22

9.2K 885 36
                                    

Sebuah sepeda motor menabrak sedan yang terparkir di pinggir jalan, karena menghindari seorang anak yang berdiri di tengah jalan.

Pemuda yang mengendarai motor itu bangkit setelah terjatuh dari motornya. Dia berjalan menghampiri anak itu. "Woi! Anak siapa ini?" teriaknya pada kerumunan yang ada di dekatnya.

Mereka semua yang ada di sana tidak ada yang mengaku sebagai orang tuanya. Kerena memang tidak ada satupun dari mereka yang mengenal anak itu.

Karena tidak ada yang mengaku sebagai orang tua anak itu, pemuda pun mengajak anak itu untuk ke pinggir.n"Lo gak pa-pa kan?"

Arga menepis tangan pemuda itu, dengan raut wajah ketakutan berusaha menghindar pemuda itu.

"Tenang gue gak akan nyakitin lo. Tapi kita harus ke pinggir kita menghalangi jalan" ucap pemuda itu menenangkan Arga.

"Ayo kita ke pinggir," ucap dengan lembut, karena tak mendapatkan respon dari Arga. Pemuda itu menarik paksa tangan Arga.

"Astaga! hari ini gue apes banget. Udah nabrak mobil, motor rusak di tambah ni anak susah banget di ajak kerja sama. Kalau bukan gue yang mau nabrak dia ogah gue nolong ni bocah," gerutu pemuda itu dalam hati.

"Gue mohon sama lo kerja samanya, gue gak mau di amuk masa di sini" bisiknya di telinga Arga.

"Ayah," ucap Arga menatap pemuda itu.

Pemuda itu  membelalakan matanya, terkejut dengan ucapan Arga."Bukan jing, gue bukan Bapak lo."

"Aku mau cari Ayah," lirih Arga melepas genggaman tangan pemuda itu. Lalu kembali berjalan ke tengah jalan raya, namun pemuda itu kembali menariknya ke pinggir jalan.

"Kalau nyebrang tuh lihat kanan-kiri jangan asal gitu lo mau mati lo?!" bentak pemuda itu.

"Arga," panggil Gavin dari dalam mobil. Dia segera keluar dari mobil untuk menghapri adiknya.

"Arga, kamu gak pa-pa kan?" khawatirnya, memeluk erat adiknya.

"Lo kenal anak ini?" tanya pemuda itu.

"Dia adek gue" jawab Gavin menatap pemuda yang berdiri di dekat adiknya. Arga melepaskan pelukan Gavin, menatap Gavin seolah ini pertama kali bertemu dengannya.

"Dek, kenapa? Ini Abang Gavin," ucap Gavin meraih tangan adiknya namu Arga menghindar.

"Adek gue kenapa?" tanya Gavin menatap pemuda itu.

"Ya mana gue tau. Gua cuma nolongin dia tadi, gue cabut dulu karena udah ada lo di sini."  pemuda segera pergi meninggalkan mereka berdua, sebelum Gavin menanyakan hal-hal yang akan membuat dirinya dalam masalah lebih buruk lagi.

"Arga," panggil Gavin dengan lembut. Dia berusaha meraih tangan adiknya yang terus menghindar.

"Ar, kenapa kamu marah sama Abang?  Karena kemarin gak jadi ajak kamu ketemu Ibu? Abang minta maaf, nanti kita ketemu Ibu. Sekarang ayo sini, kita pulang dulu." bujuk Gavin.

"Ar, ayo pulang ayah nyariin kamu dari tadi," ajak Gavin mengandeng tangan adiknya yang hanya diam mematung.

Mendengar kata pulang. Arga kembali melepas tangan Gavin. "Aku gak mau pulang." tolaknya lalu melangkahkan kakinya berjalan mundur.

"Arga, jangan aneh-aneh kita pulang sekarang. Lihat kaki kamu luka gitu, emang gak sakit?"

"Aku masih mau di sini, kamu aja sana pulang aku gak mau pulang." balas Arga. Sebelum adiknya melangkah pergi Gavin lebih dulu menarik tangan Arga, memaksanya masuk ke dalam mobil.

"Turunin aku gak mau pulang! Aku mau turun di sini!" berontak Arga mencobanya membuka pintu mobil. Dia takut akan di hajar ayahnya nanti jika ikut dengan Gavin pulang.

"Arga cukup!" bentak Gavin memukul tangan adiknya yang terus berusaha membuka pintu mobil.

"Pak jalan, kita pulang ke rumah." titahnya pada sopir pribadinya. Sopir itu pun langsung melajukan mobilnya.

"Kamu kenapa sih suka banget kabur-kaburan? Kalau lagi sakit istirahat Ar jangan malah kabur-kaburan kaya gini." marah Gavin. Tadi setelah pulang dari rumah sakit tempat Alya di rawat Gavin langsung menuju rumah sakit di mana adiknya di rawat. Namun baru setelah perjalanan ia mendapatkan kabar dari ayahnya jika adiknya itu kabur dari rumah sakit.

"Kenapa diem aja. Kamu denger kan Abang ngomong apa Ar?" tanya Gavin menoleh ke sampingnya, di mana adiknya duduk dengan menundukkan kepalanya.

"Arga," panggilnya lagi, namun Arga tetap diam.

Gavin menghela napasnya, menyandarkan tubuhnya. "Terserah lah Ar. Abang cuma mau bilang kalau mau pergi-pergi tuh izin jangan kabur-kaburan kaya gini kamu gak capek di marahin Ayah setiap hari?"

"Capek, aku capek makannya turunin aku di sini aku gak mau pulang." jawab Arga menatap Gavin dengan raut wajah gelisah. "Berhenti-in mobilnya aku mau turun di sini"

Gavin memeluk adiknya dengan erat. "Maaf Ar, Abang bukan bermaksud kasar sama kamu, Abang cuma takut kamu kenapa-kenapa tadi," ucapannya mengusap punggung adiknya.

"Sshhhh,.. s-sakit" ringis Arga ketika Gavin mengusap punggungnya. Gavin melepas pelukannya.

"Apanya yang sakit? Mana yang sakit" tanya Gavin khawatir.

Arga menujuk pada punggungnya. Gavin segera memeriksa punggung adiknya, alangkah terkejutnya ketika melihat memar di punggung adiknya dan juga ada luka seperti bekas jahitan. "Ini kenapa?" tanya Gavin menatap adiknya penuh tanya.

Arga menggelengkan kepalanya "Gak tau, tapi itu sakit." jawab Arga. Dia lupa apa yang terjadi pada dirinya.

"Gak mungkin kamu gak tau. Itu bekas luka jahitan kamu kenapa? Jatuh di mana?" tanya Gavin, tak percaya dengan jawaban adiknya, ia yakin adiknya menyembunyikan sesuatu dari dirinya.

"Aku lupa"

"Jangan bohong Ar. Ayah yang ngelarang kamu buat gak ngasih tau Abang kan? Iya Ar?" 

"Ayah gak bilang apa-apa sama aku," ucap Arga lalu memeluk Gavin dari samping.

"Jangan marah aku takut" lirihnya.

Gavin mengusap rambut adiknya dengan lembut. "Abang gak marah, tapi coba kamu bilang sama Abang, kenapa punggung kamu?" ucapnya dengan lembut. Dalam hatinya bertanya-tanya apa yang terjadi pada adiknya. Ia tidak pernah melihat adiknya yang seperti ini sebelumnya, adiknya yang seperti orang bingung bahkan sejak tadi adiknya tidak memanggilnya dengan sebutan Abang seperti biasanya.

"Kamu jatuh? Atau kenapa?"

"Mungkin jatuh, aku lupa," balas Arga memejamkan matanya. Rasa sakit di punggungnya semakin menjadi.

"Kapan jatuhnya? Kenapa enggak ngasih tau Abang kalau kamu jatuh," tanya Gavin lagi. Arga hanya diam tidak menjawab pertanyaan Gavin, karena dia juga lupa kapan dirinya jatuh.

"Adek," panggil Gavin ketika adiknya mencengkram lengannya dengan erat.

"A-abang, s-sakit" keluh Arga membuka matanya perlahan. "Jangan pukul lagi, ini masih sakit" lirihnya

"Pak, cepat kita ke rumah sakit." panik Gavin ketika adiknya tidak sadarkan diri di pelukannya.

"Adek, bangun Abang minta maaf tadi udah mukul, maaf." sesal Gavin dengan berurai air mata. Ini pertama kalinya dirinya kesar dengan adiknya sebenarnya ia tidak pernah kasar pada adiknya.

Gavin mengusap lengan adiknya yang tadi ia pukul, mencium kening adiknya cukup lama "Maaf," lirihnya memeluk adiknya dengan hati-hati.

Tak berselang lama mobil mereka sampai di rumah sakit. Gavin segera mengendong adiknya masuk ke dalam rumah sakit, dia berteriak meminta pertolongan pada tim medis yang ada di rumah sakit untuk segera menolong adiknya.

Sang sopir yang menemani Gavin duduk di depan ruang UGD, menunggu dokter yang sedang memeriksa Arga.

"Jangan hubungi siapapun, aku mau tau kenapa sama adik aku." ucap Gavin pada sopir pribadinya.

"Tapi Tuan-"

"Aku mohon kali ini aja, aku cuma mau tau kenapa sama Arga. Udah cukup selama ini mereka bohong sama aku, aku berhak tau tentang adik aku sendiri." sela Gavin tak ingin mendengar alasan apapun lagi kali ini. Ia harus tau apa yang terjadi pada adiknya.

ARGA Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang