus ini gimana motongnya?"

"Hmm, palu? Obeng? Pisau biasa emangnya enggak bisa?"

Nismara menatap Cakka seolah laki-laki itu tidak waras. Apa katanya? Obeng? Siapa orang waras yang membuka cangkang lobster menggunakan obeng?! Wah, sungguh. Nismara memang tidak bisa mengandalkan Cakka.

Menyingsinhkan lengan bajunya, Nismara kemudian melangkah keluar apartemen. Membuat Cakka bertanya-tanya apa yang sebenarnya akan gadis itu lakukan. Tapi berselang beberapa saat, Nismara kembali dengan sebuah kapak mengkilat di tangannya.

Cakka memandang Nismara takjub. "Kamu dapat dari mana?"

"Tangga darurat."

Kedua pupil Cakka melotot lebar. Sungguh, seberapa banyak akal yang Nismara miliki? Sampai-sampai kapak di tangga darurat saja dia garaf. Ehh, tapi pihak apartemen tidak akan memarahi mereka 'kan? Juga dari mana Nismara dapat kunci untuk membuka lemari tempat kapaknya berada? Apa dari bapak satpam berkumis tebal yang suka Nismara ajak main kartu hari minggu?

Cakka dan Kata MerekaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang