43

2.9K 341 11
                                    

Kita tidak akan tahu, apa yang di rasakan orang lain jika orang itu tidak mau mengatakannya. Apa yang dia inginkan, apa yang dia rasakan, kita tidak akan pernah tahu. Jika dia sendiri tidak mau bicara terus terang.

Sama halnya dengan Rania dan Erlan, mereka tidak tahu apa yang anaknya inginkan. Karena anak itu sejak tadi terus marah-marah.

Jika yang membuat anak itu marah karena tugas sekolahnya pagi tadi, sepertinya tidak mungkin. karena tugas sekolah sudah mendapatkan nilai yang bagus. Artinya tidak ada masalah dengan tugas sekolahnya.

Rania duduk di tepi kasur anaknya, mengusap rambut Arga dengan lembut yang sedang bermain game di laptop Erlan. "Ayo turun ke bawah, kita makan. Apa mau makan di sini? Mama bawain ke sini makan malamnya." ucap Rania dengan lembut.

"Aku belum lapar."

"Tadi kata Papa siang cuma makan sedikit, kalau malas turun ke bawah makan di sini gak pa-pa. Mama ambilin ya?"

"Nanti kalau aku mau aku turun ke bawah, enggak usah di bawain ke sini."

"Enggak bisa nanti-nanti, kalau enggak mau turun Mama bawain makanannya ke sini. Mau turun apa makan di sini?" Rania menutup laptop yang sedang di gunakan anaknya.

"Mama! Gamenya jadi mati kan!" marah Arga kembali membuka laptopnya.

Rania mengambil laptop Arga dengan paksa, meletakkannya di atas meja, Arga berusaha mengambil kembali laptopnya. Namun tangannya lebih dulu di cekal Rania.

"Udah cukup mainnya, udah dari tadi. Sekarang waktunya makan, habis itu mandi. Main ada waktunya, enggak suka-suka kamu. Ada aturannya." tegas Rania menarik tangan anaknya agar anaknya itu bangun dari tidurannya.

"Marah boleh tapi enggak seenaknya kamu sendiri, lagian kamu ini marah karena apa? Sama teman-teman kamu? Apa karena apa? Kalau kamu enggak mau bilang, Mama sama Papa enggak tahu, kamu maunya apa." omel Rania sambil berjalan keluar dari kamar anaknya.

"Habis makan mandi, enggak ada main lagi. Ada PR gak dari sekolah, kalau ada kerjain Mama bantuin." Rania melepaskan genggaman tangannya ketika sudah sampai di ruang makan.

"Duduk, kita makan." titahnya pada Arga yang masih berdiri di dekatnya.

Arga mendudukkan dirinya di kursi meja makan, Rania mengambilkan makanan untuk Arga. "Mau makan sama apa?" tanya Rania menatap anaknya.

"Mau ambil sendiri." ucap Arga mengambil alih piring yang ada di tangan Mama-nya, dia mengambil sayuran lalu ngambil ikan goreng.

"Kamu kan enggak suka ikan."

"Suka." kata Arga lalu menyantap makanannya dengan diam.

Rania duduk di kursinya, memperhatikan anaknya yang tengah sibuk memisahkan daging ikan dari durinya. "Sini Mama bantuin." ucapnya meraih piring yang ada di seberangnya.

"Enggak usah, aku bisa sendiri." tolak Arga.

"Mama tuh gak marah kamu main game, tapi kan ini udah malam. Waktunya makan, nanti mau minum obat juga. Dari tadi pulang sekolah juga belum mandi, belum ganti baju juga." jelas Rania agar anaknya tidak salah paham dengan ucapannya tadi.

"Udah sore pergi juga enggak pa-pa." gumam Arga yang masih bisa di dengar oleh Rania.

"Papa maksud kamu?" tanya Rania menatap Arga dengan serius.

"Emang ada yang pergi selain dia? Enak lah, mau nginep di jemput, pergi jalan-jalan. Aku keluar aja enggak boleh." dumel Arga.

"Oh, jadi gara-gara Papa pergi, jadinya marah-marah gitu, nanti Mama bilang sama Papa kalau mau pergi tuh tunggu izin anaknya dulu. Kalau anaknya diam aja artinya enggak boleh, gitu kan maksudnya?" ucap Rania seraya menggelengkan kepalanya, sekarang ia tahu masalah di mana.

Ternyata anaknya tidak suka jika Papa-nya dekat-dekat dengan sepupunya. Karena tadi Erlan bilang ingin meeting bersama dengan Abyan, dan Erlan juga bilang hari ini Danish akan menginap di rumah, jadi dia sekalian menjemput Danish. Artinya tadi pagi marah bukan karena tugas sekolahnya saja, tapi karena Danish memanggil Erlan dengan sebutan Papa.

"Boleh aja, enggak usah pulang sekalian juga enggak pa-pa." balas Arga lalu segera menghabiskan makan malamnya.

Setelah selesai makan Arga duduk santai di ruang keluarga, sambil mengerjakan tugas dari sekolahnya. Anak itu belum mandi, masih mengenakan seragam sekolahnya tadi pagi.

Di tengah seriusnya mengerjakan tugas sekolahnya, dia mendengar suara Danish dan Erlan yang baru saja pulang. Arga buru-buru merapikan buku-bukunya lalu pergi ke kamarnya, sebelum mereka masuk ke dalam rumah.

"Kamu udah pulang? Di mana Arga?" tanya Rania pada suaminya yang sedang duduk di sofa ruang keluarga.

"Aku baru aja pulang, tadi kamu tanya di mana Arga, Arga pergi keluar? Sama siapa?" tanya Erlan bangkit dari duduknya.

"Tadi ada di sini, dia lagi ngerjain PR. Aku tinggal sebentar buat ambilin minum, pas balik lagi kamu sama Danish yang ada di sini."

"Aku masuk tadi enggak lihat Arga, kamu enggak lupa kunci pintu kan-" Erlan menghentikan ucapannya ketika mendengar suara teriakan anaknya.

"MAMA" teriak Arga dari dalam kamarnya.

Erlan segera berlari menuju kamar Arga, membuka pintu kamar anaknya dengan kasar.

BRAK!

Arga menoleh ke arah pintu, mantap kesal pada Erlan yang sudah seenaknya sendiri membuka pintu kamarnya. Dia tidak tau apa, apa yang di lakukannya hampir membuatnya jantungan.

"Mana Mama?" tanya Arga menatap Erlan.

Erlan masuk ke dalam kamar anaknya, menghampiri anaknya yang duduk di atas kasur. "Kenapa kamu mau apa?"

"Mama, mana Mama?"

"Arga belum minum obat, katanya tunggu nanti mau tidur baru minum obatnya." sahut Rania yang baru saja masuk ke dalam kamar, dia meletakkan gelas berisi air putih di atas meja.

"Aku mau sama Mama, sana Papa keluar." ucap Arga mendorong tubuh Erlan yang duduk di tepi kasurnya. "Papa keluar!"

Erlan bangkit dari duduknya. "Nanti Papa ke sini lagi, Papa mau mandi dulu." ucap Erlan mengusap rambut Arga lalu keluar dari kamar anaknya.

Rania duduk di tepi kasur anaknya, mengusap rambut anaknya dengan lembut. "Udah dong marah-marahnya, Papa kan udah pulang. Habis ngerjain PR, bersih-bersih ganti baju terus tidur."

"Besok aku mau berangkat sekolah sendiri, enggak mau di anterin." ucap Arga turun dari tempat tidurnya, lalu pergi ke kamar mandi.

Arga melepaskan baju seragamnya, menatap dirinya di pantulan cermin. "Kenapa ya Abang tiba-tiba ngajak ketemu pagi-pagi? Apa ada apa-apa sama Abang? Mana tempatnya lumayan jauh dari sini lagi. Pasti gak boleh sama Papa kalau pergi sendiri, harus cari cara biar bisa pergi sendiri."

Arga menundukkan kepalanya, mengusap memar di perutnya akibat baku hantam di sekolah tadi siang. "Sakit juga ternyata, tuh anak curang juga. Gue cuma mukul sekali di nendang gue berkali-kali. Awas aja kalau ketemu di luar sekolah, gue hajar lagi tuh anak." monolog Arga segera memakai baju tidurnya.

"Arga, kamu mandi?" suara Erlan dari luar.

"Iya, sabar." balas Arga lalu keluar dari kamar mandi.

"Kamu mandi?" tanya Erlan menatap anaknya.

"Enggak, kamu ngapain di situ?" tanya Arga pada Danish yang duduk manis di atas kasurnya.

"Aku nginep di sini, boleh kan tidur di kamar kamu?" jawab Danish tersenyum pada Arga.

"Enggak, kamar di sini banyak. Pake aja salah satu, terasah mau pilih yang mana tapi bukan kamar aku." balas Arga lalu naik ke atas kasurnya.

"Kalau kamu takut tidur sendiri, bisa minta temenin Papa. Aku mau tidur sama Mama." ucap Arga merebahkan tubuhnya di atas kasur, merentangkan kedua tangannya agar Danish tidak tidur di kasurnya.





ARGA Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang