Maura tepat sekali datang disaat dirinya sedang memikirkan gadis itu. "Sengaja banget bikin gue tambah naksir kayaknya."
Maura memutar kedua matanya lalu berdecak, "apaan sih!"
Ia ingin berdiri, tetapi Aksara menahan lengannya. Maura melirik Aksara yang menatapnya dengan intens. Lelaki itu merasakan adanya sebuah tembok tak kasat mata yang memisahkan mereka.
"Gue tau perasaan kita gak sama, tapi boleh kan kalau gue berharap?"
Maura meneguk ludahnya mendengar ucapan Aksara. Tidak boleh. Lelaki itu tidak boleh atau tidak seharusnya jatuh terlalu jauh padanya. Maura melirik arah lain tanpa berniat membalas pertanyaan dari lelaki itu.
"Gue mau bilang makasih untuk bantuan lo selama ini. Gue beneran bakal pergi dan lo bakal lupa," ucap Maura.
Kalimat itu, entah sudah berapa kali Aksara mendengarnya. Lelaki itu mencoba menyembunyikan rasa kecewanya di balik senyuman tipis. Aksara memahami bahwa ada hal-hal tertentu yang tidak dapat diubah, dan mencoba untuk memadamkan api perasaannya sebelum itu berkobar terlalu besar.
"What if i never forget you?"
"Gak mungkin. Waktu akan terulang dan akan ada Maura Kanaya lainnya."
"Kadang gue ngerasa kalau gue punya kesempatan sama lo, tetapi pas gue coba—"
"I don't deserve that. You know it too."
Aksara merasakan getaran kesedihan dalam setiap kalimat yang diucapkan oleh Maura. Di dalam keheningan ruangan UKS, bisa terlihat raut wajah kecewa Aksara yang tampak sangat jelas. Maura harus mengakhiri ini sebelum semuanya terlambat. Aksara harus menghadapi realitas yang tidak selalu seindah cerita cinta yang lelaki itu harapkan.
Aksara menghembuskan napasnya dengan panjang, lelaki itu meletakkan dahinya pada pundak Maura. Ucapan Maura merobek hatinya yang telah dipenuhi oleh kecewa.
Setiap denyut jantung Aksara terasa getaran yang memekakkan, mengingatkan pada kehilangan yang akan terjadi di depan mata lelaki itu. Sesak di dadanya seakan menghalangi setiap ungkapan emosi yang ingin dikeluarkannya.
Aksara mengangkat kepalanya dengan binar kecewa yang sangat jelas di dalam matanya.
Maura menggigit bibirnya dengan rasa kantuk yang sudah menghilang sedari tadi.
"Maaf," gumam Maura. Ia segera berdiri lalu menutupi Aksara dengan tirai berwarna putih.
Maura belum beranjak dari depan Aksara yang tertutupi tirai, karena kepalanya mendadak terasa berputar, lalu ia melihat glitch di depannya.
Sementara itu, Aksara menatap bayangan Maura dari balik tirai.
"Jangan pergi." Suara Lelaki itu terdengar pahit, mencerminkan kecewa dan rasa sakit yang terpendam.
Tetapi dalam sekejap bayangan Maura menghilang, artinya gadis itu telah pergi, benar-benar pergi tanpa memperdulikan ucapan Aksara tadi.
Aksara membaringkan tubuhnya lalu menutupi matanya dengan tangan, menutupi dirinya dari cahaya lampu UKS dengan sesak yang masih tertinggal.
⚠️⚠️⚠️
Maura membuka matanya lalu melihat dirinya berada di tempat asing setelah melihat glitch barusan dan mendengar ucapan Aksara untuk tidak pergi. Tidak ada apapun, hanya ada dirinya di sana, di dalam ruangan berwarna putih tanpa ujung.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dangerous Relationship [END] [TERBIT]
Teen Fiction[PART MASIH LENGKAP!] [Sudah terbit di Teori Kata Publishing] Maura harus menerima nasib kalau dia bertransmigrasi ke dalam novel yang baru saja di bacanya. Bukan pemeran utama maupun pemeran antagonis, tapi seorang gadis yang bahkan namanya tidak p...