"Bukan gue, tapi Maura. Berlututlah ke Maura."
"A–apa?" Aileen menggeleng dengan keras. "Gak! Gak akan pernah!"
"Kalo gitu terima ini terus angkat kaki."
Aileen menatap Noah dengan bibir begetar. Aileen tidak peduli jika orang lain merendahkannya, asalkan jangan Noah. Hanya Lelaki itu yang Aileen impikan sedari dulu. Ia menginginkan Noah. Sungguh.
Tapi kini lelaki itu menatapnya dengan rendah karena ulah jahat dirinya sendiri. Air mata turun dari kedua sudut mata Aileen.
"Apa dengan gue berlutut lo bakal bales perasaan gue?" tanya Aileen dengan sedikit terisak.
Noah menghembuskan napas lelah. Sebenarnya kenapa gadis itu bisa sangat terobsesi padanya? Padahal Noah tidak pernah sama sekali melakukan tindakan yang membuat harapan Aileen pada dirinya melambung tinggi.
Aileen mengusap air matanya dengan punggung tangan secara kasar. Jika ia didrop out, maka hilang juga kesempatannya untuk mendapatkan beasiswa di universitas oxford melalui keterampilannya bermain piano. Tidak, bukan karena itu saja, citranya sudah buruk sejak video itu diunggah dan kesempatannya sudah lenyap sejak saat itu.
Maura keluar dari perpustakaan dan berdiri di belakang Aileen. Maura bisa melihat sekelilingnya sudah sangat ramai.
"Bakal gue pertimbangkan kalo lo berani berlutut sekarang." Noah melirik Maura yang berdiri di belakang Aileen, berjarak sekitar tujuh langkah.
Aileen mengikuti pandangan Noah, ia berbalik dan melihat Maura. Ia mengepalkan tangannya dengan kuat. Semuanya karena Maura. Seharusnya gadis itu diam saja dari awal dan tidak berdiri di antara dirinya dan Noah.
Jika saja seperti itu, mungkin Aileen tidak akan bertindak jahat begini. Ya, semua karena Maura.
Di sela-sela air matanya yang masih mengalir, Aileen mengambil pot bunga dari tanah liat, sebesar bola basket yang berada di dekatnya dengan cepat lalu secepat itu pula melemparkannya tepat ke arah Maura.
Dengan refleks Maura memejamkan matanya, tetapi ia tidak merasakan apapun. Maura membuka matanya dan melihat Arion berdiri di depannya, melindunginya dari lemparan Aileen.
Beberapa orang berteriak karena terkejut melihat tindakan Aileen, terutama Noah yang melebarkan matanya dan bersiap untuk menolong gadis itu, tetapi ia kalah cepat dari Arion.
Maura maju untuk melihat kondisi Arion, Arion menahan pot bunga itu dengan lengannya hingga meluarkan cairan merah pekat dari lengannya yang tergores pot itu.
Luka di lengan itu, seolah-olah menjadi titik fokus semua orang dalam keheningan beberapa detik.
"Arion!" teriak Maura. Tangannya bergetar melihat darah yang mengucur dengan deras. Tetapi ekpresi lelaki itu tetap datar seolah tidak terjadi apapun.
Aileen melebarkan matanya melihat Arion yang berdarah. Lelaki itu rela melindungi Maura membuatnya semakin bertambah kesal. Sebenarnya apa yang istimewa dari gadis itu? Apa yang Maura punya dan dirinya tidak?
"Kenapa?!" Aileen berteriak kencang.
Maura mengepalkan tangannya, "lo udah bener-bener bukan manusia lagi."
Aileen perlahan terisak lagi dan menatap Maura. "Semua karena lo, lo yang buat gue gini."
Maura menggelengkan kepalanya tidak setuju, "lo sendiri yang ngeluarin sifat asli lo. Lo monster."
Aileen menggigit bibirnya. "Kenapa cuma gue? Celine dan Vanya juga!"
Arion menatap tajam Celine dan Vanya yang menonton sedari tadi, berdiri tidak jauh dari tempatnya. Kedua gadis itu terlihat bergetar ketakutan saat mendengar ucapan Aileen barusan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dangerous Relationship [END] [TERBIT]
Teen Fiction[PART MASIH LENGKAP!] [Sudah terbit di Teori Kata Publishing] Maura harus menerima nasib kalau dia bertransmigrasi ke dalam novel yang baru saja di bacanya. Bukan pemeran utama maupun pemeran antagonis, tapi seorang gadis yang bahkan namanya tidak p...