18. Menginap

4.8K 484 9
                                    

  "Apa itu?" Cakka bertanya saat Nismara memasuki kamar mereka sambil cekikikan.

  Masih terkekeh Nismara menunjukkan dua lembar foto. Satu saat Cakka sedang memakai dres ungu setelah disunat dan satu saat Cakka sedang bergaya jadi nenek lampir di sekolahnya. "Aib lo."

  Cakka menaikkan alis. "Mama yang kasih?"

  Nismara mengangguk. "Hampir separuh dari album foto lo isinya aib semua."

  Cakka ikut duduk bersama Nismara di tempat tidur mereka. Kepalanya sedikit condong untuk melihat foto seperti apa yang tengah Nismara tertawakan. "Mama emang suka jelek-jelekin anaknya," decaknya.

  Nismara terbahak. "Masih untung lo kayak gitu doang, Bang Juna suka banget edit foto apes gue jadi meme terus dia share di medsos. Lebih naas banget nasib gue."

  "Serius? Nama akun Bang Juna apa?" Tanya Cakka sembari menyalakan ponselnya.

  Nismara memicing sipit. "Kalau lo berani nyari gue sleding tuh muka, sumpah."

  Bukannya marah Cakka malah tertawa geli. "Loh kamu aja punya foto aku masa aku enggak sih, Ra. Biar satu sama dong."

  "Satu sama apaan. Nih ya, gue aja masih kagak sudi dimaharin lima puluh dua rebu sedangkan lo dihargain lima juta! Anjir itu jauh banget gila," sungut Nismara.

  Cakka mengerutkan keningnya tak paham dengan apa yang Nismara bicarakan. "Lima juta? Lima juta apaan?"

  Nismara mencibir ketidak tahuan Cakka. "Masa lo enggak tau?"

  "Emang enggak." Serius. Cakka sama sekali tidak paham.

  "Lo inget si Bunga?"

  Nismara berdecak ketika Cakka mulai lemot. "Itu cewek dulu hadang mobil lo, inget?”

  Lelaki yang sudah berganti pakaian tidur itu mengerutkan keningnya, sejurus kemudian baru mengangguk ingat.

  "Dia nyatain perasaannya dan minta lo buat jadi pacar dia tapi lo nolak dan langsung aja minggat dari panggung waktu kompetisi kampus. Si Bunga yang setelah lo tolak malah buat sayembara bagi siapa pun yang berhasil naklukin lo bakal dia hadiahi lima juta buat acara kencan mereka. Tapi sampai sekarang enggak ada yang berhasil."

  "Kamu serius?" Cakka masih tidak percaya. Nismara berdeham mengiyakan. "Terus kenapa kamu enggak bilang sama si Bunga-Bunga itu kalau kamu berhasil naklukin aku? Bukannya kita udah nikah dan kamu bisa dapat hadiahnya."

  "Naklukin bapak lo avatar, ogah banget gue," Nismara bergidik tanpa sadar, "dibandingkan gue harus nerima hadiah dari tuh cewek jadi-jadian mending gue jadi kuli di pasar. Walau capek yang penting duitnya halal."

  Cakka terkekeh. Entah mengapa Nismara selalu sukses membuatnya tertawa. Atau selera humor Cakka yang rendahan ya? "Kayaknya kamu punya permusuhan sama si Bunga itu?"

  Nismara menepuk kedua tangannya dengan keras. "Wihh lo pasti belum tau aja gimana aslinya si Bunga, walau sekali liat aja ketauan sih. Tapi ni ya," Nismara meletakkan dua lembar foto yang dia pegang ke atas ranjang kemudian memutar tubuh agar bisa berhadapan dengan lelaki itu secara leluasa. "Gue kasih tau ya, tuh cewek adalah jelmaan medusa. Sok cantik, sok pinter, sok ngartis dan sok-sok lain. Setiap kali tuh cewek ngomong idihhh pengen banget gue timpuk tuh muka kecakepan. Siapa yang sebut bunga, ahh itu namaku, bunga yang indah dan berharga. Iuhhhh."

  Cakka terbahak melihat bagaimana ekspresifnya Nismara saat ini.

  "Dan lo tau apa yang paling buat gue mumet? Tuh cewek suka banget nantangin gue. Mentang-mentang dia anak tari, punya badan semlehoy dia bisa seenaknya aja jelekin anak seni rupa. Dari namanya aja seni rupa maka rupa mereka tuh bagaikan seni. Abstrak hahaha... sorry ekhemm." Nismara mengibaskan rambut panjangnya kegerahan. Memang ya membahas gadis satu itu selalu membuat api di tubuhnya membara.

Cakka dan Kata MerekaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang