35

2.3K 253 6
                                    

Sudah menjadi kebiasaan Arga kabur dari rumah, tapi sepertinya dia lupa. Di mana dia sekarang ini berada.

"Sialan, kenapa malah masuk ke sini. Lagian ngapain sih, kamar mereka di lantai satu. Anjing lah, mana Erlan belum tidur lagi." gumam Arga ketika dia mengira pintu kamar orang tuanya adalah pintu keluar. Dan sekarang dia terjebak di kamar Mama-nya.

"Kenapa Ar? Kamu enggak bisa tidur? Mau tidur di sini?" tanya Erlan bangkit dari duduknya, menghampiri Arga yang hanya diam berdiri di ambang pintu kamarnya.

Arga tak menjawab pertanyaan Erlan, dia segera pergi dari sana. "Gila sih, ini rumah ribet banget dah pintu keluarnya. Kalau di rumah Ayah, udah sampai kafe Bang Adam gue." monolog Arga berjalan menaiki tangga.

"Arga." panggil Erlan.

Arga menghentikan langkah, berbalik menghadap Erlan. "Aku bisa tidur, cuma tadi salah pintu aja. Aku pikir pintu keluar, ternyata pintu kamar." ucap Arga menunjukkan senyum tipis pada Erlan.

"Pintu keluar? Kamu mau ke mana emangnya? Ini udah malam, perginya besok aja. Mau ke mana biar besok Papa anterin."

"Enggak jadi pergi, udah sana Papa balik lagi ke kamar. Tidur udah malam, Mama aja udah tidur." balas Arga lalu kembali melanjutkan langkah menuju ke kamarnya, sedangkan Erlan bukanya kembali ke kamarnya malah mengikuti Arga.

"Kamu kenapa? Enggak bisa tidur? Mau Papa temenin?" tanya Erlan. Ia tidak tau apa yang membuat Arga tidak bisa tidur sampai tengah malam seperti ini, bahkan anak itu sampai berencana ingin pergi keluar.

"Bisa tidur bukan enggak bisa tidur, udahlah sana balik ke kamar Papa sendiri. Aku mau tidur." ucap Arga mendorong tubuh Erlan agar menjauh dari hadapannya.

"Terus kenapa tadi kamu bilang mau keluar?"

"Enggak jadi, enggak jadi keluar. Susah amat di bilangin, orang udah bilang enggak jadi. Ya enggak jadi." ucap Arga yang sudah mulai kesal dengan pertanyaan dari Erlan.

"Papa cuma tanya, kan ini juga udah malam. Enggak baik anak-anak kaya kamu itu keluar tengah malam begini."

"Nanya cukup sekali kan bisa, enggak usah sampai berkali-kali."

"Iya, Papa minta maaf. Jangan marah-marah, udah malam sana tidur. Besok kalau mau pergi keluar sama teman-teman kamu, bilang aja sama Papa. Papa anterin."

"Dari tadi juga udah mau tidur, siapa juga yang banyak nanya." gumam Arga lalu masuk ke dalam kamarnya, dia mengunci pintu kamarnya dari dalam. Agar Erlan tidak ikut masuk ke dalam kamarnya.

"Enggak boleh sampai lupa kunci pintu kalau udah malam, kalau Papa sampai tau, cucunya suka keluyuran malam-malam bisa-bisa aku yang di hajar hidup sama Papa." monolog Erlan lalu pergi dari sana.

Dalam keluarga besar Erlan, jika anak melakukan kesalahan. Bukan hanya sang anak saja yang akan mendapatkan nasehat dari keluarga besarnya, sebagai orang tua juga ikut mendapatkan teguran dari keluarganya. Karena tak dapat menasehati dan membimbing anaknya, sehingga membuat anak itu berani berbuat seenaknya.

Erlan tidak langsung pergi ke kamarnya, dia memilih untuk duduk di ruang keluarga. Karena khawatir Arga masih memiliki niat untuk keluar dari rumah. "Besok Mama-nya ada acara di luar dari pagi sampai sore. Di rumah enggak ada orang, apa aku bawa aja ke kantor ya? Tapi besok ada meeting, bagus kalau dia mau ikut meeting. Kalau nunggu di ruangan kerja, siapa yang mau ngawasin? Masa iya, aku kurung dia. Yang ada ngamuk nanti." bingung Erlan, dia tidak bisa membiarkan Arga di rumah sendirian. Apa lagi mengingat kondisi anak itu yang belum bisa di katakan baik-baik saja.

"Sudahlah, aku akan pikiran besok." monolog Erlan merebahkan tubuhnya di atas sofa panjang, perlahan Erlan memejamkan matanya.

................

Pagi kembali menyapa.

Rania sedang sibuk membuat sarapan untuk keluarga kecilnya, Arga yang sudah bangun dari tadi duduk di kursi dapur sambil memperhatikan Mama-nya yang sedang masak.

"Nak, bangunin Papa sana. Mama udah selesai masaknya." ucap Rania menoleh pada anaknya.

"Biar bangun sendiri lah Ma, udah tua ini. Ya kali harus di bangunin."

Rania tersenyum lembut pada anaknya, lalu kembali fokus pada masakannya. "Hari ini Mama ada urusan penting di luar, kamu ikut Papa ke kantor atau mau di rumah aja?"

"Di rumah." jawab Arga.

"Nanti di rumah sama Nenek-"

"Aku ikut ke kantor." sela Arga, lebih baik ikut Erlan ke kantor dari pada di rumah dengan Nenek-nya. Memang Nenek-nya itu baik, tapi terlalu banyak larangan. Bisa-bisanya dirinya di kurung di rumah seharian.

"Kalau gitu bangunin Papa, biar kita sarapan bareng. Habis siap-siap pergi ke kantor."

Dengan terpaksa Arga mematuhi perintah Mama-nya. Dia pergi ke ruang keluarga untuk membangunkan Erlan yang masih tidur pulas di sofa.

Arga berdiri di dekat Erlan, menepuk-nepuk lengan Erlan. "Bangun." ucapnya dengan pelan.

Karena Erlan tak kunjung bangun, Arga memutuskan untuk kembali ke dapur. "Papa enggak mau bangun, mungkin masih ngantuk Ma. Biarin ajalah Ma, kan kalau telat ke kantor Papa ini yang di marahi sama bosnya. Bukan kita." ucap Arga kembali duduk di kursi.

"Kalau gitu bantuin Mama bawa ini ke meja makan, biar Mama yang bangunin Papa." ucap Rania memberikan piring makan pagi Arga lalu dia pergi ke ruang keluarga untuk membangunkan suaminya.

"Kata Arga kamu belum bangun."ucap Rania melihat suaminya sedang duduk di sofa.

"Aku pikir Arga bakalan berusaha bangunin aku, ternyata enggak. Malah di tinggal pergi." balas Erlan, sebenarnya dia sudah bangun dari tadi, hanya saja saat melihat Arga dia kembali pura-pura tidur. Berharap anaknya itu berusaha membangunkannya, ternyata tidak sesuai harapannya.

"Arga mau ikut kamu ke kantor, dia enggak mau di rumah sama Nenek-nya. Nanti kamu kasih tau Mama, biar nanti Mama enggak usah ke sini." ucap Rania.

Erlan menganggukkan kepalanya, menarik pelan tangan istrinya, memintanya untuk duduk di dekatnya. "Kamu gimana? Yakin nanti Bara enggak macem-macem? Apa aku ikut kamu aja, Arga biar di rumah sama Nenek-nya. Kalau dia enggak mau sama Nenek-nya, Kakek-nya aja suruh ke sini."

"Kamu tenang aja, aku yakin Bara enggak
berani macam-macam. Lagian kan aku enggak pergi sindir, ada orang yang akan ngawasin dari jauh. Lebih baik Bara enggak pernah tau kamu, dengan begitu Arga aman." ucap Rania meyakinkan suaminya jika dia bisa menghadapi Bara sendirian. Lagi pula menurutnya Bara tidak akan berani macam-macam, selama Arga bersama dengan dirinya. Bara tidak akan melakukan apapun pada anaknya itu.

"Kalau dia macem-macem langsung kabari aku-"

"Ini kapan sarapannya? Aku udah lapar malah pada enak-enak gosip di sini." suara Arga memotong ucapan Erlan.

Mereka berdua menoleh ke belakang, di mana Arga berdiri dengan bersedekap dada. Tubuh anak itu menyenderkan pada pintu ruang keluarga. "Ayo kita sarapan, Mama nih. Pagi-pagi ngajak gosip segala, kasihan anak Papa udah lapar." ucap Erlan bangkit dari duduknya, menghampiri anaknya.

Arga memutar bola matanya malas pada Erlan. "Motor yang di depan punya siapa? Aku pinjam, mau ketemu teman aku-"

"Kita sarapan dulu, motor yang di depan urusan nanti aja. Itu soal gampang. Ayo kita sarapan." ajak Erlan merangkul pundak Arga.








ARGA Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang