47

3.3K 347 13
                                    

"Kek, ayolah. Aku udah izin sama yang punya, udah di bolehin. Jadi sekarang Kakek jangan halangi jalan aku." ucap Arga duduk di atas motor, entah itu motor siapa tapi yang pasti dia ingin jalan-jalan dengan motor itu.

"Turun, balikin motornya. Habis itu masuk ke rumah." ucap tetap berdiri menghalangi motor Arga.

"Mumpung Papa lagi pergi Kek, nanti keburu Papa pulang gak jadi aku pergi jalan-jalannya. Ayolah Kek kerja samanya." Arga turun dari atas motor lalu mendekati Zidan.

"Kakek mau apa nanti aku kasih, tapi sekarang biarin aku jalan-jalan dulu. Sekalian bilangin orang di depan situ, suruh bukain gerbangnya. Berat tadi aku udah coba." ucap Arga mendongakkan kepalanya menatap Zidan.

"Kek, jangan diam aja." Arga menepuk lengan Zidan yang sejak tadi hanya diam.

Tanpa sepatah kata pun, Zidan mengambil kunci motor yang ada di tangan Arga lalu membawanya masuk ke dalam rumah. "Kakek, balikin kuci motornya. Kek," Arga mengikuti langkah Zidan masuk ke dalam rumah.

"Abyan, telpon Erlan. Minta dia sama Nia pulang sekarang." ucap Zidan pada anak sulungnya yang sedang bersantai di ruang keluarga.

"Jangan Om, bilang Papa. Suruh baik ke sini nanti malam aja. Kalau enggak besok pagi juga enggak pa-pa." ucap Arga terus mengikuti langkah Zidan.

"Kek, balikin kunci motornya. Itu punya orang lain loh, bukan punya Kakek." ucap Arga, tadi dia jalan-jalan di sekitar rumah Zidan, di tengah jalan dia bertemu dengan satpam yang sedang patroli. Dia menghampiri satpam itu lalu meminjam motornya, satpam itu mengizinkan Arga meminjam motornya karena Arga mengatakan jika dia cucu Zidan.

"Emang kamu mau ke mana Ar? Pake pinjam motor orang segala, kalau mau pergi ada sopir. Minta anterin sama sopir, tapi izin dulu sama Papa kamu." ucap Abyan bangkit dari duduknya, mendekati keponakannya itu.

"Aku enggak suka naik mobil Om, lebih enak naik motor." balas Arga menarik tangan Zidan saat Kakek-nya itu ingin beranjak pergi.

"Balikin kunci motornya dulu Kek, baru boleh pergi."

Zidan melepaskan tangan Arga. "Enggak, mending kamu main sama Danish sana kalau enggak lihat Sifa lagi les balet. Atau main sama Nizam di kamar main."

Arga menghela napasnya lalu mendudukkan dirinya di sofa. "Aku maunya main sama susternya Nizam. Tapi enggak sama Nizam nya, susternya aja." ucap Arga menatap Zidan.

"Itu namanya bukan main." ucap Abyan lalu duduk di sebelah Arga sedangkan Zidan bergegas pergi dari sana sebelum Arga kembali meminta kunci motor.

"Dari pada main di luar mending main game sama Danish di kamar sana." ujar Abyan.

"Enggak, tolong suruh Papa pulang sekarang dong Om. Aku mau pulang ke rumah." ucap Arga menyandarkan tubuhnya di sofa.

"Anjing lah, baru mau happy-happy. Ini kepala enggak mau di ajak senang." ucap Arga dalam hati, entah kepada tiba-tiba saja kepalanya terasa sakit.

"Papa kamu bilang sebentar lagi pulang." ucap Abyan.

Erlan sedang pergi keluar dengan istrinya untuk menghadiri acara pernikahan sahabatnya, tadi Erlan sudah mengajak Arga, tapi anak itu menolak. Dengan alasan ingin bermain dengan Danish, meskipun pada kenyataannya kedua anak itu bermain sendiri-sendiri.

"Daddy, Mommy belum pulang?" tanya Danish yang baru saja masuk ke ruang keluarga, dia berjalan mendekati Arga lalu duduk di sebelah kanan Arga.

"Belum, mungkin sebentar lagi." jawab Abyan.

"Kamu tidur Ar?"

"Hmm, mau ngapain lagi. Mau pergi jalan-jalan keluar enggak boleh sama Kakek kamu." ucap Arga dengan mata terpejam.

"Kakek kamu juga." balas Danish.

"Sekarang udah enggak, barusan aku pecat jadi Kakek aku." ucap Arga membuka matanya menatap Danish. "Minta Nenek cari kakek baru, yang enggak nyebelin kaya Kakek kamu."

Danish menggelengkan kepalanya. "Enggak berani, kamu aja sana bilang sendiri. Mau ikut enggak Ar? Aku mau les tenis."

"Enggak, lagi males ngapa-ngapain aku. Sana kamu aja, nanti mintain bola tenisnya satu." ucap Arga kembali memejamkan matanya.

"Aku punya banyak, nanti aku bagi kamu, aku ke belakang dulu Dad, guru tenisnya udah datang." pamit Danish lalu pergi meninggalkan ruang keluarga.

Merasa ada yang tidak beres dengan Arga, Abyan mendekati Arga. Menepuk pipi anak itu dengan lembut. "Arga, kamu kenapa?"

"Arga." panggil Abyan lagi karena keponakan itu tak merespon.

"Hmm, kapan Mama pulang?" lirih Arga menahan tangan Abyan yang terus menepuk pipinya berkali-kali.

"Kamu sakit?"

"Ngantuk mau tidur," jawabnya melepaskan tangan Abyan.

"Kapan Mama pulang?"

"Sebentar lagi, Papa kamu bilang lagi di jalan-" Abyan menghentikan ucapannya ketika melihat darah kental keluar dari hidung Arga.

Abyan menarik beberapa lembar tisu untuk menyeka darah mimisan Arga. Dia mengirim pesan pada sopirnya untuk menyiapkan mobil.

Setelah membersihkan darah Arga, Abyan mengangkat tubuh Arga. "Aku mau tunggu Mama di sini." lirih Arga dengan susah payah dia berusaha membuka matanya.

"Pindah ke kamar, biar lebih enak." ucap Abyan mengangkat tubuh Arga, membawanya keluar dari rumah.

Abyan masuk ke dalam mobil yang sudah di siapkan sopirnya. "Ayo cepat kita pergi sekarang." ucapnya pada pria yang duduk di kursi kemudi.

"Baik Tuan." ucapnya lalu segera menancapkan gas mobilnya melaju ke jalan raya.

"Arga." panggil Abyan mengusap pipi Arga, sayang Arga tak meresponnya lagi. "Lebih cepat lagi." ucap Abyan memeluk tubuh anak itu dengan erat.

"Bertahanlah, sebentar lagi kita sampai rumah sakit." gumam Abyan dengan lembut mengusap rambut Arga. Dulu sebelum kehadiran Arga di rumah adiknya, Erlan selalu sibuk di kantor. Suami, istri itu jarang sekali di rumah, mereka sibuk dengan pekerjaannya masing-masing.

Erlan tak pernah absen dari kantor, bahkan urusan di luar kota pun. Dia yang mengurus semuanya, baru setelah Arga hadir di rumahnya. Rumah yang dulunya begitu sepi, seperti tak ada kehidupan. Dengan kehadiran Arga, rumah itu menjadi hidup kembali. Erlan tidak lagi seperti robot yang kesehariannya hanya bekerja dan bekerja.

Bahkan Zidan yang dulunya dengan tegas menolak anak yang bukan dari keturunannya pun pada akhirnya luluh. Ketika melihat anaknya kembali hidup dengan penuh warna, pria keras kepala itu dengan kedua tangannya menerima kehadiran Arga di tengah-tengah keluarganya.

"Tuan kita sudah sampai."

Abyan segera membawa Arga turun dari mobil, dia bergegas masuk ke dalam rumah sakit. Meminta pertolongan pada petugas rumah sakit.

Para petugas rumah sakit membawa Arga masuk ke ruang IGD, Abyan menghubungi adiknya dan keluarganya yang lain. Meminta mereka untuk segera datang ke rumah sakit.

Setelah menghubungi keluarganya, Abyan duduk di kursi tunggu. Mengingat ucapan adiknya saat menerima hasil cek up Arga. Adiknya mengantarkan jika hasil cek up nya kurang baik.

ARGA Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang