44

3.2K 341 12
                                    

Erlan memeriksa ponsel anaknya, di saat Arga sudah tertidur lelap, ia melihat isi pesan dari ponsel Arga. Ia hanya ingin tahu, siapa saja yang anaknya hubungi setiap harinya.

Apa yang di lakukan Erlan hanya untuk berjaga-jaga, jika suatu hari nanti Agra pergi sendiri dan anak itu lupa jalan pulang ke rumah. Ia bisa menghubungi orang-orang yang dekat dengan anaknya.

"Gavin ajak Arga ketemu pagi-pagi, mau ngapain?" monolog Erlan setelah membaca pesan dari Gavin.

"Gavin kan tahu kalau Arga sekolah, masa iya dia ajak Arga ketemu pagi-pagi. Kayanya enggak mungkin, harus cari tahu siapa yang ngirim pesan ini ke Arga. Beneran Gavin atau ada yang manfaatin hp Gavin." gumam Erlan lalu kembali menyimpan ponsel Arga di atas meja.

Erlan mengirim pesan pada Gavin dengan handphonenya sendiri, menanyakan apakah besok Gavin libur kuliah atau dia ada kelas siang.

Tak berselang lama, Gavin membalas pesan dari Erlan. Gavin mengatakan jika besok dia ada kelas pagi, dan berberapa hari ke depan dia sibuk.

Setelah membalas pesan Gavin, dan memberikan semangat untuk anak itu. Erlan menghapus pesan Gavin yang ada di ponsel Arga. "Kalau gak mau berangkat sekolah ya mending santai-santai di rumah, atau ikut Papa ke kantor. Dari pada di ajak pergi sama orang gak jelas, Gavin bilang dia sibuk, gak mungkin dia ajak kamu ketum pagi-pagi. Udah gitu tempatnya jauh lagi." ucap Erlan mengusap pipi Arga dengan lembut.

"Bilangnya mau tidur sama Mama, tapi ujung-ujungnya Mama-nya di usir juga dari kamar. Bilangnya Mama bawel, gimana gak bawel, orang anaknya aja ada-ada aja." ucap Erlan, tadi saat Rania meminta Arga untuk segera tidur, anaknya itu tidak menuruti perintahnya. Ada aja yang dia kerjakan Arga sampai membuat Rania habis kesabaran, dan berakhir Rania di usir dari kamar.

Erlan membaringkan tubuhnya di samping anaknya, mencium kening Arga. "Andai dulu kita bertemu pas kamu masih kecil, mungkin untuk dekat gak akan sesusah sekarang ini. Tapi buat Papa gak masalah, sedikit-sedikit juga kita udah mulai dekat. Kan sekarang juga anak Papa masih kecil, nanti kalau udah besar marah-marahnya di kurangi ya. Papa takutnya nanti kamu darah tinggi gara-gara marah-marah terus." ucap Erlan sambil menyisir rambut Arga dengan jarinya.

"Besok kita nginep di rumah Nenek, Papa lagi mikir apa kita datang pas kamu udah mau tidur aja, gak usah ikut makan malam di sana. Tapi Kakek kamu bilang, kita suruh datang lebih awal."

Erlan memejamkan matanya, sejak tadi ia memikirkan besok untuk pertama kalinya Arga akan bertemu dengan keluarga besarnya. Ia tidak khawatir dengan keluarga besarnya, tapi dengan anak itu sendiri.

Bukan tentang sikap mudah marahnya Arga yang membuatnya khawatir, tapi pemikiran yang tak bisa berpikir positif. Jika salah bicara, anaknya pasti akan berpikir yang bukan-bukan. Sedangkan dirinya memiliki keluarga yang tegas, tidak suka mendengar bantahan. Sedangkan anaknya susah sekali untuk di beri tahu.

"Sepertinya datang terlambat dan pulang lebih cepat, itu lebih baik." gumam Erlan mengeratkan pelukannya pada anaknya, jika anaknya sudah bangun. Mana bisa ia memeluknya seperti ini, tidak serba salah saja sudah bersyukur.

.......................

Pagi ini Gavin di buat heran dengan Ibu-nya yang  tumben sekali berpakaian rapi. Karena sejak tinggal di apartemen Alya tak pernah dandan dan berpakaian rapi seperti pagi ini.

"Ibu mau pergi? Tumben pagi-pagi gini udah rapi." tanya Gavin mendudukkan dirinya di kursi meja makan. Biasanya Alya lebih memilih untuk menghabiskan waktunya di apartemen, dari pada pergi keluar. Tapi pagi sedikit berbeda, sepertinya Alya ingin pergi keluar.

"Ibu mau pulang, Ibu boleh pinjam mobil kamu?" ucap Alya lalu menyiapkan sarapan untuk Gavin.

"Pake aja Bu, aku hari ini berangkat sama teman aku. Ibu nanti pulang ke apartemen atau enggak?"

ARGA Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang