31

3.5K 343 7
                                    

Biasanya jika sedang sakit dan di rawat di rumah sakit, bangun tidur tidak ada satupun orang di ruang rawatnya. Tapi kali ini berbeda, saat baru bangun tidur, Arga tidak sendirian. Ada Erlan, Rania dan dua orang entah siapa mereka. Yang pasti mereka berempat ada di ruang rawatnya.

Arga yang sedang sarapan puh hanya bisa diam menikmati sarapannya yang di dapatnya dari rumah sakit, sesekali dia melirik Rania yang duduk di sofa bersama dengan orang yang seusia Nanda.

"Mereka tuh sebenernya mau pada ngapain di sini? Gue kenal aja enggak, kalau mau ngobrol mending sana pada keluar. Gue juga mau kabur dari sini." batin Arga sambil menyuapkan bubur ke dalam mulutnya.

Karena bubur itu tidak ada rasanya, Arga mengambil air minum agar bubur itu cepat tertekan.

Uhuk! Uhuk!

Arga terbatuk karena tersedak air minum. "Erlan! Kamu ini bagaimana?! Astaga, panggil dokter cepat." suara panik dari wanita lanjut usia itu memenuhi ruang rawat Arga.

Dengan susah payah, Arga berusaha menghentikan bentuknya. "Enggak perlu panggil dokter." ucap Arga sambil mengusap air matanya.

Plak!

Wanita tua itu dengan keras memukul pundak Erlan. "Kamu ini kenapa cuma duduk diam aja?! Panggil dokter sekarang." tegas wanita itu pada Erlan.

"Enggak perlu panggil dokter, cuma tersedak air minum. Gak perlu dokter, sekarang juga udah oke." cegah Arga sebelum Erlan benar-benar memanggil dokter.

"Gila batuk karena tersedak air langsung panggil dokter, gimana kalau pulang-pulang bonyok?" batin Arga tak bisa membayangkan jika menjadi anggota keluarga mereka yang batuk sedikit saja panggil dokter.

"Kamu yakin baik-baik aja?" tanya Erlan menatap lekat Arga.

Arga menganggukkan kepalanya. "Iya, aku baik-baik aja. Om gak jadi pergi ke pengadilan agama?" tanya Arga menatap Erlan dengan wajah serius. Sedangkan dua orang lanjut usia itu menatap tajam Erlan.

"Buat apa pergi ke pengadilan agama?" pria yang duduk di sofa.

"Mereka mau cerai, kemarin bilang begitu." jawab Arga mengalihkan perhatiannya pada orang yang bertanya.

"Pa, ini cuma salah paham. Aku sama Rania baik-baik, enggak ada masalah. Yang kemarin cuma ribut kecil, kan udah biasa. Iya kan sayang?" ucap Erlan tersenyum lembut pada istrinya.

"Iya Pa, kemarin itu cuma salah paham sedikit. Lagian bertengkar kecil itu hal biasa untuk aku dan Erlan." ujar Rania.

"Lah, gak jadi cerai? Padahal aku udah siap jadi saksi pertengkaran kalian kemarin malam." ucap Arga merebahkan tubuhnya di atas kasur.

Rania mendekati ranjang Arga, menyibak selimut anak itu lalu membersihkan tangan Arga dengan tisu basah. "Tante mau apa?" tanya Arga ketika Rania melepaskan kancing bajunya.

"Bersihin badan kamu, dari kemarin belum di bersihkan kan? Dokter bilang luka yang ada di punggung kamu juga harus di kasih salep." jawab Rania.

"Enggak-enggak, aku bisa bersihin sendiri nanti." tolak Arga, apa-apaan mereka ini yang dengan seenaknya menelanjangi dirinya. Bagaimana jika bekas luka di tubuhnya di lihat oleh Nenek tua itu, bisa-bisa seluruh dokter rumah sakit ini akan datang ke kamar rawatnya.

"Kenapa kamu malu? Cuma baju mu aja yang di lepas, jadi gak masalah kan?" ujar Rania.

"Kalau kamu malu kita bisa keluar, Erlan bantu dia. Rania ayo kita tunggu di luar. Biar Erlan yang mengurusnya." ucap wanita paruh baya itu lalu mereka keluar dari kamar rawat Arga. Meninggalkan Arga dan Erlan di dalam.

ARGA Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang