"Di kunci?" gumam Arga ketika tak dapat membuka pintu rumahnya.
"Mungkin Ayah lagi pergi," monolognya lalu duduk di kursi yang ada di teras.
Arga menatap langit malam. "Kenapa gue bisa lupa tadi Ayah nyuruh pulang jam berapa ya? terus tadi juga lupa bayar taksi kalau sopirnya gak ingetin." gumam Arga tak tau kenapa sekarang lebih sering lupa padahal dulu juga suka lupa tapi tidak separah akhir-akhir ini.
"Apa yang kamu lakukan di sini?" suara bariton Bara, yang entah sejak kapan berdiri di ambang pintu.
Arga menoleh ke arah Bara. "Ayah di rumah?" tanyanya lalu bangkit dari duduknya, berjalan menghapri Bara.
"Apa yang kamu lakukan di sini?" ulang Bara sambil menatap tajam anak bungsunya.
"Aku pikir Ayah pergi keluar, jadi aku tunggu di sini," jawab Arga.
"Semua mobil ada di rumah. Kamu gak lihat?" tunjuk Bara pada mobilnya yang ada di garasi rumah.
"Aku-"
"Aku apa? Mau main lagi?! Kurang puas main seharian. Iya?!" marah Bara menarik tangan Arga dengan kasar. Bara berjalan menuju kamar Arga lalu menghempaskan tangan Arga dengan keras, membuat anak itu kehilangan keseimbangannya dan jatuh di atas lantai kamarnya.
"Jangan harap bisa keluar lagi kamu!" tegas Bara lalu menutup pintu kamar Arga, tak lupa dia juga menguncinya dari luar.
"Ayah, buka pintunya. Aku minta maaf Ayah," teriak Arga mencoba membuka pintu kamarnya "Ayah."
"Aku minta maaf, aku janji gak ngulang-in lagi Yah." mohon Arga bersandar di balik pintu kamarnya. Arga duduk di atas lantai kamarnya dia menutup kedua telinganya ketika suara-suara asing itu mulai bergema di telinganya.
"Maaf Yah, aku minta maaf" lirihnya dengan napas tersengal-sengal. Ketakutannya semakin memuncak ketika mendengar suara pintu di buka.
Arga memeluk erat tubuhnya, ketika pintu kamarnya di dorong dari luar. "A-ayah-"
"Bangun!" titah Bara menarik tangan Arga dengan kasar.
"A-aku minta m-maaf Y-yah."ucap Arga dengan terbata-bata, dia bersimpuh berlutut di hadapan Bara.
"Bangun!"
Arga terdiam mendengar bentakan Bara. Anak itu menangis dalam diamnya, dia tidak berani menatap ayahnya. Yang ia rasakan bukan hanya rasa takut tapi juga rasa sakit di bagian punggungnya yang sudah ia rasakan sejak kemarin.
"Arga kamu gak denger Ayah bilang apa barusan?! Berdiri Arga!" bentaknya sekali lagi.
Perlahan Arga bangun dari duduknya. Ia berdiri di hadapan Bara dengan menundukkan kepalanya.
Tanpa rasa kasih, Bara bersiap untuk menghukum Arga dengan cambuk yang biasa untuk menghukum anaknya ketika anaknya melakukan kesalahan.
Bara mengangkat tangannya, bersiap untuk mencambuknya pada tubuh anaknya, namu hal itu dia urungkan ketika anak itu jatuh pingsan di hadapannya. "Arga, jangan pura-pura cuma buat menghindari hukuman." ucap Bara menepuk pipi Arga yang terjatuh di atas lantai yang dingin.
"Arga" panggilnya lagi, namu tidak ada respon dari Arga.
Dengan hati yang khawatir, Bara mengangkat tubuh anaknya membawanya keluar dari kamar. "Siapkan mobil kita ke rumah sakit sekarang." titahnya pada sopir pribadinya.
"Baik Tuan." patuh sopir itu segera menyiapkan mobil. Setelah itu mereka pergi ke rumah sakit terdekat.
..........
Setelah di periksa oleh dokter, saat ini Arga masih belum sadar. Bara duduk di samping ranjang pasien anaknya, dokter menyarankannya untuk melakukan pemeriksaan lebih lanjut pada Arga.
Bara menggenggam tangan Arga yang terbebas dari infus "Maaf" lirihnya memandang wajah anaknya yang tertidur lelap.
"Kenapa gak bilang kalau kamu sakit? Kenapa diem aja Ar,"
Dokter mengatakan ada memar di punggung Arga, tepatnya di bagian sayatan bekas operasi pengambilan sumsum tulang belakang. Dokter juga menyarankan agar Arga istirahat untuk berberapa hari ke depannya sampai dia benar-benar pulih. Dokter meminta Bara untuk melakukan pemeriksaan anaknya lebih lanjut untuk memastikan tidak ada masalah yang serius terutama di bagian punggungnya.
Sementara itu, Gavin di rumah sakit menemani Alya yang baru saja melakukan operasi jantungnya. Dia tidak sendirian ada Nanda juga yang menemaninya.
"Kamu udah hubungi Ayah kamu?" tanya Nanda. Ia pikir menantunya itu akan datang untuk menemani istrinya tapi yang datang hanya Gavin sedang Bara tidak datang dengan alasan ada urusan penting dengan pekerjaannya.
"Udah, tapi Ayah gak angkat telpon aku" jawab Gavin. Memang ia sudah menghubungi ayahnya namu ayahnya tidak mengangkat telepon darinya.
"Coba kau hubungi sekali lagi, suruh Ayah mu datang ke sini" titah Nanda.
Gavin mematuhi perintah Nanda, dia mencoba menghubungi Bara sekali lagi. Namun hasilnya sama saja Bara tidak menjawab teleponnya. "Mungkin Ayah lagi sibuk Oma, makanya gak jawab telpon aku." ucap Gavin lalu menyimpan ponselnya.
"Sibuk apa? Ini hari libur seharusnya Ayah mu itu tidak sibuk. Sibuk cuma alasannya aja dia emang gak pernah mementingkan Ibu kamu dari dulu." kesal Nanda. Sejak anaknya di rawat di rumah sakit Bara jarang sekali datang ke rumah sakit dia hanya datang ketika dokter membutuhkan persetujuannya untuk melakukan operasi pada Alya.
"Ini di rumah sakit Oma aku gak mau ribut. Nggak enak di dengar orang lain." ucap Gavin yang sudah bosan sejak tadi mendengar ocehan Nanda mengenai ayahnya.
"Kalau Ayah kesini Oma gak mungkin kan izinin Arga ikut ke sini?" Gavin bangun dari duduknya lalu menghampiri Nanda yang duduk di sofa panjang di ruang rawat Alya.
"Ayah juga harus ngurus Arga di rumah-"
"Anak itu bukan anak bayi lagi, dia udah besar enggak perlu di urus lagi." sela Nanda tak suka mendengar nama Arga di sebut di hadapannya.
Gavin menghela nafasnya. Tidak tau harus bagaimana lagi untuk memberi pengertian pada Oma nya, ayahnya tidak datang ke rumah sakit itu juga karena ulah Nanda yang melarang Bara membawa Arga ke rumah sakit. Nanda juga mengatakan jika membawa Arga lebih baik tidak usah datang sekalian. Karena itulah ayahnya tidak datang ke rumah sakit.
...........
"Mau minum?" tawar Bara pada Arga yang sudah sadar setengah jam yang lalu. Namun anaknya itu hanya diam seperti orang bingung.
Arga menoleh ke arah Bara "Ini di mana?" tanya Arga menatap Bara.
Bara mengerutkan dahinya mendengar pertanyaan anaknya yang sama, ini sudah tiga kali anaknya bertanya hal yang sama. "Di ruamh sakit" jawab Bara.
Arga menganggukkan kepalanya lalu kembali bertanya. "Kapan bisa keluar dari sini?"
"Tunggu izin dari dokter." balas Bara terus memperhatikan anaknya.
Suara dering telepon mengalihkan perhatian Bara. "Ayah angkat telpon dari Gavin sebentar." ucap Bara lalu mengambil ponselnya yang terletak di atas meja.
Baru saja ia akan mengangkat panggilan telpon dari Gavin pertanyaan Arga mengurungkan niatnya "Gavin siapa?" tanya Arga menahan tangan Bara.
"Bercanda mu gak lucu sama sekali." ucap Bara menatap tajam anaknya. Apa-apaan anaknya ini, kenapa akting tidak kenal kakaknya sendiri segera.
Arga melepaskan tangan Bara lalu menundukkan kepalanya "Aku lupa, maaf" lirihnya.
"Lupa? Dengan Kakak mu sendiri kamu lupa?!" tanya Bara mengangkat dagu Arga.
"Jangan pura-pura hanya untuk mencari perhatian mengerti!" peringatnya lalu pergi keluar dari kamar rawat Arga.
KAMU SEDANG MEMBACA
ARGA
Teen FictionArga adalah remaja yang lahir dari hasil perselingkuhan sang Ayah yang di lakukannya dengan sengaja, sejak bayi tinggal bersama dengan Ayah-nya yang hanya memanfaatkan dirinya untuk obat sang kakak yang yang menderita penyakit anemia aplastik. hidup...