51. Orang pintar

3.6K 372 23
                                    

"Ka, nanti kalau pulang kerja sekalian beliin aku martabak ya? Yang keju, " pesan Nismara.

"Okay."

"Eh, sama yang rasa coklat juga boleh atau red velvet."

Cakka tersenyum, mengusap pipi Nismara dengan gemas. "Iya, sayang. Tapi kalau aku pulangnya malam enggak papa?"

"Lembur lagi?" Nismara heran.

"Kayaknya."

Nismara bersungut-sungut dalam hati. Sumpah perusahaan apaan sih itu?! Kok bisa mendiskriminasi karyawan baru sampai segitunya. Masa setiap hari Cakka harus selalu lembur sih? Bagaimanapun Cakka juga manusia yang bisa saja tumbang jika terlalu kelelahan.

"Lebih baik kamu nyari perusahaan lain deh, Yang. Masa kamu harus terus-terusan di porsir gitu. Walaupun karyawan baru 'kan enggak bisa segitunya."

Melihat raut kesal Nismara malah membuat Cakka merasa terhibur. "Enggak papa, namanya juga perjalanan hidup. Walau berat harus tetap aku jalanin. Aku harus tetap ingat kalau masih ada istri yang harus aku jajanin. Sekarang aja istri aku mau dibeliin martabak."

Nismara mengerucutkan bibirnya sambil berceloteh. "Kalau gitu, terus kerja bagai kuda. Aku dukung kamu!!"

Cakka terbahak kencang. Sungguh Nismara itu lucu banget sih. "Ya udah aku pergi kerja dulu."

"Hmm, hati-hati."

"Ciumnya mana?" Cakka mencondongkan wajahnya. Nismara berjinjit dan seperti kebiasaannya gadis itu mengecup kedua pipi Cakka bergantian. Baru setelahnya Cakka bisa pergi bekerja dengan tenang.

***

"Lo kenapa dah? Manyun gitu."

Nismara yang baru saja selesai bimbingan menjatuhkan dirinya ke atas lantai. Sumpah dia capek sekali. Dia harus memutar otaknya secara berlebihan demi merancang skripsi yang terasa bagai abadi. Padahal Nismara lebih rela menghabiskan waktu 24 jam untuk melukis dibandingkan bimbingan bersama dosen selama beberapa jam saja. Sungguh, otaknya tidak kuasa. Nismara akhirnya tahu mengapa dulu Cakka suka uring-uringan waktu sedang skripsi-an. Ya ternyata, memang semenyebalkan itu.

"Enggak tahu, Bi. Akhir-akhir ini gue jadi gampang lemes. Mungkin karena skripsian-nya kagak ngotak ya."

"Iya, anjir gue bab satu belum di ACC juga. Pusing nih kepala princess," timpal Binar yang juga sama nelangsanya.

"Mungkin lo ketempelan kali, Ra. Tetangga gue juga gitu. Dia lemes mulu, suka ngelamun, enggak mau makan. Waktu di bawa ke orang pintar ternyata ada kunti yang ngikut." Bandung berujar.

Nismara membeliak ngeri. "Terus gimana dong kalau gue bener ketempelan? Mana kemarin gue lewat kebun sawo dekat rumah Abah."

"Ya udah, lo juga cek aja. Gue anterin deh ke orang pintarnya. Kalau di biarin bahaya. Lo pernah denger enggak ada yang kerasukan sampe meninggal?"

Nismara menggeleng.

"Itu viral banget anjir. Udah buru kita pergi."

Alhasil disinilah Nismara berada. Duduk bersila di atas karpet hijau di dalam sebuah ruangan temaram. Di depannya ada semacam wadah pembakaran terbuat dari tanah liat yang berbau sangat menyengat. Ada juga senampan kecil sesajen  yang entah mengapa membuat Nismara merasa deja vu.

Cakka dan Kata MerekaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang