"Gavin, Ibu mau minta tolong sama kamu. Pulang ke rumah ambilin barang-barang Ibu, Ibu mau tinggal di sini." ucap Alya pada Gavin yang sedang bersiap-siap pergi ke kampus.
Gavin menghentikan kegiatan sejenak, dia menoleh ke arah Alya. "Bukannya Ayah minta Ibu pulang? Oma juga minta Ibu buat pulang ke rumah, aku enggak mau nanti malah Oma yang ke sini. Bukan apa-apa Bu, Ibu kan tau gimana Oma? Kalau ribut-ribut di sini enggak enak sama tetangga."
Sejak kemarin malam, Nanda terus saja menelpon Alya. Memintanya untuk segera pulang ke rumah, Nanda juga mengancam akan datang untuk menyeret Alya pulang ke rumah.
"Kamu enggak kasihan sama Ibu?"
Gavin mendekati Alya, mengajak Alya untuk duduk di sofa. "Bukan aku enggak sayang sama Ibu, aku sayang sama Ibu. Masalah enggak akan selesai dengan kita kabur, yang ada malah tambah banyak. Apa lagi Oma juga ada di rumah Ayah, kalau menurut aku yang harusnya pergi dari rumah bukan Ibu atau Ayah. Tapi Oma." ucap Gavin, bukunya ia tidak kasihan pada Ibu-nya, namun jika Ibu-nya kabur dari rumah hanya untuk menghindari masalahnya. Itu adalah cara yang salah.
Dengan Ibu-nya pergi dari rumah, sudah di pastikan Oma-nya akan terus menyalakan Arga, bukan hanya itu. Ayah-nya juga pasti di buat pusing dengan Oma-nya itu.
"Aku bakalan terima apapun keputusan Ibu sama Ayah, kalau pun nanti kalian milih buat berpisah. Aku cuma minta kalian pisah dengan baik, selesaikan kesalahan pahaman ini Bu. Dengan begitu, Ibu biasa tenang." Gavin menggenggam kedua tangan Alya, mencium tangan Ibu-nya.
"Aku enggak akan tinggalin Ibu, aku selalu ada buat Ibu. Aku akan temani Ibu, jadi jangan khawatir Bu, Ibu enggak sendirian. Ada aku," Gavin memeluk Ibu-nya.
Gavin melepaskan pelukannya pada Alya. "Nanti kalau Ibu udah lebih tenang, Ibu udah siap buat pulang. Aku anterin Ibu pulang, aku harus berangkat kuliah sekarang Bu." pamit Gavin menyalami tangan Alya.
"Kalau aja dulu Ibu dengerin kata Oma, mungkin hal ini enggak akan pernah terjadi. Harusnya Ibu dengerin kata Oma, harusnya Ibu enggak rawat Arga," lirih Alya, dia menyesal dulu tak mendengarkan kata-kata Nanda.
Gavin menghela napasnya. "Bu, yang salah tuh Ayah. Bukan Arga, dia enggak tau apa-apa, lahir ke dunia ini juga karena ulah Ayah. Ayah cari wanita lain di luar juga karena Ibu mulai duluan, kalian berdua sama-sama salah. Jangan nyalahin Arga, yang jadi korban bukan kalian berdua. Tapi Arga." ucap Gavin dengan tegas.
"Kalau enggak ada Arga, aku mungkin aja enggak ada sampai sekarang ini." sambung Gavin lalu keluar dari apartemennya. Tidak ada gunanya bicara dengan Ibu-nya yang masih sama, tak pernah menyadari kesalahannya. Selalu saja menyalahkan Arga.
..................
Di kantor Erlan sedang sibuk dengan pekerjaan, di ruangan kerjanya juga ada Abyan yang sedang menunjukkan proyek baru yang akan di bangun.
"Erlan, bagaimana menurut mu? Apa desain ini sudah cocok dengan proyek yang akan kita bangun?" Abyan menunjukkan gambar desain gedung pada adiknya.
"Aku rasa yang bagian depan sebelah sini enggak perlu kaca semua Mas, yang sebelah sini. Kurang cocok kalau ada pohon besar di sini, kelihatan menghalangi jalan." ucap Erlan sambil menunjukan bagian bangunan yang menurutnya kurang tepat.
"Nanti aku coba tata ulang, ada lagi yang menurut kamu perlu di rubah?"
"Aku rasa itu aja, selebihnya oke." balas Erlan.
"Kalau yang bagian ini-"
"Sebentar Mas." ucap Erlan ketika ponselnya berdering panggilan masuk dari sekolah Arga.
"Aku angkat telpon dulu sebentar." ucap Erlan lalu segera menjawab telepon dari sekolah anaknya.
Abyan memperhatikan wajah adiknya yang terlihat begitu panik setelah mendapatkan menjawab telpon, entah siapa yang menelpon Erlan. Sampai membuat Erlan begitu panik.
KAMU SEDANG MEMBACA
ARGA
Teen FictionArga adalah remaja yang lahir dari hasil perselingkuhan sang Ayah yang di lakukannya dengan sengaja, sejak bayi tinggal bersama dengan Ayah-nya yang hanya memanfaatkan dirinya untuk obat sang kakak yang yang menderita penyakit anemia aplastik. hidup...