1. Jebakan Pesugihan

21.5K 681 20
                                    

"Untuk siapa aja yang lihat video ini, gue minta maaf. Maaf kalau selama ini gue udah buat salah, baik disengaja atau emang gue enggak niat sengaja. Kalian tahu 'kan kalau gue itu suka ngomong apa adanya? Kalau lo bau ketek gue bilang aja bau ketek, masa gue pura-pura bilang bau bunga. 'Kan enggak nyambung."

Sambil menghapus ingus, Nismara mengarahkan ponselnya lebih dekat. Membiarkan wajah yang kotor oleh air mata itu terpantul lebih jelas di dalamnya.

"Buat Abah sama Emak, maaf karena Isma belum bisa jadi anak yang baik, yang rajin, yang pinter ngaji. Isma masih suka nyolong mangganya pak Somad walau Abah suka marah-marahin Isma. Abis mangganya enak, Bah. Sweety, juicy, soury, pokoknya Abah harus cobain sendiri!"

"Tapi Isma janji, Isma enggak akan nakal lagi. Isma bakalan jadi anak yang baik buat Abah sama Emak. Itupun kalau Isma masih dikasih jatah hidup sama Tuhan! Huahhh...."

Nismara mengambil jeda sebelum akhirnya kembali bersuara.

"Dan buat bang Herry... guru cakep yang pernah bikin hati gue ketar-ketir. Abanggg!! Tega banget lo ninggalin gue kawin sama temen gue sendiri secara selama ini gue yang udah jatuh bangun buat perjuangin lo!" Nismara menunjuk-nunjuk layar ponselnya penuh dendam. Rasa sakit yang ditinggalkan setelah sang pujaan hati menikah dengan orang lain masih sangat membekas dalam kalbu. Bikin hati ini selalu cenat-cenut. "Lo tahu enggak Bang? Gue harus ditilang bapak polisi, telat ikut ujian, jatuh ke selokan cuma buat nganterin hape lo yang ketinggalan di warungnya bu Ratna. Itu gue Bang, bukan si Sella!!

"Tapi lo malah milih si Sella bukan gue. ABANG!!"

Dengan itu, tangisan Nismara semakin mengeras. Selama ini dia sudah menyimpan kegundahan hatinya lamat-lamat, tak membiarkan siapapun tahu kalau kisah cintanya pernah berakhir dengan amat mengenaskan. Namun Nismara sudah tidak tahan lagi. Dengan keadaan seperti ini, di tengah rumah kosong yang berdebu dan bau apek Nismara akhirnya mencurahkan segalanya.

Gadis yang masih memakai piyama panjang hello kitty itu duduk bersila di atas lantai yang kotor, masih tergugu histeris. Meski begitu Nismara masih sempat untuk menekan tombol off sehingga wasiatnya yang tersimpan di ponsel bisa terselesaikan.

Dan begitu juga dengan hidupnya.

Huhu...

Beberapa waktu Nismara tetap bergelung dalam tangisnya, rasanya tidak ada pembatas apapun yang dapat menghentikan cucuran air matanya. Itu terus saja meluncur jatuh tanpa bisa ia tahan. Baru setelah kelelahan Nismara bisa menyumpal tangisannya.

Nismara kemudian mengedarkan pandangannya ke sekitar. Memperhatikan berbagai ornamen klasik yang kini sudah ditutupi oleh debu dan jaring laba-laba. Meski begitu Nismara masih bisa membayangkan betapa indahnya tempat ini dulu, iya dulu sekali sebelum peristiwa tragis saat invasi Jepang melanda dimana konon katanya banyak nyawa yang menghilang di rumah ini. Nismara bergidik tanpa sadar, rumor-rumor mengerikan tentang hantu noni Belanda tanpa kepala seketika menyeruak.

Bikin jantung ini dag-dig-dug-ser-yes.

Ketakutan, Nismara terpaksa beringsut mendekati ketiga orang yang sejak tadi tidak pernah sekalipun membungkam suara. Ribut mulu! Tapi untungnya mereka masih manusia bukan makhluk gaib yang tidak bisa dia ajak gulat.

Meski tidak rela Nismara akhirnya duduk bersila di samping salah satu dari mereka dengan ekspresi nelangsa. Turut serta memperhatikan senampan sesajen beserta sepotong paha ayam dengan lapisan tepung renyah yang tergeletak di tengah bunga kantil dan aneka barang mistis lainnya.

Nismara tidak pernah tahu kalau hidupnya akan berjalan se-absurd ini. Mengenal tiga orang gila dan menjalani kehidupan gila lainnya. Tapi meski begitu Nismara tidak sekalipun bisa membayangkan kalau teman-temannya setega ini padanya. Menculiknya pada dini hari di malam Jum'at kliwon dan mengikut sertakannya dalam ritual pesugihan abal-abal.

Mana sesajennya pake ayam goreng tepung lagi!

Absurd banget elah.

"Wahai Mbah Jaya, tolonglah anak cucumu ini Mbah. Limpahkanlah kami dengan uang satu miliar, harus cash jangan lewat rekening nanti saya dikira habis korupsi dana kuliah. Wahai Mbah Jaya tolonglah, tolonglah!"

Nismara menghela nafas panjang saat Bandung, salah satu temannya itu mulai mengucapkan hajatnya dengan gaya paling dramatis yang pernah dia saksikan. Yang anehnya malah diikuti oleh kedua orang lainnya, Regi dan Binar. Dan Mbah Jaya siapa itu?

"Bangkitlah engkau Mbah Jaya!!" Binar melempar bunga kantil dari dalam gayung plastik ke udara dan tentu saja airnya menyiprat wajah Nismara. Tak sampai disana, gadis cantik itu juga mengangkat-ngangkat boneka jelangkung dengan sangat brutal. Hal yang membuat Nismara bertanya-tanya apakah ritual pesugihan memang seheboh ini? Atau memang ketiga temannya yang tidak punya akal sehat?

Dan tampaknya Nismara juga sudah kehilangan akal sehatnya karena mau bergaul dengan mereka. Makanya dengan perasaan hancur Nismara kembali mengeluarkan stok tangisannya. "Emakkkk... tolongin Isma huahhhhh..."

BUG!

Tiba-tiba salah satu lukisan yang menempel di dinding jatuh begitu saja, sontak semua orang yang berada disana terperanjat kaget bahkan Nismara sampai nyusruk di atas pangkuan Regi.

Regi yang baru saja ditimpa beban berat mengaduh kesakitan. "Sakit, Ra!"

Nismara menggeleng panik, melingkarkan lengannya di sekitar leher Regi dan menolak untuk pergi. "Gue takut, Abang!" Lagian siapa yang tidak merinding berada di rumah yang telah berpuluh-puluh tahun tak berpenghuni serta menyimpan banyak kisah misteri? Jelas orang waras seperti Nismara akan ketakutan.

"Mbah Jaya?" Binar yang juga merupakan manusia paling berani di antara mereka memanggil nama–entah siapa itu–untuk memastikan.

KIKKKK!

Ketiga orang itu saling memandang antusias. Terutama Bandung yang merasa kalau perbuatan sesatnya telah membuahkan hasil. "Mbah, ini saya Bandung, Mbah. Anaknya anak anaknya Mbah."

Nismara yang masih bergelantung pada Regi mendengus jengah mendengar ucapan Bandung yang belibet macam judul sinetron.

Kkikkk!

"Iya, Mbah. Ini Mbah Jaya 'kan ya?" Bandung kembali melontar pertanyaan sembari tertawa cengengesan.

Ki-kki-kki!

Tapi tunggu, kok rasanya ada yang aneh ya? Apa suara dari arwah leluhur memang seperti perempuan lagi puber? Mana melengking lagi.

Mengandalkan rasa penasaran Nismara akhirnya mengangkat kepalanya, melihat Binar dan Bandung yang masih saling bersahutan untuk memanggil Mbah Jaya. Dan saat itulah, tanpa sengaja sudut matanya menangkap sesuatu berwarna putih yang menggantung di udara sambil bergerak ke kiri dan ke kanan. Nismara tercekat. "Itu mah kunti sialan!!" Jeritnya histeris.

Sumpah, Isma mau pulang aja!!




Cakka dan Kata MerekaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang