5. Rencana Selanjutnya apa?

7.4K 570 9
                                    

Cukup lama Nismara bertahan dalam alam mimpi yang syahdu sampai dering ponsel mengganggunya. Nismara mengangkat kepalanya kemudian kembali menangis bombai saat nama Binar tertera di layar. Namun tak pelak juga dia menerima panggilan Binar.

"Halo, baby, gi apanih?" Suara Binar terdengar sangat menjengkelkan sumpah! Nismara bahkan  langsung mendengus begitu mendengar nada aduhai manis dan menggoda  dari gadis berdarah timur tengah itu.

Nismara menarik ingusnya sebelum menjawab. "Halo anak monyet!!"

"Buset, iya apa mommy monyet?" Binar terkikik di seberang sana. "Gimana, Ra? Malam pertamanya. Capek enggak? Sakit atau mantap?  Laki lo  memuaskan kagak kerjanya? Hehe..."

Seketika Nismara langsung merutuk. "Malam pertama bapak lo sama mbah Yanto! Kagak ada ya yang kayak gitu, gue aja kagak sudi kawin sama cowok mesum yang sukanya bobol gawang sana-sini.  Dan lo masih bisa mikirin malam pertama setelah berhasil buat hidup sahabat lo ancur-ancuran?! Sahabat macam apa lo?! Manusia bukan lo?! Sialan!!"

Bukannya marah, Binar malah terkekeh puas. Seolah rutukan Nismara hanyalah alunan musik yang bisa didengar dimanapun. Tidak menyenangkan tapi tidak juga mengganggu. Ya, standarlah. "Harusnya lo itu bersyukur, Ra, karena gue lo bisa nikah muda. Coba kalau enggak, sama kepribadian lo yang mengkhawatirkan gue yakin lo bahkan enggak bakal dapet cowok dan bakal jadi perawan tua. Gue tuh cuma membantu mempersingkat penderitaan elo, tahu kagak?"

"Iya derita yang seharusnya gue alami sepanjang hayat lo persingkat jadi bertubi-tubi, sialan!!" Duh berapa kali kata sialan dia ucapkan sejak kemarin. Semoga saja Allah tidak mendepaknya dari daftar umat yang dia cintai.

"Pokoknya gue kagak mau tahu, lo harus tanggung jawab. Apa lo tahu gimana hancurnya gue waktu liat Abah sama Emak nangis karena gue? Apa lo tahu gimana perasaan gue waktu Bang Juna secara tidak langsung bilang kalau gue udah nodain nama baik keluarga? Gimana malunya gue kalau ibu-ibu ghibahin gue, hah?! Kagak tahu kan lo, Bi? Iyalah lo pada enggak bakal tahu, lo aja kurang waras enggak mungkin ngertiin perasaan manusia normal!!"

Nismara langsung mematikan panggilan mereka secara sepihak lalu melemparkan ponselnya ke atas karpet berbulu yang terhampar di atas lantai. Dia sudah tidak peduli lagi  saat dering telpon kembali terdengar beberapa kali. Nismara benar-benar sudah hancur. Dia kembali menyusupkan wajahnya, menahan tangisannya.

***

"Jadi, rencana lo selanjutnya apa?" Tanya Arjuna. Kakak dari istri yang baru dia nikahi tadi malam itu masih bersikap dingin padanya. Dan Cakka mengerti alasannya. Bagaimanapun dia telah menghancurkan masa depan seseorang dengan menariknya ke dalam masalah.

"Saya akan hubungi orang tua saya dan bawa mereka kesini untuk membicarakan pernikahan kami," jawab Cakka penuh kelugasan. Dia memang sudah berencana untuk membawa kedua orang tuanya menemui keluarga Nismara. Setidaknya agar kedua keluarga bisa membicarakan soal pernikahan mereka secara layak dan tentu saja menghapus beberapa kesalahpahaman.

Arjuna mendengus sebagai tanggapan. "Itu bukan rencana tapi emang sebuah keharusan. Lo udah nikahin adik gue dan emang udah sepantasnya keluarga lo tahu. Yang gue tanyain, rencana untuk kelanjutan dari pernikahan kalian itu apa?"

Cakka bergeming sejenak sebelum akhirnya dia mengerti pesan samar dari pertanyaan Arjuna. Laki-laki itu khawatir dengan keberlangsungan hidup adiknya.

"Abang tidak perlu khawatir, saya akan meresmikan pernikahan kami secara hukum." Lagipula mereka baru saja melangsungkan pernikahan secara agama dan jelas, Cakka tidak mungkin terus-terusan berada dalam status nikah siri. Jadi langkah pertama yang perlu dia ambil adalah membuat surat resmi sehingga pernikahannya dengan Nismara bisa diakui secara legal baik agama maupun hukum.

Cakka dan Kata MerekaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang