Chapter 77
Sementara Kim Dokja dan Han Sooyoung tengah memperdebatkan soal siapa yang harus disalahkan dibelakang sana, (Name) duduk dengan tenang dan memikirkan kata-kata yang Lee Sookyung katakan pada Kim Dokja sebelumnya.
"... Dokja, sudah kubilang, aku mencintaimu. Tentu saja aku ingin yang terbaik untuk putra ku."
Apa kira-kira, semua ibu memang lebih menyayangi putranya dibandingkan putrinya? Batinnya penasaran.
Meski sudah bertahun-tahun berlalu, (Name) sama sekali tak bisa melupakan wajah dan suara ibunya ketika meneriakinya diruang persidangan.
"Kau bukan anak ku! Aku tak pernah membesarkan iblis berhati dingin seperti mu!!"
"Huhuhu ... putra ku ... putra tercinta ku ... beraninya kau merebut putra ku!!!"
Hari itu, ia mencoba mengingat-ingat kembali. Pernahkah sekali saja ibunya mengatakan 'aku mencintai mu' padanya?
Apa ibunya pernah merasa bangga padanya? Memberinya pujian sederhana atas pencapaiannya?
Tidak pernah.
Tapi (Name) sama sekali tak membenci ibunya. Alih-alih, dia menyayangi ibunya dan senantiasa menanti datangnya kasih sayang ibunya.
'Ah, pasti karena aku membuat kesalahan tanpa ku sadari.'
'Aku juara dua dikelas ... apa ibu akan memuji ku kali ini?'
'Ibu ... sakit sekali ... ibu ...'
Dia selalu ingat kata-lata orang dulu, kasih ibu sepanjang masa. Jadi (Name) selalu menunggu gilirannya untuk mendapatkan kasih ibunya.
Tapi sampai akhir pun sang ibu tak pernah menganggapnya. Anak perempuan pertama yang tak pernah diharapkan. Bahkan ayahnya pun hanya memberi afeksi secukupnya. Pria itu memang memberikannya uang untuk sekolah, namun ia tak pernah sekali pun membelanya.
Berbanding terbalik dengan adik laki-lakinya. Hanya dengan makan dan bernafas saja anak itu sudah dipuji dan dicintai oleh kedua orang tuanya. Meski pun dia anak yang boros dan tak ragu mencuri kartu atm orang tuanya, dia tetap dicintai.
(Name) yang melihat itu tak pernah tak iri sekali pun, tapi ia tetap diam. Dia anak yang penyabar dan menunggu gilirannya 'nanti'.
Sampai akhirnya anak itu melampaui batasnya, dan (Name) kehabisan kesabarannya.
Dia masih ingat sensasi jelas ketika pisau ditangannya menusuk leher dan jantung adik laki-lakinya.
Dia masih ingat kolam darah yang membasahi lantai ruang tamu. Suara merintih, dan tangan-tangan yang berusaha mati-matian untuk menghentikan tangannya.
Dan yang paling ia ingat jelas, wajah horor ibunya yang menemukan putranya bergelimang darah.
KAMU SEDANG MEMBACA
Happy End (Omniscient Reader's Viewpoint Fanfic X Reader)
FanfictionOmniscient reader viewpoint x readers -maybe dokjaxreader ;3 Ini bukan cerita khusus... Ini hanya cerita tentang seseorang yang terjebak dalam novel yang baru selesai dibacanya... "Nuna yang baik hati, sebenarnya kau siapa?" "...Aku hanya orang yang...