Arga yang pura-pura pingsan untuk menghindari amukan Bara, kini malah terjebak dalam mobil sepasang suami istri yang di temuinya saat bertengkar tadi.
"Mampus gue!" umpat Arga dalam hati. Tadinya dia ingin bangun saat mendengar suara Gavin, tapi abang-nya itu malah kembali di seret masuk ke dalam rumah. Jika dia memaksa bangun tentunya tidak akan mudah untuk masuk ke dalam rumah, apa lagi ada Nanda di sana.
"Sebentar lagi kita sampai rumah sakit." ucap Erlan sambil fokus mengemudi, sedangkan Rania duduk di bangku belakang bersama dengan Arga yang tiduran di pangkuannya.
"Rumah sakit? Mampus lah, makin panjang urusannya. Tapi kalau gue bangun sekarang, bingung juga gue. Udahlah pasrah aja ke rumah sakit, nanti tinggal kabur dari sana, gampang udah biasa." batin Arga.
Erlan menghentikan mobilnya di halaman rumah sakit, di sana sudah ada petugas medis yang menunggu. Karena sebelumnya Erlan sudah lebih dulu menghubungi rumah sakit.
Erlan turun dari mobil, membuka pintu samping lalu mengangkat tubuh Arga. Membaringkan tubuh Arga di brankar, petugas medis mendorong brankar ke ruang IGD.
"Nia, apa yang terjadi sama anak itu? Kenapa dia bisa begitu? Tadi dia baik-baik saja kan?" tanya Erlan pada istrinya. Tadinya ia ingin bertanya pada istrinya saat di mobil, tapi saat melihat wajah panik Rania. Dia tidak jadi bertanya.
"Dia anak ku, anak yang dulu pernah aku ceritakan pada mu. Tadi dia di hajar Ayah-nya." jawab Rania tak melepas pegangannya pada pintu IGD.
Sebelum menikah dengan Erlan, Rania menceritakan semua kehidupannya di masa lalu. Agar tidak terjadi salah paham dan dirinya juga tidak ingin ada rahasia.
"Jadi yang selama ini kamu ceritakan itu bukan hanya cerita belaka? Kamu memang benar-benar sudah punya anak?" Erlan yang masih belum percaya dengan apa yang selama ini istrinya ceritakan. Sebenarnya sejak dulu dia tidak begitu percaya dengan apa yang di katakan Rania.
Dulu saat Rania mengangkat jika dia pernah melahirkan anak di luar nikah dan memberikan anak itu pada Ayah kandungnya. Ia pikir Rania hanya sedang mengujinya saja, apa lagi selama berumah tangga dengan Rania, anak itu tidak pernah di tunjukan atau Rania menemui anak itu dan baru kali ini dai melihat anak itu.
"Aku gak pernah bohong soal itu, kamu aja yang gak pernah percaya-"
"Aaaaa! DOKTER INI BISA PELAN-PELAN ENGGAK SIH!"
Suara tetiak Arga membuat Erlan dan Rania masuk ke dalam ruang IGD.
"Ada apa?" tanya keduanya bersamaan, mereka menerobos masuk menghampiri Arga.
"Kenapa nak? Dokter ada apa? Semuanya baik-baik saja kan?" tanya Rania dengan raut wajah khawatir.
"Saya sedang mengobati luka di lengan anak Anda" jawab dokter apa adanya, dokter memang sedang mengobati luka yang ada di lengan Arga, hanya saja anak itu tidak mau diam. Terus saja memberontak, menolak untuk di obati.
Arga menatap sepasang suami istri yang membawanya ke rumah sakit. "Kok kalian masih ada di sini? Gak jadi mau cerainya?" tanyanya yang membuat dokter dan suster mengalihkan perhatiannya pada Erlan dan Rania.
Rania tersenyum lembut, mengusap surai Arga. "Yang tadi itu kamu salah paham." ucap Rania merasa canggung dengan sekitarnya, apa lagi dokter dan suster memperhatikannya.
Suster yang berdiri di sisi kanan Arga, segera mengambil kesempatan untuk mengobati lengan anak itu yang terluka. "Aduh! Sus, pelan-pelan. Emangnya gak perih apa?!" protes Arga ketika suster memberikan luka di lengannya dengan kapas yang sudah di beri alkohol.
"Sebentar lagi selesai, tahan sebentar." ucap suster segera mengerjakan tugasnya, selagi Erlan menahan salah satu tangan pasiennya.
"Nah, sudah selesai. Sekarang kembalilah berbaring. Kita lanjut pemeriksaan tadi yang belum selesai." titah dokter pada Arga.
"Aku rasa udah cukup Dok, enggak perlu di periksa lagi. Ini luka-lukanya juga udah di obati semua-"
"Saya melihat ada memer di dada mu, saya yakin itu sakit." sela dokter. Tadi saat sedang memeriksa tubuh Arga, tiba-tiba saja anak itu bangun dan memintanya untuk menghentikan pemeriksaan.
Arga tersenyum manis pada dokter. "Dokter ini bisa aja nembaknya, tapi dokter terima kasih atas perhatiannya. Aku gak perlu di periksa lagi, yang ada bukanya sembuh malah tambah sakit." ucap Arga bersiap untuk turun dari atas ranjang.
Erlan menahan tubuh Arga dengan kedua tangannya. "Biar dokter periksa dulu sebentar-"
"Enggak perlu, sakit sedikit itu wajar. Masa anak cowok gak boleh ada luka sedikit, justru anak cowok yang punya banyak luka menandakan keberaniannya." sela Arga menepis tangan Erlan.
"Cuma di periksa sebentar, nanti kalau udah di periksa kamu boleh minta apa aja." ucap Rania membantu suaminya menhan tangan Arga yang kekeh ingin turun dari tempat tidurnya.
"Benar ya? Awas aja kalau sampai bohong." Arga membaringkan tubuhnya di atas kasur, bukan karena dia tergiur dengan ucapan Rania. Hanya saja dia baru ingat, jika Ayah-nya sedang marah. Sudah pasti dia tidak berani untuk pulang ke rumah. Jadi menurutnya tidur di rumah sakit lebih baik dari pada di pinggir jalan.
..................
Pagi ini di rumah Bara sangat kacau, di mana Bara yang tidak bisa keluar karena kunci pintu rumahnya hilang entah kemana. Yang dia ingat semalam tidak mengunci pintunya, karena bisanya Arga akan masuk ke dalam rumah setelah semua orang tidur.
Bara berjalan menghampiri Alya yang sedang sibuk di dapur bersama dengan Nanda. "Di mana kunci pintu depan?" tanya Bara pada Alya.
"Ada di laci." bukan Alya yang menjawab, melainkan Nanda yang menjawab pertanyaan Bara.
"Tunggu, mau pergi ke mana kamu?" tanya Alya menahan tangan suaminya sebelum beranjak pergi.
"Kantor."
"Kantor? Kenapa pergi ke kantor? Gimana sama Arga-"
"Biarkan aja, dia bakal pulang sendiri nanti. Dia pergi dari rumah karena Ibu mu itu." sela Bara menepis tangan istrinya lalu pergi dari sana.
"Untuk apa kamu nanyain anak itu, bagus dia udah pergi dari sini. Lagian dia bukan bagian dari keluarga kita." ucap Nanda yang tak suka jika anaknya memperhatikan Arga. Yang sudah jelas anak itu bukan darah dagingnya.
"Siapa yang bawa Arga semalam Ma? Arga pergi sama siapa?" tanya Alya tidak perduli dengan apa yang di ucapkan Ibu-nya barusan. Jika Bara tidak mau menjemput Arga, ia sendiri yang akan menjemput anaknya itu.
"Mana Mama tau anak itu pergi sama siapa, yang jelas wanita itu bilang. Ibu kandung anak itu. Sudahlah Alya, biarkan dia hidup dengan Ibu kandungnya. Kita sudah tidak membutuhkannya lagi, Gavin sudah sehat sekarang." ucap Nanda dengan santai.
Ia membiarkan Arga tetap tinggal bersama dengan anaknya karena cucu kesayangannya membutuhkan anak itu. Dan sekarang Gavin sudah tidak lagi membutuhkan apapun dari Arga, jadi untuk apa masih mempertahankan anak itu di sini. Biarkan saja dia pergi, bila perlu untuk selamanya.
"Arga anak aku Ma-"
"Alya! Mau kamu bilang Arga anak kamu seribu kali pun. Gak akan merubah fakta, kalau Arga bukan anak kandung kamu. Dia anak dari wanita yang sudah merusak rumah tangga mu. Sadar hal itu Alya." tegas Nanda.
"Lihat, suami mu aja udah gak perduli sama anak itu. Jadi jangan pernah kamu berani bawa anak itu kembali ke rumah ini. Ingat itu Alya." ucap Nanda lalu pergi meninggalkan dapur. Bagaimana pun caranya dia harus memastikan Arga tidak akan pernah kembali ke rumah ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
ARGA
Teen FictionArga adalah remaja yang lahir dari hasil perselingkuhan sang Ayah yang di lakukannya dengan sengaja, sejak bayi tinggal bersama dengan Ayah-nya yang hanya memanfaatkan dirinya untuk obat sang kakak yang yang menderita penyakit anemia aplastik. hidup...