Maura menarik tangannya dari genggaman Noah. Ia tidak pernah sebingung ini dalam hidupnya. Hati Maura pernah hampir goyah, tetapi Maura berhasil menarik akal sehatnya lagi.
Maura menatap Noah yang masih menatapnya tajam. Mata lelaki itu menunjukkan bahwa ia tidak mau dibantah. "Kalo gitu tunggu aja, sampai gue milih sendiri."
Tatapan Noah melunak mendengar ucapan Maura, dia sadar tidak bisa memaksa kehendaknya untuk memiliki Maura. Tetapi Noah akan menunggu hari di mana Maura akan memilihnya.
******
"Kalo berdiri di tiang bendera aja kayaknya gak bakal buat kamu jera, hari ini kamu bersihin aula sampai istirahat selesai."
Maura melirik Aksara yang berdiri di depan meja guru wali kelasnya. Lelaki itu ketahuan membolos lagi. Aksara membalas lirikan Maura lalu mengedipkan salah satu matanya pada Maura.
Maura mengalihkan tatapannya dan buru-buru mengumpulkan tugasnya di atas meja guru. Bu Dewi melirik Maura yang baru mengumpulkan bukunya. "Kenapa baru kumpul?"
Maura meneguk ludahnya, ia tidak sepintar itu dalam matematika, jadi Maura membutuhkan waktu lebih lama untuk mengerjakan latihan soal. "Maaf bu."
"Kamu awasin Aksara di aula sampai selesai. Lapor saya kalau dia macam-macam."
Maura menganggukkan kepalanya dengan cepat, lalu Maura dan Aksara pergi dari ruang guru menuju aula. Maura bersyukur karena dia hanya disuruh untuk mengawasi lelaki itu saja.
Maura menyipitkan matanya pada Aksara yang terlihat santai, padahal lelaki itu akan membersihkan aula yang sangat luas itu. Bagaimana bisa lelaki itu selalu saja membolos, hidupnya hanya dipenuhi perkelahian dan balapan. Untungnya penulis novel ini adil karena Aksara tidak memilik otak jenius seperti Arion.
Saat sampai di aula, Aksara bukannya membersihkan aula, lelaki itu malah merebahkan diri di lantai aula yang kosong.
"Gak bersihin aula?" tanya Maura menatap Aksara yang sudah memejamkan matanya.
"Bu Dewi gak bakal tau."
Maura hanya menghembuskan napasnya pasrah, ia tidak akan melaporkan Aksara karena lelaki itu sepertinya sedang pusing memikirkan motor ducati miliknya yang masih menjadi jaminan karena kalah balapan.
Maura duduk di sebelah Aksara, ia melipat kedua lututnya dan memperhatikan Aksara yang masih memejamkan matanya.
"Temen-temen lo yang waktu itu, lo kenal dimana?" tanya Maura.
"Ketemu di balapan pertama gue."
Maura melirik piercing milik Aksara yang masih berada di telinga lelaki itu, penampilan yang sangat jarang dimiliki anak sekolahan di dunia nyata.
"Lo masih belum pulang?"
Aksara hanya membalasnya dengan dehaman yang artinya lelaki itu belum pulang. Maura tahu alasannya, karena Aksara sering pulang larut, jadi ayahnya mengusirnya dari rumah.
Aksara bangun dari tidurnya lalu duduk di hadapan Maura. Aksara tidak tahu bagaimana perasaan Maura sekarang, karena sejak ciuman malam itu, Aksara tidak bisa berhenti memikirkannya hingga sekarang.
"I wanna be yours," bisik Aksara serak. Lidah Maura mendadak kelu saat mendengarnya. Tidak bisakah para lelaki di novel ini berhenti mengucapkan kata-kata yang membuat Maura speechless. "I've been thinking too much of you."
KAMU SEDANG MEMBACA
Dangerous Relationship [END] [TERBIT]
Teen Fiction[PART MASIH LENGKAP!] [Sudah terbit di Teori Kata Publishing] Maura harus menerima nasib kalau dia bertransmigrasi ke dalam novel yang baru saja di bacanya. Bukan pemeran utama maupun pemeran antagonis, tapi seorang gadis yang bahkan namanya tidak p...