Tak terasa waktu berlalu begitu cepat, sudah hampir satu bulan Arga tinggal bersama dengan Ibu kandungnya.
Selama tinggal bersama dengan Rania dan Erlan, aktivitas Arga tak pernah jauh-jauh dari rumah dan tentunya Erlan selalu menemaninya ke manapun dia pergi.
Hari ini adalah hari pertama Arga akan beraktivitas di luar dan cukup lama, karena ini adalah hari pertama dia sekolah umum.
Ini ada momen pertama kalinya untuk Arga setelah sekian lama dia homeschooling akhirnya dia bisa kembali sekolah umum, dan ini juga adalah pertama kalinya Erlan akan mengantar anaknya itu ke sekolah.
Erlan membantu Arga untuk menyiapkan buku-buku pelajarannya, Rania menyiapkan bekal makan siang untuk anaknya. Sedangkan anak itu sendiri hanya duduk diam menyaksikan kehebohan kedua orang tuanya.
"Pensil, pulpen, buku, penghapus, buku gambar, pensil warna, semuanya udah ada. Apa lagi yang kurang?" ucap Erlan yang sudah berkali-kali mengecek tas sekolah Arga.
"Nak, nanti jangan lupa bekal makan siangnya di makan. Nanti kalau Papa belum jemput jangan pergi-pergi dari sekolah." ucap Rania sambil meletakkan tas kecil berisi bekal makan siang Arga di atas meja.
"Ayo kita ambil foto untuk hari pertama sekolah." ucap Erlan mengeluarkan ponselnya.
Arga hanya diam menuruti semua yang di lakukan kedua orang tuanya. "Udah kan? Aku berangkat sekarang." ucap Arga setelah mereka mengambil mengambil foto.
"Sebentar, Mama ganti baju dulu. Masa mau nganterin anak Mama ke sekolah masih pake baju tidur. Tunggu sebentar ya, enggak sampai lima menit." ucap Rania segera pergi ke kamarnya.
"Sambil nungguin Mama ganti baju, pake sepatunya dulu. Ayo Papa bantuin-"
"Aku bisa sendiri Pa, cuma pake sepatu doang. Udah gede gini pake sepatu di bantuin, apa kata orang nanti kalau lihat udah gede gini di pake sepatu di bantuin." ucap Arga lalu pergi ke keluar untuk memakai sepatu sambil menunggu Mama-nya.
"Sepatunya udah pas kan? Enak di pakai?" tanya Erlan sambil memasukkan tas sekolah Arga ke dalam mobil.
"Udah." jawab Arga.
"Ayo kita berangkat, nanti terlambat ke sekolah." sura Rania sambil buru-buru berjalan keluar dari dalam rumah.
"Udah enggak ada yang ketinggalan kan?" tanya Rania untuk memastikan semuanya sudah siap, tidak ada yang tertinggal. Ia tidak ingin nanti anaknya di hukum di hari pertama dia sekolah.
"Udah Ma, semuanya udah siap dari kemarin-kemarin. Ayo kita berangkat sekarang." ucap Arga masuk ke dalam mobil lebih dulu.
"Ayo kita berangkat." ajak Erlan pada istrinya.
Rania segera masuk ke dalam mobil, setelah itu Erlan segera menyalakan mesin mobilnya lalu melajukan mobilnya meninggalkan halaman rumah.
"Ma, nanti pulang sekolah aku main sama teman aku sebentar. Dia juga sekolah di sekolah yang sama kaya aku." ucap Arga yang duduk di bangku penumpang.
"Main ke mana? Nanti tunggu Papa kalau mau main, jangan langsung pergi dari sekolah." ucap Erlan sambil fokus menyetir.
"Enggak jauh dari sekolahlah tuh ada kafe, itu punya Abang teman aku. Aku tunggu di sana, aku mau ketemu Abang aku di sana." ucap Arga, ia memang sudah membuat janji pada Gavin untuk bertemu di sana.
"Enggak bisa, pokoknya harus tunggu Papa. Baru pergi ke kafe, kamu enggak boleh pergi-pergi sendiri gitu." pungkas Erlan, ia khawatir nanti Arga bertemu dengan Bara atau Alya. Apa lagi Arga bilang ingin bertemu dengan Gavin, biasa saja kan. Gavin membawa kedua orang tuanya.
"Terserah lah, tapi kalau telat aku pergi dulu aku enggak mau nunggu di sekolah lama-lama." ucap Arga.
"Papa bakalan datang sebelum kamu pulang sekolah, nanti jam makan siang Papa telpon."
"Mau ngapain? Jam makan siang di sekolah tuh enggak banyak. Kalau mau ngomong sekarang aja, enggak usah nunggu nanti." ucap Arga.
"Intinya kalau kamu enggak balas chat dari Papa, Papa telpon kamu." balas Erlan menghentikan mobilnya di lobby sekolah.
"Iya-iya, terserah Papa. Intinya nanti aku mau main." ucap Arga lalu turun dari mobil Erlan.
"Aku masuk dulu Ma, Pa." pamit Arga lalu segera masuk ke dalam sekolahnya.
........................
Semenjak Gavin menjadi saksi di pengadilan atas kasus kekerasan pada Arga. Sejak saat itu juga Gavin memutuskan untuk tinggal di sebuah apartemen.
Karena pernyataan saat di sidang, membuat Alya ikut terseret dalam kasus kekerasan pada Arga. Karena itulah kasus ini menjadi rumit karena Alya terus menyangkal atas apa yang di katakan Gavin.
"Bukan aku mau durhaka sama Ayah sama Ibu. Ayah salah tapi Ibu juga salah. Sedangkan Arga, dia cuma korban. Dia enggak salah apa-apa." ucap Gavin sambil melihat berita di televisi yang sedang membicarakan tentang kasus yang menimpa Bara dan Alya.
"Aku harap setelah semua ini, kalian berdua bisa sama-sama belajar dan melupakan kejadian di masa lalu. Berhenti saling mengalahkan, karena kalian berdua sama-sama salah. Jika suatu hari nanti, kalian memilih untuk berpisah. Aku harap kalian berpisah dengan baik, enggak ada lagi dendam di antara kalian."
Gavin mematikan televisinya lalu dia segera bersiap-siap untuk pergi ke kampus. "Oh, iya. Nanti kan gue mau ketemu Arga, dia minta di bawain motor dia yang di simpan sama Ayah. Tapi kan gue belum tau gimana Ibu kandung Arga, kalau gue bawain takutnya dia di marahin, kalau gue enggak bawain. Tuh anak pasti ngamuk-ngamuk nanti."
Gavin mengusap rambutnya sendiri dengan kasar. "Oke, gue bawain aja dari pada tuh anak ngamuk. Urusan di marahin atau enggak nanti sama Ibu-nya Arga. Ya nanti gue pikir." monolog Gavin segera pergi dari apartemen, dia harus mengambil motor milik adiknya dulu sebelum pergi ke kampus.
Sentra itu di sekolah Arga sedang menunggu jam pelajaran pertama sambil mengobrol dengan sahabatnya.
"Gimana Ar, keluarga baru lo? Mereka baik kan sama lo?" tanya Agung yang duduk di bangku sebelah Arga.
"Selama ini baik sih, tapi Gung. Ada yang bikin gue heran." jawab Arga lalu menoleh ke sampingnya di mana sahabatnya duduk.
"Lo ingat kan? Waktu kita cari tau tentang Ibu kandung gue, dia punya anak kecil." ucap Arga.
Agung menganggukkan kepalanya. "Iya, dia punya anak kecil. Berati sekarang lo punya adek dong?"
"Nah, itu dia Gung. Yang bikin gue heran, tuh anak pergi ke mana? Di rumah enggak ada, dan mereka juga enggak pernah bahas anak kecil." balas Arga, ia masih penasaran dengan anak kecil yang dulu pernah di lihatnya bersama dengan Ibu kandungnya.
"Foto juga enggak ada Ar? Kalau anak itu udah meninggal kan pasti adalah foto. Kenang-kenangan mereka gitu."
Arga menggelengkan kepalanya. "Sama sekali enggak ada foto anak kecil di sana, banyak foto-foto mereka berdua pas liburan sama pas nikah. Yang baru ya foto-foto gue yang di pajang sama Papa tiri gue." jelas Arga.
"Kayanya gue harus liat orang tua lo yang sekarang, biar gue paham. Salahnya ada di mana, waktu itu kan yang bantuin lo cari tau soal Ibu kandung lo kan gue." ucap Agung, mungkin saja Arga lupa dengan wajah wanita yang dulu pernah di lihatnya atau mungkin memang ada yang salah dengan informasi yang dulu pernah di dapatnya.
Jika memang informasi itu salah, artinya selama ini yang di dengar Arga itu cerita palsu. Arga bukan anak dari wanita yang dulu pernah bekerja di klub malam tapi anak orang lain yang memang dengan sengaja di tutup-tutupi.
Arga menghela napasnya. "Yang jemput gue pulang nanti bokap tiri gue."
"Gue juga pernah lihat suami nyokap kandung lo kok, ya walaupun cuma sekali. Tapi gue masih ingat wajahnya. Nanti gue nebeng bokap lo aja, biar gue lebih jelas lihatnya."
Arga menganggukkan kepalanya setuju dengan ucapan Agung, sebenarnya ia juga tidak percaya dengan ucapan Mama-nya yang mengatakan tidak punya anak selain dirinya. Karena waktu itu ia jelas melihat ada anak kecil yang bersama dengan Mama-nya.
KAMU SEDANG MEMBACA
ARGA
Teen FictionArga adalah remaja yang lahir dari hasil perselingkuhan sang Ayah yang di lakukannya dengan sengaja, sejak bayi tinggal bersama dengan Ayah-nya yang hanya memanfaatkan dirinya untuk obat sang kakak yang yang menderita penyakit anemia aplastik. hidup...