Tak berapa lama Nismara memilih keluar dari restoran saat Cakka bilang kalau lelaki itu sudah on the way. Dia berdiri bosan di parkiran, menendang kerikil dengan ujung sepatunya. Untungnya lokasi restoran ayam ini tidak terlalu jauh dari apartemen mereka. Cukup lima menit dan Cakka sudah datang dengan mobilnya. Nismara segera bergegas, hendak membuka pintu mobil saat Aldo tiba-tiba datang menghadang.
“Hei, Bro!” Sapa Aldo sok akrab.
Cakka menaikkan alisnya lalu melirik Nismara seolah bertanya.
Nismara memasang wajah bete. “Ngapain lo, Kak?”
Aldo cengengesan. “Lo inget gue enggak, kita pernah ketemu waktu seminar enam bulan lalu?"
Jelas pertanyaan itu tidak ditujukan sebagai tanggapan bagi Nismara. Aldo menatap Cakka yang masih setia mengerutkan keningnya penuh tanya. “Sama Bu Siska," sambungnya dengan seringai yang kentara.
Seketika Cakka langsung melirik Nismara panik, terutama saat netranya mendapati raut penuh tanya di wajah Nismara.
“Lo ikut seminar?” Nismara bertanya. Cakka mengangguk kaku. Tapi selebihnya Nismara tidak menimbulkan respon apapun. Gadis itu menatap Aldo sinis. “Udah 'kan acara sok akrab lo, Kak? Gue mau pergi nih.”
Aldo tertawa lalu mempersilahkan Nismara untuk memasuki mobil. “Gue harap kita bisa kenal lagi!”
“Apaan dah,” Nismara bersungut jengkel. Sejurus kemudian Cakka segera menyalakan mesin mobilnya, seolah sedetik saja berada disana akan membawanya pada sesuatu yang tak terduga.
"Ngapain disini?" Cakka bertanya tak lama setelahnya.
"Acara enggak penting," balas Nismara.
"Enggak penting tapi kamu datengin?"
Nismara membuang pandangannya. "Demi ayam goreng apa sih yang enggak," bisiknya.
"Tadi ada acara apa?"
Nismara menghela nafas, jika sudah begini artinya Cakka benar-benar menuntut jawaban. "Syukuran setelah Kak Aldo putus dari pacarnya yang ke dua ratus dua puluh dua." Jawaban Nismara membuat Cakka menaikkan alisnya bingung.
"Gue serius ihh, makanya gue bilang acara enggak penting. Ya emang enggak sepenting itu acaranya," tegasnya.
Cakka membuang nafas. "Aku harap kamu enggak usah deket-deket sama cowok tadi.”
Siapa juga yang mau deket-deket. Kalau bukan karena ayam goreng mana mau Nismara pergi kesana. Tapi dia juga penasaran kenapa Cakka melarangnya berdekatan dengan Aldo. “Kenapa?”
Cakka menaikkan pundaknya. “Dia bukan cowok yang baik.”
Nismara menaikkan alis tapi Cakka benar sih, Aldo itu suka sekali mempermainkan perasaan perempuan. “Oke, lagian gue juga enggak mau deket-deket.”
Cakka mengangguk, tersenyum tipis. “Good girl,” pujinya.
Selebihnya Cakka tidak mengatakan apapun. Pemuda itu memilih memfokuskan diri menatap jalanan demi keamanan. Sampai Nismara mulai sadar kalau jalan yang dia lewati berbeda dari jalan menuju apartemen mereka.
Nismara mengerutkan keningnya lalu menoleh pada Cakka. "Kita mau kemana?"
Tanpa mengalihkan pandangan Cakka menjawab. "Makan, aku belum makan malam."
"Oh."
Benar saja. Tak berapa lama Cakka menghentikan mobilnya di depan sebuah restoran yang cukup mewah. Nismara tahu tempat ini, dia sering melihat postingan teman-temannya di media sosial. Dan tempat ini memang sebagus yang dikatakan.
Gadis itu menatap suasana restoran yang ramai, hampir setiap sudut dipenuhi oleh orang-orang. Cakka terus melangkah menaiki tangga ke lantai tiga dan Nismara mengekor dengan tenang. Tempat yang Cakka tuju ternyata adalah bagian rooftop restoran dimana hanya ada lima meja disana dan Cakka menuntunnya untuk mendudukan diri di meja paling ujung.
Nismara melirik ke bawah, memperhatikan lalu lalang kendaraan dan lampu-lampu jalanan berkedip-kedip. Pemandangan kota di malam hari memang selalu berhasil membuat setiap insan terpukau.
"Gimana? Bagus?" Cakka bertanya.
Nismara hanya berdeham mengiyakan. Semilir angin menerbangkan helaian rambut panjangnya, membuat Nismara sedikit risih.
Cakka mengambil buku menu. "Kamu mau pesen apa?"
Nismara melihat daftar menu, sedikit meringis saat melihat harga yang cukup mahal. Meski tidak semahal di restoran bintang lima tapi tetap saja untuk ukuran seorang mahasiswa, membeli seporsi makanan sudah membuat dompet jebol. "Apa aja deh, terserah lo," katanya pasrah.
Cakka mengangguk lalu memesan dua porsi steak seharga ratusan ribu. Nismara cuma bisa menggeleng melihat gaya hidup orang kaya. Tapi ngomong-ngomong sejak tadi Nismara hanya memakan daging, kolestrol enggak ya? Kayaknya besok dia harus olahraga.
"Oh iya, ngomong-ngomong kenapa lo milih arsitektur? Bukannya lo udah sering menjuarai perlombaan lari? Kenapa enggak jadi atlet aja?" Tanya Nismara sambil memotong-motong daging steak-nya.
"Karena cita-cita aku jadi arsitek. Sejak kecil aku memang udah berkeinginan untuk merancang sebuah bangunan yang nantinya akan menjadi mahakarya yang akan diingat dunia." Cakka mengatakannya dengan binar yang membuat Nismara yakin kalau lelaki itu memang jujur. "Dan kamu, kenapa kamu mau jadi seorang seniman?"
Nismara mengunyah sepotong daging dan mendesah saat kelezatan itu berkumpul di lidahnya. Dia jadi tahu kenapa orang-orang rela menghabiskan uang hanya untuk menikmati sepotong daging yang sama sekali tidak mampu mengenyangkan ini. "Sama kayak lo, dari kecil gue emang udah suka ngegambar dan suatu hari gue juga pengen punya galeri seni sendiri."
"Aku tau kamu pasti mampu," Cakka berkata dengan penuh kesungguhan.
Nismara tertegun, merasa terharu dengan kepercayaan Cakka padanya. "Apaan sih lo," semburnya malu.
Cakka tersenyum melihatnya. "Aku serius, Mara. Kamu itu seniman yang berbakat, aku bahkan udah enggak bisa bedain apakah ruangan di seberang kamar kita itu ruang gym atau ruang seni," candanya.
Nismara mengembungkan mulutnya kesal. Selama ini Nismara memang sering menggunakan ruang gym di apartemen sebagai tempat khusus jika dia ingin melukis. Alasannya karena ruangan itu memiliki pencahayaan paling baik dan yang terlebih, cukup luas sehingga Nismara bisa leluasa bergerak. Setelahnya pun Nismara akan memajang lukisannya disana sehingga selama dua bulan ini sudah ada belasan mahakarya-nya yang menggantung di dinding. Apalagi beberapa alat lukis seperti kuas, cat, easel stand dan kanvas kosong juga masih tergeletak di atas meja. Makanya orang mungkin akan salah paham karena hampir separuh ruang gym sudah dipenuhi oleh barang-barangnya.
"Kalau gue ngelukis di kamar, lo pasti marah-marah," kilah Nismara.
Cakka terbahak lalu menjawil ujung hidung Nismara yang membuat gadis itu semakin bersungut-sungut. "Kamu lucu banget tau enggak?”
"Kagak!" Nismara melahap makanannya dengan cara membabi buta untuk menyalurkan kejengkelannya karena Cakka sudah berani mengejeknya. Namun hal itu malah membuat Cakka semakin tertawa lebar.
![](https://img.wattpad.com/cover/297968277-288-k337839.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Cakka dan Kata Mereka
Roman d'amourMendapat suami karena pesugihan? Nismara Dian Kartini tak pernah menyangka jika ketiga temannya akan sangat tega menjadikannya tumbal pesugihan abal-abal bermodalkan sepaket ayam KFC. Dia juga takkan menyangka kalau tepat setelahnya dia harus mengal...